MAKALAH SUMBERDAYA HUTAN
“Pembagian Hutan Berdasarkan Struktur Organisasi suatu Wilayah”
OLEH :
NAMA : SAHRUN
STAMBUK : M1A1 16 174
KELAS : KEHUTANAN C
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2019
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatu
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas nikmat dan karunia-Nya Saya masih diberi kesahatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dan tak lupa pula dipanjatkan salam kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW sebagaiman Beliau telah membawa perubahan kepada kita dari masa kegelapan ke masa yang terang benderang seperti saat ini.
Pembuatan makalah ini berjudul “Pembagian Hutan Berdasarkan Struktur Organisasi suatu Wilayah”, program studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, dalam lingkup Universitas Haluoleo, Kendari.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Saya harapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun. Sekian dan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan infomasi kepada pembaca.
Wassalamuallaikum warahtullahi wabarakatu.
Kendari, 31 Maret 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................................. 1
1.2. Rumusan masalah........................................................................................... 2
1.3. Tujuan............................................................................................................ 2
1.4. Manfaat........................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)................................................ 3
2.2. Ragam Fungsi, Akses Masyarakat, Usaha Kehutanan, Organisasi Daerah, Pengembangan, Kelestarian Hutan dalam KPH............................................ 7
2.3. Pembangunan KPH sebagai Strategi............................................................. 9
2.4. Tantangan pembangunan KPH.................................................................... 12
2.5. Landasan Pembentukan KPH Tugas Pokok dan Fungsi KPH.................... 14
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan................................................................................................... 15
3.2.Saran.............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pentingnya memastikan kawasan hutan yang aman dan bebas konflik adalah mimpi setiap rimbawan dan sektor kehutanan sejak diterbitkan Undang- Undang Pokok Kehutanan (UU No. 5/1967). Kepastian dan kemantapan kawasan disadari merupakan prakondisi yang mutlak diperlukan dalam pengelolaan hutan lestari. Sejak basis regulasi kehutanan tersebut diundangkan, kebutuhan untuk memberikan batas kawasan hutan – yang akan dipertahankan sebagai hutan tetap – yang diakui, baik oleh masyarakat maupun peraturanperundangan diatur melalui pengukuhan kawasan hutan.
Kebijakan penunjukan kawasan hutan dimulai dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada periode 1980-an yang kemudian dijadikan basis untuk pemberian ijin pengusahaan hutan. Inisiatif pembangunan kehutanan yang berorientasi pada kemantapan kawasan hutan yang mendukung kepastian usaha kehutanan mencuat pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 200/ Kpts./1991 yang mengatur pembentukan Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi yang sekaligus berfungsi sebagai kesatuan perencanaan pengusahaan hutan produksi. Pada tahun 1997 terbit Manual Pembentukan, Perencanaan dan Pengelolaan Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi.
Pembaharuan Undang-Undang Pokok Kehutanan (UU No. 5/1967) menjadi Undang-Undang Kehutanan (UU No. 41/1999) telah mengubah basis legal pembentukan Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi di atas menjadi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang tidak hanya mencakup
pembentukan KPH di kawasan hutan produksi, tetapi meliputi seluruh kawasan dan fungsi hutan. Selain itu, terbitnya Undang-Undang Penataan Ruang (UU No. 24/1992) telah mendorong proses padu serasi antara kawasan hutan yang ditunjuk melalui TGHK dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang pada akhirnya menghasilkan penunjukan kawasan hutan baru oleh Menteri Kehutanan. Sampai dengan tahun 2007, mandat pembentukan KPH praktis terbengkalai, tenggelam dalam dinamika percaturan politik lahan dan politik ekonomi kehutanan, yang secara langsung maupun tidak.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu :
Bagaimana definisi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) ?
Bagaimana ragam fungsi, akses masyarakat, usaha kehutanan, organisasi daerah, pengembangan, kelestarian hutan dalam KPH ?
Bagaimana pembangunan KPH sebagai Strategi ?
Bagaiamana tantangan pembangunan KPH ?
Bagaimana landasan pembentukan KPH tugas pokok dan fungsi KPH ?
Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Dapat mendefinisikan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
2. Dapat mengetahui ragam fungsi, akses masyarakat, usaha kehutanan, organisasi daerah, pengembangan, kelestarian hutan dalam KPH
3. Dapat memahami pembangunan KPH sebagai Strategi
4. Dapat memahami tantangan pembangunan KPH
5. Dapat mengetahui landasan pembentukan KPH tugas pokok dan fungsi KPH
Manfaat
Adapun manfaat yang ditemukan dalam pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu, literature, maupun dasar ilmu pengetahuan terutama dalam kajian tentang lembaga pengelolaan hutan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan. Yang dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efesien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK). Seluruh kawasan hutan di Indonesia terbagi habis dalam wilayah KPH. Dalam satu wilayah KPH dapat terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan yang penamaannya ditentukan oleh fungsi hutan yang luasnya dominan. KPH dikelola oleh organisasi pemerintah yang menyelenggarakan fungsi pengelolaan hutan.
KPH berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau di tingkat tapak yang harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya. Keberadaan KPH menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai “pemilik” sumberdayahutan sesuai mandat Undang-undang, dimana hutan dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pengelolaan hutan pada tingkat tapak oleh KPH bukan memberi ijin pemanfaatan hutanmelainkan melakukan pengelolaan hutan seharihari, termasuk mengawasi kinerja pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemegang ijin. Dengan demikian, KPH menjadi pusat informasi mengenai kekayaan sumberdaya hutan dan menata kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai ijin dan/atau dikelola sendiri pemanfaatannya, melalui kegiatan yang direncanakan dan dijalankan sendiri. Apabila peran KPH dapat dilakukan dengan baik, maka KPH menjadi garis depan untuk mewujudkan harmonisasi pemanfaatan hutan oleh berbagaipihak dalam kerangka pengelolaan hutan lestari.
Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008, yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP, secara eksplisit fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat dijabarkan secara operasional sebagai berikut:
1. Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam wilayah KPH
2. Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat wilayah KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi KPH
3. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam
4. Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan
5. Melaksanakan perlindungan hutan dan konservasi alam
6. Melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan tertentu bagi KPH yang telah menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
7. Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan hutan
8. Menegakkan hukum kehutanan, termasukperlindungan dan pengamanan kawasan
9. Mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari.
Berdasarkan fungsi kerja di atas, dalam konteks regulasi kehutanan dan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dan pemerintah daerah, kebijakan KPH telah menimbulkan tafsir yang beragam. Beberapa aspek penting yang disajikan pada sub bab berikut diharapkan dapat mengklarifikasi keragamanan tafsir tentang KPH, sekaligus memberikan gambaran mengenai ruang lingkup KPH.
2.2 KPH dan Ragam Fungsi
Hutan Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa keberadaan KPH akan lebih memastikan diketahuinya potensi hutan, perubahan-perubahan yang terjadi maupun kondisi masyarakat yang tergantung pada manfaat sumberdaya hutan. Selain itu, sangat dipahami bahwa berbagai ragam fungsi hutan pada faktanya terletak dalam hamparan bentang alam yang secara manajemen lebih memungkinkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan hutan lestari. Dalam hal ini KPH dapat dimaknai sebagai pihak yang menghimpun informasi sumberdaya hutan untuk melakukan pengelolaan hutan yang saat ini tidak dijalankan secara langsung oleh Kementerian Kehutanan atau Dinas Kehutanan.
2.3 KPH dan Akses Masyarakat
Akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan dapat terdiri dari berbagai bentuk dan tipologi sesuai dengan, kondisi sosial budaya masyarakat, sejarah interaksi masyarakat dengan hutan dan harapan ekonomi masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya. Apabila dikaitkan dengan ijin ataupenetapan status kawasan hutan, akses masyarakat yang dimaksud tidak dapat ditetapkan pada tingkat KPH, karena kewenangan untuk itu berada di tangan Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Keberadaan KPH memungkinkan identifikasi keberadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap manfaat sumberdaya hutan dengan lebih jelas dan
cermat, sehingga proses-proses pengakuan hak, ijin maupun kolaborasi menjadi lebih mungkindilakukan. Demikian pula penyelesaian konflik maupun pencegahan terjadinya konflik lebih dapat dikendalikan. Selain itu, KPH dapat memfasilitasi komunikasi dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk menata hak dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan.
2.4 KPH dan Usaha Kehutanan
Dengan beroperasinya organisasi KPH, informasi mengenai sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh para pemegang ijin diharapkan akan semakin akurat. Karakteristik dan sifat-sifat khas sumberdaya hutan juga diharapkan dapat
diketahui, sehingga memudahkan penetapan sistem manajemen hutan yang sesuai dengan kondisi wilayah dan diharapkan mengurangi kegiatan-kegiatan yang secara administratif harus dilakukan, tetapi tidak secara jelas berguna bagiusaha kehutanan tersebut. Selain itu, kinerja pengelolaan hutan oleh pemegang ijin dapat
dimonitor dan dievaluasi di tingkat lapangan. Efektivitas kegiatan pengelolaan hutan dapat akan ditingkatkan dan pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi perusahaan.
2.5 KPH dan Organisasi Daerah
Dengan berbagai fungsi kerja sebagaimana disebutkan di atas, keberadaan KPH bersifat unik. Selama ini, organisasi daerah yang dibentuk berdasarkan PP No 41/2007 tidak mengenal adanya organisasi seperti KPH yang mempunyai sifat
teritorial. Karena keunikan fungsi organisasi KPH seperti itu, dalam berbagai pembahasan mengenai organisasi KPH seringkali disalah-tafsirkan. Oleh karena itu perlu ditegaskan dalam buku ini bahwa organisasi KPH meskipun bidang kehutanan namunbukan identik dengan organisasi kehutanan yang telah dibentuk berdasarkan PP No 41/2007. KPH merupakan organisasi yang spesifik yang di luar P Jawa belum pernah ada. Disamping itu KPH juga dapat melakukan pengelolaan usaha kehutanan, misalnya berupa pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu dan penjualan tegakan secara swakelola pada wilayah tertentu. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2010, wujud organisasi KPHP dan KPHL menemukan landasan hukum yang memayunginya. Secara garis besar, organisasi KPHP dan KPHL merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tingkat Provinsi atau Kabupaten dan bertanggungjawab langsung kepada Gubernur atau Bupati.
2.6 KPH dan Pengembangan
Wilayah Pengembangan wilayah dapat dilakukan untuk mencapai pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan apabila memperhatikan kepentingan ekonomi, sosial dan sekaligus kepentingan ekologi/lingkungan hidup. Secara fungsional, KPH dapat menyediakan barang dan jasa untuk menopang pengembangan wilayah tersebut. Oleh karena itu tujuan pengembangan KPH perlu diselaraskan dengan tujuan pengembangan wilayah kabupaten dan/atau provinsi. KPH yang lokasinya lintas wilayah kabupaten/kota dapat menjadi penyelaras arah pengelolaan sumberdaya hutan khususnya maupun sumberdaya alam pada umumnya di kedua wilayah administrasi tersebut.
2.7 KPH dan Kelestarian Hutan
Faktor yang menentukan kelestarian hutan cukup banyak, meskipun pada prinsipnya kelestarian hutan ditentukan oleh kapasitas pengelola hutan. KPH menjadi faktor pemungkin bagi terbentuknya pengelola hutan yang selama ini tidak ada, sehingga dapat membuka ruang profesional bagi rimbawan untuk berkiprah dalam pengelolaan hutan lestari. MKetiadaan pengelola terbukti menjadi penyebab kegagalan bagi banyak program, misalnya dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis di dalam kawasan hutan. Adanya organisasi pemerintah yang bertanggungjawab dalam pengelolaan hutan di tingkat tapak juga akan memberikan ruang bagi peningkatan kapasitas para pemegang ijin, serta memberikan arah yang jelas bagi pencapaian pengelolaan hutan lestari.
2.8. Pembangunan KPH sebagai Strategi
Realitas di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan, baik mempertahankan hutan alam yang tersisa maupun membangun hutan tanaman baru dan diharapkan berhasil, diperlukan prioritas kegiatan teknis sekurang-kurangnya mencakup:
1. Penyelesaian masalah kawasan hutan yang telah terjadi dan menghindari terjadinya masalah baru di masa depan serta meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan konservasi dan hutan lindung
2. Mempermudah akses bagi penerima manfaat atau dapat menekan terjadinya ekonomi biaya tinggi serta terdapat landasan kuat untuk mengalokasikan manfaat hutan secara adil
3. Menyediakan infrastruktur sosial maupun ekonomi bagi penguatan kelembagaan lokal terutama yang mendapat akses pemanfaatan sumberdaya hutan, peningkatan efisiensi ekonomi maupun pengembangan nilai tambah hasil hutan.
Ketiga kegiatan teknis tersebut harus dilakukan dan berorientasi pada perencanaan secara spasial dengan memperhatikan situasi sosial ekonomi lokal serta menyatukan arah pelaksanaan kegiatan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kebupaten/Kota. Untuk keperluan inilah pembangunan KPH menjadi solusi strategis yang tidak dapat dihindari. Dengan keberadaan KPH itu diharapkan dapat disinergikan adanya beberapa instrumen dan sumberdaya yang telah tersedia – namun memerlukan integrasi – untuk mewujudkan transformasi dan desentralisasi kepemerintahan dan kelembagaan pengelolaan hutan, yaitu:
1. Pelaksanaan inventarisasi sumberdaya hutan dan pelaksanaan tata hutan dalam rangka mengatur pemanfaatan sumberdaya huan dan mengendalikan daya dukung lingkungan hidup
2. Upaya melakukan transformasi tata kuasa atas kawasan hutan dan fungsi hutan dan lahan pada tingkat operasional, bagi perwujudan tata ekonomi kehutanan yang lebih adil dan berkelanjutan
3. Pengembangan infrastruktur ekonomi maupun sosial bagi pengembangan wilayah maupun komoditi andalan sesuai dengan karakteristik sumberdaya di wilayah KPH dan kebutuhan masyarakat
4. Peningkatan efisiensi pelayanan bagi para pemegang ijin melalui akurasi informasi lapangan dan pengendalian dan evaluasi berbasis kinerja
5. Upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan bencana alam yang secara operasional memerlukan kepastian status dan fungsi sumberdaya hutan dan lahan bagi pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.
2.9. Tantangan Pembangunan KPH
Penyelenggaraan pengelolaan oleh KPH dapat dipandang sebagai perbaikan kelembagaan pengelolaan hutan yang selama ini dipandang terabaikan. Sebagai upaya perbaikan, maka halhal yang perlu diperbaiki (masalah-masalah) harus dapat diidentifikasi terlebih dulu, sebelum perbaikan (solusi) dapat dilakukan melalui serangkaian program dan kegiatan prioritas. Oleh karenannya identifikasi masalah6 menduduki peranan yang penting dalam penyusunan program dan kegiatan prioritas KPH. Berkenaan dengan identifikasi masalah, berbagai diskusi baik melalui forum sosialisasi, workshop, rapat kerja, dsb telah banyak dilakukan. Dari diskusi-diskusi tersebut telah banyak diperoleh pembelajaran-pembelajaran, khususnya dari pengalaman berprosesnya pembangunan KPH model. Pembelajaran tersebut menjadi tambahan pengetahuan7 bagi individu atau lembaga yang secara akumulatif dapat dijadikan bahan untuk pengambilan keputusan/tindakan yang lebih berkualitas.
Dalam Lokakarya Pembelajaran Pembangunan KPH oleh UPTD KPH 31 Mei – 1 Juni 2010 disajikan pengalaman dari 2 UPTD Provinsi, yaitu: KPH Bali Barat dan KPH DIY dan 4 UPTD Kabupaten/Kota, yaitu: KPHP Banjar, KPHL Kota Tarakan, KPHP MODEL Unit V Dampelas Tinombo, Sulawesi Tengah dan KPHP Register 47 Way Terusan, Lampung Tengah. Selain itu, juga dipresentasikan hasil pembelajaran KPH di Jerman, hasil kajian mengenai instrumen penilaian KPH sesuai P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH, serta beberapa aspek tenurial dalam kaitannya dengan pembangunan KPH.
Berdasarkan presentasi dan diskusi oleh peserta lokakarya disebutkan bahwa masalah tantang utama pembangunan KPH terdiri dari:
1. Tidak seluruh Pemerintah Daerah memberi dukungan dalam pembangunan KPH terutama dalam pembentukan organisasi KPH. Alasan utama adalah perlunya anggaran untuk menghidupkan organisasi KPH tersebut
2. Masih terbatasnya pengertian dan pemahaman terhadap fungsi dan manfaat KPH bagi pembangunan kehutanan. Hal demikian ini ditunjang oleh suatu kenyataan bahwa penetapan kewenangan pemerintahan maupun pembentukan organisasi daerah tidak dipertimbangkan pentingnya pengelolaan wilayah atau organisasi berbasis teritorial. Kerangkan kerja pemerintahan hanya didasarkan oleh pemanfaatan komoditas dari sumberdaya alam
3. Terbatasnya sumberdaya manusia yang memahami dan mempunyai kapabilitas untuk menjalankan organisasi KPH.
2.10. Landasan Pembentukan KPH
Landasan pembentukan KPH didasarkan terutama oleh beberapa peraturan-perundangan, sebagai berikut:
1. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
2. PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
3. PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
4. PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
5. PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
6. Permenhut P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH.
7. Permenhut P. 6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPH Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP)
8. Permendagri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.
Berdasarkan peraturan-perundangan tersebut, dijelaskan pokok-pokok kandungan isinya yang menjadi pilar kebijakan pembentukan KPH. Semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka penguasaan tersebut negara memberi wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan. Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat, meliputi:
1. Perencanaan kehutanan
2. Pengelolaan hutan
3. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanandan
4. Pengawasan.
2.11. Tugas Pokok dan Fungsi KPH
Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
1). Menyelenggarakan pengelolaan hutan, meliputi:
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
b. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin
c. Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian terhadap pemegang ijin
d. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu
e. Rehabilitasi hutan dan reklamasi
f. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
2). Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota untuk
Diimplementasikan
3). Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian
4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008 tentang MTata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan telah ditetapkan tugas pokok dan fungsi KPH. Tugas pokok dan fungsi KPH tersebut – terutama untuk KPHP dan KPHL – sebelum ada KPH sebagian dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/ Kota dan sebagian diantaranya dilaksanakan oleh para pemegang ijin. Dengan demikian, maka sebelum ada KPH, seluruh tugas pokok dan fungsi KPH tetap dijalankan oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPH tersebut yaitu pada penyelenggaraan manajemen pengelolaan hutan di tingkat tapak/lapangan, sedangkan tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan yaitu penyelenggaraan pengurusan/ administrasi kehutanan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasakan pembahasan dalam mmakalah ini dapat disimpulkan bahwa Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan lembaga pembaga pemerintahan yang aktif dalam bidang pengelolaan hutan dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait dengan hutan.
3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam pengelolaan hutan harus tetap memperhatikan kelestariannya sebab hutan dapat saja rusak bahkan habis apabila tidak dikelolah secara bijak.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan (DepHut), 2010. Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun 2010- 2029. Departemen Kehutanan. Jakarta.
DKN (Dewan Kehutanan Nasional), 2008. Meniti Langkah Membangun Pilar Kehutanan: Prioritas Revisi Regulasi Pengelolaan Hutan Alam dan Hutan Tanaman. Jakarta.
DKN (Dewan Kehutanan Nasional). 2009. Prioritas Pembangunan Kehutanan: Menyelamatkan Kekayaan Multi-fungsi Hutan dan Mewujudkan Keadilan Alokasi Pemanfaatan Hutan. Jakarta
Hawitt, S. 2009. Discource Analysis and Public Policy Research. Centre for Rural Economy, Discussion Paper Series No. 24, 2009. New Castle University Kementerian Kehutanan, 2010. RKTN (Rencana Kehutanan Tingkat Nasional). Draft 20 Agustus 2010. Jakarta.
Hawitt, S. 2009. Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat. Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Ribot, J. C. and N. Peluso, 2003. A Theory of Access. Rural Sociology 68 (2): 153-181.
Shore, Cris dan Susan Wright. 1997. Policy: A new field of anthropology. Di dalam: Anthropology of Policy: Critical Perspective on Governance and Power, (Cris Shore dan Susan Wright, eds). Routledge. London and New York.
Tim Terpadu, 2009. Perencanaan Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Tengah. Jakarta.
Comments
Post a Comment