SOSOK KEHADIRAN PEMIMPIN MILINEAL DAN BERKUALITAS BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KONAWE SELATAN PADA KONSTALASI PILKADA 2020

Image
Pemilihan kepala daerah di Indonesia pada tahun 2020 digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2021. Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2020 merupakan yang ketiga kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pelaksanaan pemungutan suara direncanakan digelar secara serentak pada bulan Desember 2020. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sejumlah nama dari kader-kader potensial partai politik (Parpol) mulai bermunculan. Ada 270 daerah yang akan mengikuti pilkada serentak salah satunya di Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Ada tiga kandidat yang kini ramai diperbincangkan dikalangan masyarakat saat ini, selain itu ada muncul bakal calon bupati dari kalangan milienal. Hal ini menarik dibicarakan. Hal ini disampaikan Ode Undu yang menjabat sebagai Sektaris Umum Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswah K...

MAKALAH Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Pulau Sumatera

KONSEVASI SUMBERDAYA HUTAN
“Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Pulau Sumatera ”





OLEH :
NURUL AJUN ALAM
M1A1 16 178
KEHUTANAN B





JURUSAN  KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2019
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas nikmat dan karunia-Nya Saya masih diberi kesahatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dan tak lupa pula dipanjatkan salam  kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW sebagaiman Beliau telah membawa perubahan kepada kita dari masa kegelapan ke masa yang terang benderang seperti saat ini.
Pembuatan makalah ini berjudul “ Strategi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Pulau Sumatera”, program studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, dalam lingkup Universitas Haluoleo, Kendari.
Saya menyadari  bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Saya harapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun. Sekian dan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat  dan memberikan infomasi kepada pembaca.
Wassalamuallaikum warahtullahi wabarakatu.


                                                                 Kendari, 02 Maret 2020

     Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................   i
DAFTAR ISI.........................................................................................................   ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang.................................................................................................   1
1.2. Rumusan masalah...........................................................................................   2
1.3. Tujuan............................................................................................................   2
1.4. Manfaat...........................................................................................................   2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian.......................................................................................................   3
2.2. Potensi Flora..................................................................................................   7
2.3. Potensi Fauna.................................................................................................   9
2.4. Ancaman Utama.............................................................................................   12
2.5. Pengelolaan Ekowisata di TN Tesso Nilo......................................................  14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan...................................................................................................   15
3.2.Saran..............................................................................................................   15
DAFTAR PUSTAKA


BAB 1
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Di tahun 1967 kawasan hutan nasional memiliki luas 144 juta hektar dan menyusut menjadi 101,73 juta hektar pada tahun 2003. Sementara itu pada tahun 1999 Pemerintah dan Bank Dunia melakukan kerja sama pemetaan ulang areal tutupan hutan, diketahui laju deforestasi rata-rata dari tahun 1985-1997 mencapai 1,7 juta hektar (Fandeli, 2012). Berbagai usaha dilakukan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan deforestasi, salah satunya dengan cara menetapkan sebagian wilayah hutan Indonesia menjadi kawasan hutan konservasi.
Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menambahkan hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan Konservasi terbagi menjadi Kawasan Suaka Alam (KSA); Kawasan Pelestarian Alam (KPA meliputi: taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam); dan Taman Buru.
Isu dan permasalahan di kawasan konservasi terutama di taman nasional banyak terjadi di sekitar wilayah penyangga atau berbatasan dengan kampung atau pemukiman penduduk lokal. Untuk itu dikembangkan konsep konservasi baru. (konservasi yang inovatif, kreatif, dan selektif) yang sangat baik dalam reposisi ilmu, dan teknologi konservasi yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan  bisnis yang prospektif yang dapat mensinergikan antara kepentingan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Kawasan hutan Tesso Nilo dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, saat ini juga menghadapi permasalahan yang sama dan perlu untuk dijaga dan dipertahankan. Dalam mencari solusi agar permasalahan-permasalahan tersebut di atas tidak meluas dan bertambah parah, Balai TN Tesso Nilo mengeluarkan kebijakan pemanfaatan TNTN secara lestari sebagai bagian dari konservasi kawasan, dengan menetapkan sebagian kawasan TNTN sebagai zona pemanfaatan untuk digunakan sebagai lokasi ekowisata.
 Rumusan Masalah
Adapun umusan masalah dalam makalah ini yaitu :
Apasaja potensi flora dan fauna di Taman Nasional Tesso Nilo ?
Apasaja ancaman utara dalam pengelolaan Taman Nasional Tesso Nilo ?
Bagaimana model pengelolaan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo ?
 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan yang ditemukan dalam pembuatan makalah ini untuk dijadikan sebagai sumber ilmu, literature, maupun dasar ilmu pengetahuan terutama dalam kajian tentang pengelolaan kawasan konservasi.
Adapun manfaat yang ditemukan dalam pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu, literature, maupun dasar ilmu pengetahuan terutama dalam kajian tentang pengelolaan kawasan konservasi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Tesso Nilo merupakan salah satu blok hutan dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Sumatera yang terletak di Provinsi Riau daratan – dan merupakan habitat alami bagi satwa dilindungi harimau dan gajah Sumatera. Sebagian hutan Tesso Nilo ditunjuk menjadi taman nasional pada 19 Juli 2004 oleh Menteri Kehutanan melalui KepMenHut No. 255/Menhut-II/2004dengan luas 38.576 ha. Pada kawasan tersebut terdapat dua kantong habitat gajah yang meliputi kawasan taman nasional dan kawasan di luar taman nasional, sehingga perlu dilakukan perluasan untuk dapat mengurangi konflik manusia-gajah serta menjaga keutuhan kawasan tersebut.
Perluasan Taman Nasional Tesso Nilo merupakan perwujudan komitmen bersama antara Departemen Kehutanan, pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten Pelalawan – yang didukung oleh Forum Masyarakat Tesso Nilo, Yayasan TN Tesso Nilo dan LSM -- seperti tercantum dalam Kesepakatan Bersama mengenai Perluasan Taman Nasional Tesso Nilo dan Penanganan Illegal Logging, Perambahan dan Kebakaran Hutan dan Lahan di kawasan Tesso Nilo pada akhir Agustus 2008 di Pekanbaru. Tipe Ekosistem hutan Tesso Nilo merupakan hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rain forest) yang tersisa di Sumatera saat ini. Kawasan hutan Tesso Nilo merupakan perwakilan ekosistem transisi dataran tinggi dan rendah yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.
2.2. Potensi Flora
Hasil penelitian LIPI dan WWF Indonesia (2003), melaporkan bahwa pencacahan pada petak berukuran 1 hektar, ditemukan 360 jenis yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku dengan rincian jumlah jenis pohon 215 jenis dan anak pohon 305 jenis. Bahkan Tesso Nilo juga disebut-sebut sebagai hutan yang terkaya keanekaragaman hayatinya di dunia dengan ditemukannya 218 jenis tumbuhan vascular di petak seluas 200 m2 oleh Center for Biodiversity Management dari Australia pada tahun 2001. Secara umum kondisi habitat di kawasan ini cukup baik dengan penutupan vegetasi lebih dari 90%.
Beberapa jenis tumbuhan yang ada di Tesso Nilo merupakan jenis yang terancam punah dan masuk dalam data red list IUCN, seperti Kayu Batu (Irvingia malayana), Kempas (Koompasia malaccensis), Jelutung(Dyera polyphylla), Kulim (Scorodocarpus borneensis), Tembesu (Fagraea fragrans), Gaharu (Aquilaria malaccensis), Ramin (Gonystylus bancanus), Keranji (Dialium spp), Meranti-merantian (Shorea spp.), Keruing (Dipterocarpus spp.), Sindora leiocarpa, Sindora velutina, Sindora Brugemanii, dan jenis-jenis durian (Durio spp.) serta beberapa jenis Aglaia spp.
Dari hasil penelitian LIPI (2003) di kawasan hutan Tesso Nilo juga ditemukan tidak kurang dari 83 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan obat dan 4 jenis tumbuhan untuk racun ikan. Jenis tumbuhan obat dan bahan racun tersebut terdiri dari 80 marga yang termasuk 48 suku dan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi sekitar 38 penyakit. Tanaman obat terpenting yaitu jenis yaitu pagago (Centella asiatica) dan patalo bumi (Eurycoma longifolia). Pagago sudah dibudidaya masyarakat lokal ditanam di pekarangan, sedangkan patalo bumi belum dibudidaya padahal sering dimanfaatkan sebagai fitofarmaka dan memiliki nilai jual tinggi.
2.3. Potensi Fauna
Kawasan hutan ini mempunyai daerah yang basah dan kering sehingga memungkinkan untuk berkembangnya kehidupan satwa liar, diantaranya gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), rusa (Cervus timorensis russa), siamang (Hylobathes syndactylus syndactylus), beruang madu (Helarctos malayanus malayanus). LIPI dan WWF Indonesia (2003), melaporkan bahwa kawasan Tesso Nilo memiliki indeks keanekaragaman mamalia yang tinggi yakni 3,696; dijumpai 23 jenis mamalia dan dicatat sebanyak 34 (16,5% dari 206 jenis mamalia yang terdapat di Sumatera) jenis dimana 18 jenis berstatus dilindungi serta 16 jenis termasuk rawan punah menurut IUCN.
Tabel. Daftar jenis mamalia di TNTN yang Dilindungi
No.
Species
Nama Indonesia
Status IUCN

1.
Cervus unicolor
Rusa sambar


2.
   Muntiacus muntjak
Kijang mencek
       –

3.
   Tragulus javanicus
Pelanduk kancil
       –

4.
 Tragulus napu
Pelanduk napu
 –

5.
Tapirus indicus
Tapir cipan
     Vulnerable

6.
Elephas maximus
Gajah sumatera
Endangered

7.
Manis javanica
Trenggiling peusing
Endangered

8.
Helarctos malayanus
Beruang madu
Vulnerable

9 .   
Lutrogale perspiciliata
Berang-berang
Vulnerable

10.
Neofelis nebulosa
Macan dahan
Vulnerable

11.
Panthera tigris
Harimau sumatera
   Endangered

12.
Pardofelis marmorata
Kucing
Near threatened

13.
Prionailurusbengalensis
Kucing kuwuk


14.
Prionailurus planiceps
Kucing emas
Vulnerable

15.
Arctictis binturong
Binturung muntu
Vulnerable

16.
Hystrix brachyuran
Landak sumatera
Vulnerable

17.
Trachypithecus auratus
Lutung budeng
   Vulnerable

18.
Hylobates agilis
Owa
Near threatened

Untuk burung, tercatat 114 jenis burung dari 28 famili. Total jenis burung yang ditemukan tersebut merupakan 29% dari total jenis burung di Pulau Sumatera yaitu 397 jenis. Ada satu jenis yang merupakan catatan baru secara ilmiah untuk daerah sebarannya yaitu Kipasan gunung Rhipidura albicollis dan ada jenis endemik Sumatera dan Kalimantan dengan sebaran terbatas dihutan pamah, sudah terancam tetapi belum dilindungi yaitu Empuloh paruh kait Setornis criniger.
Jenis burung yang langka dan atau dilindungi antara lain: Elang ular bido (Spilornis cheela), Alap-alap capung (Microchierax fringillarius), Kuau (Argusianus argus), Ceyx rufidorsa, Lacedo pulchella, Halcyon pileata, Aceros corrugates, Anorrhinus galeritus, Anthracoceros malayanus, Rangkong badak – Buceros rhinoceros, Buceros bicornis, Hypogramma hypogrammicum, Arachnothera crassirostris, Pijantung kecil (Arachnothera longirostra).
Berdasarkan hasil survey LIPI (2003) juga teridentifikasi:
a. Burung yang berperan dalam mempertahankan ekosistem hutan di Tesso Nilo:
1. Pemangsa puncak – mengendalikan populasi satwa lain untuk menjaga keseimbangan ekosistem : Elang ular Spilornis cheela
2. Sebagai penyerbuk : Hypogramma hypogrammicum, (Burung-madu Rimba), Arachnothera longirostris, (Pijantung kecil), Arachnothera crassirostris (Pijantung kampung)
b. Sebagai pemencar biji yaitu pemakan buah seperti : Julang jambul hitam Aceros corrugates, Enggang klihingan Anorrhinus galeritus, Kangakreng hitam Anthracoceros malayanus, Rangkong badak Buceros rhinoceros, Rangkong papan Buceros bicornis.
c. Indikator kerusakan hutan: Tukik tikus Sasia abnormis, Caladi badok Meiglyptes
d. Burung yang tercatat dimanfaatkan penduduk untuk konsumsi: Rangkong badak (Buceros rhinoceros), Kuau (Argusianus argus), Penyul (Rollulus rouloul), Ayam hutan (Gallus gallus), Sempidan (Lophura ignita), Punai lengguak (Treron curvirostra), Punai kecil (Treron olax), Punai bakau (Treron fulvicollis), Punai gagak (Ptilinopus jambu), Walik jambu (Chalcophaps indica).
e. Burung yang tercatat dipelihara atau diperdagangkan oleh penduduk: Perkutut (Geopelia striata), Nuri tanau (Psittinus cyanurus), serindit (Loriculus galgulus), betet ekor panjang (Psittacula longicauda) dan beo Sumatera (Gracula religiosa).
Kelompok herpetofauna terdiri dari 33 jenis yang dibedakan lagi menjadi 15 jenis reptilia yaitu 8 jenis ular, 2 jenis londok/bunglon, 2 jenis cicak terbang, 2 jenis buaya air tawar dan 1 jenis bulus/labi-labi. Delapan belas jenis lainnya dari amfibia yaitu 1 jenis katak serasah, 2 jenis kodok, 1 jenis katak percil, 1 jenis katak lekat dan 12 jenis katak (5 jenis katak, 1 jenis bancet dan 6 jenis kongkang) serta 1 jenis katak pohon.
Jenis-jenis serangga yang terdapat di hutan Tesso Nilo yaitu: Kumbang (Coleoptera), Cocopet (Dermaptera), Lalat (Diptera), Kepik (Hemiptera), Tonggeret/Wereng (Homoptera), Lebah, tawon, semut (Hymenoptera), Laron (Isoptera), Kupu dan Ngengat (Lepidoptera), Undur-undur (Neuroptera), Capung dan capung jarum (Odonata), Belalang, jangkrik, kecoa (Orthoptera).
2.4. Ancaman Utama
Ancaman yang paling nyata terhadap kawasan hutan TNTN adalah pembalakan liar dan penjarahan lahan. Pembalakan liar terjadi hampir diseluruh wilayah di dalam hutan Tesso Nilo. Hal tersebut dipicu oleh kondisi ekonomi masyarakat di sekitar hutan serta kebutuhan akan kayu yang demikian tinggi, ditambah lagi adanya akses ke dalam hutan yang sudah cukup lancar dengan dibangunnya koridor-koridor jalan di dalam hutan oleh bekas HPH dan perusahaan-perusahaan besar seperti RAPP. Pengawasan yang lemah dari instansi pemerintah di bidang ini juga menyebabkan aktivitas pembalakan liar dapat berlangsung dengan leluasa.
Penjarahan dan klaim lahan juga banyak dijumpai di kawasan hutan Tesso Nilo. Pelaku penjarahan dan klaim lahan umumnya adalah masyarakat setempat yang kondisi ekonominya terbatas serta memerlukan lahan untuk memperluas kebun dan menggantungkan hidupnya. Namun dijumpai juga adanya masyarakat luar yang ikut melakukan pelanggaran ini. Masyarakat dari luar biasanya diundang oleh elite desa yang memiliki kepentingan untuk menguasai lahan yang pada gilirannya akan mengkonversi hutan menjadi lahan perkebunan. Disamping itu, spekulan tanah juga mulai bermunculan dengan tujuan memperjual-belikan lahan dan membuat kebun sawit.
Degradasi hutan Tesso Nilo yang terus menerus tersebut juga mengancam kekayaan hayati yang dikandungnya. Kehilangan habitat merupakan faktor utama yang mengancam kelestarian satwa besar seperti gajah dan harimau di kawasan tersebut. Berkurangnya habitat mengakibatkan meningkatkan frekuensi konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan dengan gajah. Konflik antara masyarakat dengan harimau juga dijumpai pada beberapa lokasi. Konflik yang terjadi ini biasanya diakhiri dengan terbunuhnya gajah atau harimau yang dianggap mengganggu.
Perambahan hutan merupakan pembukaan lahan dalam hutan yang digunakan untuk lahan perladangan, pemukiman dan lain-lain. Kegiatan perambahan yang sering terjadi di dalam kawasan yaitu penyerobotan lahan oleh penduduk sekitar maupun oleh pihak perusahaan yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional. Kegiatan perambahan ini dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi kawasan TNTN, dampak tersebut antara lain: menimbulkan erosi, banjir, longsor, hutan menjadi gundul, dan merusak keseimbangan keaneragaman hayati berserta ekosistemnya.
Berdasarkan laporan tahunan TNTN tahun 2008, bentuk gangguan kawasan lain yang terjadi selama tahun 2008 adalah sebagai berikut:
Pencurian kayu dan penebangan liar oleh masyarakat yang disinyalir untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu untuk memenuhi kebutuhan pembuatan rumah warga yang berada disekitar taman nasional.Penyerobotan kawasan hutan oleh masyarakat disekitar taman nasional untuk kepentingan perladangan.Tumpang tindih penggunaan kawasan taman nasional dengan pemukiman masyarakat tradisional dan Perusahaan seperti PT. RAPP, PT. RPI dan PT. Inti Indosawit.Pembukaan lahan hutan untuk perladangan dan kebun oleh masyarakat yang berada dan bermukim di dalam taman nasional.
2.5. Pengelolaan Ekowisata di TN Tesso Nilo
Pengelolaan ekowisata di zona pemanfaatan TNTN dilakukan oleh kelompok masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga yang bernama “Kelompok Masyarakat Pariwisata (KEMPAS) Adventure” dengan dukungan dari berbagai pihak. Lebih lanjut pengelolaan ekowisata oleh kelompok Kempas akan dijabarkan sebagai berikut:
2.5.1. Perencanaan
Hal-hal yang melatarbelakangi pengembangan ekowisata di Taman Nasional Tesso Nilo yaitu adanya aktivitas kunjungan turis lokal dan mancanegara ke kawasan TN Tesso Nilo. Faktor pedukung lainnya adalah keberadaan ekosistem alami berupa kawasan (hutan) TN Tesso Nilo beserta potensi keanekaragaman hayatinya merupakan daya tarik yang dapat dimanfaatkan dalam penyelenggaraan aktivitas ekowisata. Melihat potensi kawasan Taman Nasional Tesso Nilo sebagai lokasi ekowisata dan memperhatikan kondisi masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga, menyebabkan WWF Indonesia-Program Riau (atau disingkat WWF Riau) menginisiasi pembentukan kelompok masyarakat ekowisata TNTN. Hingga pada tanggal 30 Desember 2011, terbentuklah kelompok masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga yang disebut Kelompok Masyarakat Pariwisata (Kempas) Adventure sebagai kelompok yang menawarkan dan menyelenggarakan kegiatan ekowisata di zona pemanfaatan Taman Nasional Tesso Nilo.
Tahapan perencanaan ekowisata TN Tesso Nilo sudah dimulai sejak tahun 2009 dengan melakukan identifikasi potensi keanekaragaman hayati di jalan setapak (trails) yang berada di zona pemanfaatan TN Tesso Nilo dan lokasi sekitar zona pemanfaatan. Identifikasi potensi keanekaragaman hayati dilakukan oleh anggota masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga dengan dibantu oleh tenaga ahli WWF Riau. Sukmantoro, et.al. (2010) menjelaskan dari identifikasi potensi keanekaragaman hayati di zona pemanfaatan TNTN diketahui bahwa ada 8 jalur/trek wisata: (1) bekas areal konsesi PT. RAPP, (2) Sungai Nilo, (3) Sungai Sawan, (4) jalur darat sungai perbekalan, (5) jalur darat Lubuk Balai, (6) jalur darat Tampak, (7) jalur darat Batang Lanjung, dan (8) jalur darat Muara Sawan. Kedelapan jalur ekowisata ini sangat potensial untuk pengamatan keanekaragaman hayati dan juga pengamatan budaya dan tradisi masyarakat lokal.
Pihak Balai TN Tesso Nilo memberikan izin tidak tertulis bagi kelompok Kempas untuk memanfaatkan atau mengelola zona pemanfaatan kawasan TN Tesso Nilo sebagai lokasi penyelengaraan aktivitas ekowisata. Pihak Balai TN Tesso Nilo melihat program ekowisata yang dilakukan oleh masyarakat ini sebagai salah satu bagian dari program pemberdayaan masyarakat. Pihak Balai TN Tesso Nilo dan WWF Riau berkeinginan agar kegiatan wisata yang berlangsung di kawasan TNTN bersifat wisata terbatas dengan jumlah pengunjung kecil. Hal ini merujuk kepada definisi ekowisata oleh The International Ecotourism Society (2002) dalam Nugroho (2011), dimana ekowisata adalah pariwisata berkelanjutan yang secara spesifik memuat upaya-upaya sebagai berikut:
Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya.
Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan dan operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan.
Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada pengunjung.
2.5.2. Pengorganisasian
Dalam menjalankan aktivitas ekowisata di zona pemanfaatan TNTN, kelompok Kempas melakukan pembagian tugas dan wewenang sehingga penyelenggaraan ekowisata bisa berjalan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2015 keanggotaan kelompok Kempas berjumlah 24 orang dengan struktur organisasi berupa Pendamping, Ketua, Bendahara, Sekretaris, dan Anggota.
Struktur organisasi kelompok Kempas yang dibentuk secara sederhana menyebabkan pendelegasian tugas dapat berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lannon (2008), delegasi merupakan pelimpahan tugas dan tanggung jawab (biasanya dari seorang atasan untuk bawahan) untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Pendelegasian yang baik dapat menghemat pengeluaran (biaya), menghemat waktu, memotivasi dan membangun keahlian orang dan tim.
2.5.3. Pelaksanaan
Pada masa awal pelaksanaan ekowisata di zona pemanfaatan TN Tesso Nilo, kelompok Kempas mendapatkan bantuan dana operasional dari pihak pendamping WWF Riau dan pihak Yayasan TN Tesso Nilo. Dana operasional ini dibutuhkan kelompok untuk membeli alat dan bahan pendukung aktivitas ekowisata. Dana operasional tersebut dikeluarkan oleh pihak pendamping, dikarenakan belum adanya perencanaan yang terperinci mengenai harga paket ekowisata yang ditawarkan. Untuk menangani masalah diatas, kelompok Kempas melakukan pertemuan untuk membahas permasalahan tersebut. Pertemuan tersebut berhasil merumuskan harga-harga paket wisata yang harus dibayar oleh calon wisatawan, dan dari harga paket tersebut kelompok Kempas mendapatkan pemasukan dan dana operasional pelaksanaan ekowisata secara mandiri.
Dalam perjalanannya, pada tahun 2013 kelompok Kempas mendapatkan bantuan dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Pelalawan  dengan membangun gerai souvenir dan fasilitas toilet umum di wilayah Desa Lubuk Kembang Bunga, dan juga memberikan bantuan kepada kelompok Kempas berupa hibah perahu pompong sebagai alat operasional bagi kelompok dalam melakukan wisata susur sungai. Selain itu Disbudpora Kab. Pelalawan juga memfasilitasi kelompok Kempas dalam hal pelatihan kepariwisataan dan pendidikan Bahasa Inggris. Pihak lain yang turut membantu pengembangan ekowisata TNTN adalah Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (YTNTN) yang bekerjasama dengan WWF Riau melalui perjanjian pelaksanaan program Tropical Forest Conservation Act, memberikan bantuan pendanaan bagi WWF Riau selaku pihak pendamping Kempas. Bantuan pendanaan ini digunakan WWF Riau untuk peningkatan fasilitas pendukung ekowisata dan peningkatan kapasitas anggota kelompok Kempas melalui pelatihan dan studi wisata.
2.5.4. Pengendalian
Dalam hal fungsi pengendalian kelompok secara internal, Kempas melakukannya secara mandiri. Secara rutin anggota Kempas mencatat setiap wisatawan yang datang berkunjung dalam buku tamu. Kelompok Kempas juga memperhatikan standar pelayanan yang diberikan kepada wisatawan, untuk menjaga mutu pelayanan kempas. Di akhir kegiatan ekowisata, Kempas juga secara terbuka menerima kritik dan saran perbaikan dari wisatawan untuk perbaikan pelayanan di masa yang akan datang. Selain itu, ketua kelompok Kempas melakukan pertemuan dengan anggota apabila ada kendala atau permasalahan yang perlu dicari solusinya. Dalam penyelenggaran aktivitas ekowisata di dalam kawasan TN Tesso Nilo, kelompok Kempas juga menerapkan sejumlah aturan dan larangan.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diberikan dalam makalah ini yaitu Tesso Nilo merupakan salah satu blok hutan dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Sumatera yang terletak di Provinsi Riau daratan – dan merupakan habitat alami bagi satwa dilindungi harimau dan gajah Sumatera. Sebagian hutan Tesso Nilo ditunjuk menjadi taman nasional pada 19 Juli 2004 dengan luas 38.576 ha. Pada kawasan tersebut terdapat dua kantong habitat gajah yang meliputi kawasan taman nasional dan kawasan di luar taman nasional, sehingga perlu dilakukan perluasan untuk dapat mengurangi konflik manusia-gajah serta menjaga keutuhan kawasan tersebut.
3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam pembuatan makalah ini ialah perlu dilakukan dilakukan praktik langsung dilapangan atau tempat khusus dikawasan  Taman Nasional agar ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan lebih dipahami lebih dalam.




DAFTAR PUSTAKA

Balai TamanNasional TessoNilo. (2012). Laporan Tahunan Balai Taman Nasional Tesso Nilo. Riau: BalaiTamanNasionalTessoNilo.
Bartos, O.J. & Wehr, P. (2002). Using conflict theory. Cambridge: CambridgeUniversity Press. International Institute for Environment and Development (IIED). (2005). Stakeholder Power Analysis.London: IIED.
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.663/ Menhut-II/2009 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas ± 44.492 ha di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau Menjadi Taman Nasional sebagai Per-luasan Taman Nasional Tesso Nilo, untuk Penambahan LuasKawasan 44.492 ha.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.73/Menhut- II/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. P.54/ Menhut-II/2006 tentang Penetapan Provinsi Riau sebagai Pusat Konservasi Gajah Sumatera.
Soeharto, W.B. (2013). Menangani konflik di Indonesia. Jakarta : Kata Hasta Pustaka.
Wulan, Y.C., Yasmi, Y., Purba, C., & Wollenberg, E. (2004). Analisa konflik sektor kehutanan di Indonesia 1997-2003.Bogor:CIFOR.
WWF-Indonesia. (2013a). Menelusuri sawit illegal dari kompleks hutan Tesso Nilo: Perambahan ekosistemkunci Sumatera oleh industriminyak sawit. (Laporan tahunan). Riau:WWF.
WWF-Indonesia. (2013b). Strategi penanganan perambah di Taman Nasional Tesso Nilo. (Laporan terbatas)Riau:WWF.
Yasmi, Y., Schanz, H., & Salaim, A.B. (2007). Manifestation of conflict escalation in natural resource management. In Yasmi, Y. (Ed.), Institutionalization of conflict capability in the management of natural resources: Theoretical perspectives  and empirical

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pencemaran Laut dari Tumpahan Minyak (Oil Spill))

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM INVENTARISASI SUMBER DAYA HUTAN “Angka Bentuk Pohon Hutan Tanaman Dan Struktur Serta Komposisi Tegakan Hutan Alam”

MAKALAH TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA)