SOSOK KEHADIRAN PEMIMPIN MILINEAL DAN BERKUALITAS BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KONAWE SELATAN PADA KONSTALASI PILKADA 2020

Image
Pemilihan kepala daerah di Indonesia pada tahun 2020 digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2021. Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2020 merupakan yang ketiga kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pelaksanaan pemungutan suara direncanakan digelar secara serentak pada bulan Desember 2020. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sejumlah nama dari kader-kader potensial partai politik (Parpol) mulai bermunculan. Ada 270 daerah yang akan mengikuti pilkada serentak salah satunya di Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Ada tiga kandidat yang kini ramai diperbincangkan dikalangan masyarakat saat ini, selain itu ada muncul bakal calon bupati dari kalangan milienal. Hal ini menarik dibicarakan. Hal ini disampaikan Ode Undu yang menjabat sebagai Sektaris Umum Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswah K...

Makalah HASIL HUTAN NON KAYU Tumbuhan Monokotil pada Bambu

HASIL HUTAN NON KAYU
“Tumbuhan Monokotil pada Bambu”




OLEH :
NAMA : SAHRUN
STAMBUK : M1A1 16 174
KELAS : KEHUTANAN C







JURUSAN  KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2018

KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatu
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas nikmat dan karunia-Nya Saya masih diberi kesahatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dan tak lupa pula dipanjatkan salam  kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW sebagaiman Beliau telah membawa perubahan kepada kita dari masa kegelapan ke masa yang terang benderang seperti saat ini.
Pembuatan makalah ini berjudul “Tumbuhan Monokotil pada Bambu”, program studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, dalam lingkup Universitas Haluoleo, Kendari.
Saya menyadari  bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Saya harapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun. Sekian dan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat  dan memberikan infomasi kepada pembaca.
Wassalamuallaikum warahtullahi wabarakatu.

Kendari,   Desember 2018
Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................   i
DAFTAR ISI.........................................................................................................   ii
BAB 1 
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang.................................................................................................   1
1.2. Rumusan masalah...........................................................................................   2
1.3. Tujuan............................................................................................................   2
1.4. Manfaat...........................................................................................................   3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Potensi Bambu...............................................................................................   5
2.2. Jenis-Jenis Bambu..........................................................................................   7
2.3. Manfaat Bambu..............................................................................................   9
 Pengawetan Bambu.....................................................................................   12
BAB III
PENUTUP
31.Kesimpulan....................................................................................................   15
3.2.Saran..............................................................................................................   15
DAFTAR PUSTAKA




BAB 1
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Bambu merupakan salah satu jenis rumput-rumputan yang termasuk ke dalam famili Gramineae dan merupakan bagian dari komoditas hasil hutan bukan kayu. Novriyanti, (2005) dalam Arsad, E (2014) mengemukakan bahwa bambu sangat potensial sebagai bahan substitusi kayu karena rumpunan bambu dapat terus berproduksi selama pemanenannya terkendali dan terencana. Bambu memiliki beberapa keunggulan dibanding kayu yaitu memiliki rasio penyusutan yang kecil, dapat dilengkungkan atau memiliki elastisitas dan nilai dekoratif yang tinggi. 
Sulastiningsih et-al (2005), mengemukakan bahwa bambu merupakan tanaman cepat tumbuh dan mempunyai daur yang relatif pendek yaitu 3 – 4 tahun sudah bisa dipanen. Bambu sebagai salah satu bahan baku yang mudah dibelah, dibentuk dan mudah pengerjaannya, disamping itu harganya relatif murah dibandingkan bahan baku kayu. Bambu merupakan tumbuhan yang mengandung lignoselulosa dan bisa dimanfaatkan untuk banyak keperluan. Menurut Sulastiningsih dan Santoso (2005). 
Masalah yang timbul dalam pemanfaatan bambu sebagai bahan pertukangan adalah keterbatasan bentuk dan dimensinya serta mudah terserang organisme perusak bambu. Untuk keperluan itu semua, perlu dilakukan laminasi dan teknologi pengawetan. Selain itu bambu bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan wood pellet atau biopellet. Teknologi ini mulai dikembangkan di Swedia pada tahun 80 - an. Sedangkan di Indonesia teknologi ini baru dikembangkan (Windarwati, 2011).
Berdasarkan uraian diatas mengenai asal usul atau sejarah tentang gaharu, maka perlu diketahui pula pekembangan pembudidayaan gaharu di Indonesia. Sebab akan memberikan pengetahuan yang lebih jauh mengenai pembahasan ini.
 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
Apa saja potensi bambu ? 
Apa saja jenis - jenis bambu ?
Bagaimana manfaat bambu dan teknologi pengolahan bambu?
Bagaiman cara pengawetan bambu?
 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
Dapat mengetahui potensi bambu
Dapat mengetahui jenis - jenis bambu
Dapat memahami manfaat bambu dan teknologi pengolahan bambu
Dapat menerapkan cara pengawetan bambu
Manfaat
Adapun manfaat yang ditemukan dalam pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu, literature, maupun dasar ilmu pengetahuan terutama dalam kajian tentang tumbuhan monokotil khususnya bambu di Indonesia.

BAB II
PEMBHASAN
2.1. Potensi Bambu
Ditinjau dari potensinya, pada tahun 2000 luas tanaman bambu di Indonesia adalah 2.104.000 ha yang terdiri dari 690.000 ha luas tanaman bambu di dalam kawasan hutan dan 1.414.000 ha luas tanaman bambu di luar kawasan hutan (Inbar, 2005 dalam Arsad E, 2014). Menurut Kanoh, M (2009), di Kab. Hulu Sungai Selatan luas areal bambu diperkirakan sekitar 22.158 ha. Dengan produksi sekitar 3000 batang/ha. Diperkirakan ada 600 - 700 jenis bambu di dunia, 125 jenis bambu berada di Indonesia dan 50 jenis diantaranya mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai Bahan kerajinan dan industri. 

Gambar 1. Habitus bambu
Bambu sebagai salah satu sumber daya alam yang potensial untuk dikembangkan karena bambu merupakan tumbuhan multi guna dan cepat panen. Bambu dimungkinkan dapat menggantikan kayu atau paling tidak dapat mensubstitusi kayu komersial baik untuk kebutuhan sekarang maupun yang akan datang. Mengingat Indonesia merupakan negara penghasil bambu terbesar ketiga dunia, setelah Cina dan Thailand Hidayat, (2012).
2.2. Jenis-Jenis Bambu
( Bambu Batung atau Betung (Dindrocalamus asper)
( Pring kuning /Bambu kuning (Bambusa volgaris Schard) 
( Bambu Duri (Bambusa blumeana Bl)  
( Bambu buluh atau Bambu suluk (Gigantochloa levis Merr) 
( Bambu Tamiang ( Schizotachysim blunei Ness) 
( Bambu Apus (Gigantochloa apus Kurz) 
( Bambu Legi (Gigantochloa atter )
( Bambu Cina (Bambusa multiplex ) 
( Bambu Haur/Haur kuning
Sumber : Arsad E. (2013)
Dari sekian jenis bambu tersebut yang banyak tumbuh di daerah Kalimantan Selatan yaitu bambu Batung, Bambu Apus dan Bambu Buluh, tetapi hingga kini belum dimanfaatkan masyarakat secara optimal. Untuk kepentingan tersebut, bambu bisa dijadikan sebagai sumber.energi alternatif yang bernilai ekonomis. Pada saat ini ketergantungan kita semua terhadap energi tidak terbarukan sangatlah besar. Oleh karena itu guna meringankan beban tersebut, pemerintah berupaya keras mencari sumber-sumber energi alternatifyang dapat diperbaharui, diantaranya energi biomassa. Biomassa merupakan energi terbarukan dalam bentuk energi padat yang berasal dari tumbuhan berlignoselulosa baik yang langsung digunakan atau diproses terlebih dahulu (Tampobolon, 2008). Peranan bambu sebagai bahan substitusi kayu sudah banyak digunakan di berbagai negara. Selain karena bambu memiliki elastisitas dan kekuatan, bambu cocok untuk konstruksi seperti baja karena bentuknya yang menyerupai pipa atau dijadikan bahan konstruksi modern dengan teknik penyambungan (Kusuma, 2006). Menurut Sulastiningsih (2006), bambu lamina dari cina untuk produk lantai bisa dijual dengan harga sekitar Rp. 250.000/m2. Oleh karena itu perlu adanya upaya pegembangan kearah yang lebih baik.
2.3. Manfaat Bambu
Bambu merupakan salah satu tumbuhan yang penting bagi kehidupan
masyarakat dipedesaan. Bambu bersifat kosmopolit yaitu dapat bertahan hidup
dalam segala cuaca, baik di daerah panas maupun dingin, didataran rendah, tebing maupun dipegunungan. Bambu memiliki sifat dasar kayu dan bukan kayu karena bisa digunakan untuk konstruksi rumah, jembatan, barang industri 
dapur, penghara  peralatan kerajinan, bahan tirai, alat lain musik, sumpit dan sebagainya. Di masyarakat, penggunaan bambu masih terbatas, faktor yang sangat berpengaruh adalah sifat fisik dan mekanik, ketidak seragaman panjang ruas dan ketidak awetan terhadap organisme perusak.

Gambar 2. Rumah dan meja yang terbuat dari bambu
 Sunardiyanto, (2012), menyatakan terkait hal tersebut bambu
perlu dilakukan teknologi pengolahan dan pengawetan. Dengan adanya teknologi
tersebut, maka diharapkan penggunaan bambu dapat ditingkatkan untuk berbagai
keperluan, baik untuk keperluan industri, bambu juga sebagai bahan minuman,
lotion, tusuk gigi, tusuk sate, bahan pengisi kayu lapis, alat musik dan lainnya,
maupun kebutuhan pembangunan perumahan. Beberapa teknologi yang
sudah dilakukan sebagai berikut :
Pembuatan wood pellet 
Pembuatan Wood Pellet dapat pula digunakan bahan baku selain kayu yaitu bambu maupun dari limbah pengolahan bambu. Karena bambu merupakan
tumbuhan yang mengandung lignoselulosa. Bambu sebagai salah satu
sumber daya alam yang cukup potensial. Bambu memiliki sifat-sifat yang positif
seperti kuat, ulet, mudah dibelah, dibentuk dan mudah pengerjaannya, disamping itu harganya relatif murah dibandingkan bahan baku kayu. Disamping itu bambu merupakan tanaman yang cepat panen. Pada umumnya pembuatan wood pellet berasal dari limbah industri penggergajian kayu, limbah tebangan dan hasil hutan lainnya, termasuk bambu. Industri di Indonesia baru mampu menghasilkan wood pellet sebesar 40.000 ton sedangkan produksi di dunia mencapai 10 juta ton. Jumlah ini belum memenuhi kebutuhan dunia pada tahun 2010 yang diperkirakan
mencapai 12,7 juta ton. 

Gambar 3. Bambu yang telah di kumpulkan
Peluang mengembangkan wood pellet sangat terbuka luas mengingat limbah hasil hutan Indonesia sangat besar (Anonim, 2010). Beberapa penelitian tentang wood pellet telah dilakukan, menurut Wang dan Yan,
(2005), pemanfaatan wood pellet mampu mengurangi emisi CO2 dan menghasilkan efisiensi panas sebesar 80%. Pembuatan wood pellet dari sumber terbarukan (renewable resource), seperti limbah kayu (waste wood) berbagai sumber bahan baku kayu (feed stock) dapat digunakan untuk menghasilkan wood pellet. Untuk bahan baku limbah kayu hanya memerlukan sedikit pengeringan (bahkan tanpa pengeringan) sebelum memasuki proses produksi pellet. Menurut Terroka et al (2009), biomassa pellet secara signifikan mempunyai emisi yang lebih rendah dari pada kayu bakar, tetapi masih lebih tinggi dibanding pembakaran gas alam. Menurut Rocha (2006), kekuatan mekanis wood pellet yang dihasilkan pada umumnya cukup rendah, mudah patah dan kurang efisien. Kualitas bakaran tidak mengandung banyak asap seperti kayu
bakar, Hendra (2012), mengemukakan wood pellet dapat ditentukan dari bahan
baku dan proses produksi. Oleh karena itu diperlukan pengembangan teknologi
konversi biomassa yang baru, murah dan efisien. Penggunaan pellet untuk bahan bakar cukup mudah dan hasil pe Total kontribusi sumber energi biomassa diperkirakan sebesar 36% dari total kebutuhan energi Indonesia, selebihnya adalah untuk kebutuhan rumah tangga dan industri skala rumah tangga. Prihandana dan Hendroko (2007).
Pembuatan Bambu Lamina
Bambu memiliki batang yang kecil dan berlubang, sehingga jika digunakan untuk keperluan yang lebih lebar, panjang dan tebal atau datar perlu dilakukan teknologi perekatan atau laminasi, misalkan jika digunakan untuk keperluan pembuatan mebel, lantai dan dinding bangunan. Bambu lamina dibuat dari bahan baku bambu yang dibentuk menjadi strip dengan ukuran panjang sesuai dengan kemampuan alat press, lebar strip sesuai dengan keadaan bambu yang digunakan untuk pembuatan bambu lamina atau bambu lapis yang diinginkan. Tebal strip bambu yang digunakan untuk bambu
lamina atau papan buatan tergantung dengan jenis bambu dan tebal bambu,
seperti bambu Betung, bambu Andong, bambu Hitam dan lainnya. Menurut
Iskandar (2007), penggunaan bambu lapis atau lamina antara lain untuk rangka
balok, dinding, lantai, pintu, lemari, meja, kursi dan peti kemas. Teknologi yang
digunakan terdiri dari pengeringan strip bambu pada suhu kamar, perekatan dan pengepressan dengan tekanan dan waktu tertentu. Perekat yang digunakan bisa
menggunakan Urea Formaldehid maupun Poly Vinyl Acetat dengan lama waktu press sesuai rencana kerja. Untuk penggunaan perekat UF waktu pengepressan tidak terlalu lama karena menggunakan panas, sedangkan jika menggunakan perekat Poly Vinyl Acetat biasanya lama waktu pengepressan selama 12 jam tanpa pemanasan. 
Menurut Misdarti, (2006) dalam Arhamsyah, (2011). Nilai keteguhan rekat dipengaruhi oleh kandungan padat dari perekat, semakin tinggi kandungan
padat maka. kadar resin akan semakin tinggi, hal itu menunjukkan bahwa perekat tersebut berkualitas baik. Selain itu keteguhan rekat dipengaruhi oleh kadar
abu perekat. Semakin tinggi kadar abu maka nilai keteguhan rekatnya akan semakin berkurang. 
Bambu Inti Kayu Lapis
Bambu dapat digunakan sebagai bahan baku untuk inti kayu lapis, tatapi
dalam prosesnya terlebih dahulu bambu dilakukan pemotongan dan pembelahan
dilanjutkan dengan pembuatan strip. Dilakukan pengeringan strip pada suhu kamar. Dilanjutkan dengan perekatan dengan menggunakan perekat Urea
Formaldehid yang biasa digunakan untuk perekat kayu lapis. Strip bambu disusun
diatas venir yang sudah diberi perekat kemudian diatas strip bambu diberi
perekat, selanjutnya bagian atas ditutup dengan venir dan dilakukan pengepressan serta diberikan pemanasan dengan tekanan tertentu dan waktu tertentu.
Setelah itu dikeluarkan dari alat press yang dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu kamar, setelah dingin dilakukan pembuatan contoh uji untuk diuji sifat fisik dan mekanik.
Menurut Sulastiningsih et al (2004) dalam Arhamsyah (2011), pada
umumnya kerapatan produk komposit dipengaruhi oleh kerapatan bahan
penyusunnya, perekat dan proses perekatan. Seperti halnya dengan kadar
air, kerapatan juga dipengaruhi oleh perbedaan bahan baku, perekat dan kadar perekat
2.3.4. Arang Bambu
Arang bambu dibuat dari bahan baku bambu, Bambu yang digunakan pada umumnya adalah jenis bambu yang memiliki daging bambu yang cukup tebal,
proses pembuatan arang bambu dilakukan dengan cara memotong bambu yang masih segar terlebih dahulu dilakukan pengeringan agar bambu mudah dilakukan
proses karbonisasi atau pengarangan adapun panjangnya disesuaikan dengan
besar dan tingginya alat dan bisa juga dengan cara timbun. Cara timbun ini yaitu
dengan menggali tanah, dilakukan pembakaran dengan waktu 5 sampai
dengan 6 jam. Selanjutnya dilakukan pembongkaran arang dalam tungku.
Setelah itu dilakukan proses pendinginan. Kemudian dilakukan pengujian sesuai dengan ketentuan yang mengacu standar tentang syarat arang tempurung kelapa.
Adapun manfaat dari arang bambu selain sebagai pelindung dari gelombang elektromagnet, arang bambu juga bermanfaat sebagai penghilang bau dan kelembaban, untuk perawatan kulit, penjernihan air, menambah aroma dan
meneral dalam memasak nasi, menjaga air dalam akuarium tetap bersih dan sehat,
serta dapat pula dijadikan sebagai media tanaman bunga dan lainya (Mai Tan Weng, 2007). Menurut Krisdianto et al (2006) dalam Amaliyah dan Kuswarini (2012) nilai kalor arang rata-rata hasil penelitian sebesar 6602 kal/g, sedangkan nilai kalor arang hasil penelitian 6731,08 kal/g hingga 7245,23 kal/g.
2.3.5. Bambu Untuk Pulp dan Kertas
Bambu merupakan hasil hutan non kayu yang dapat dikembangkan, dibudidayakan serta dapat dijadikan bahan baku pengolahan pulp dan kertas diberdayakan untuk berbagai keperluan dengan upaya teknologi permesinan maupun teknologi sederhana. Bambu yang berlimpah di Indonesia dapat
digunakan sebagai bahan baku multi guna dan memiliki keunggulan tertentu. Diharapkan bambu dapat menggantikan bahan baku konvensional, dalam hal ini kayu. Pada saat ini kayu mulai terbatas dan harganya relatif mahal, sedangkan
bambu merupakan salah satu keperluan serat pulp untuk kertas terus meningkat,
hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Khusus di Indonesia yang
berada di daerah tropis, tanaman bambu merupakan salah satu pilihan bahan baku
pulp dan kertas paling penting (Lybeen et al. 2006). 
Bambu mempunyai keunggulan jika digunakan sebagai bahan baku kertas,
karena cepat pertumbuhan dan mudah diputihkan setelah diolah menjadi pulp menggunakan proses kraft karena tekstur bambu sebagai tanaman monokotil lebih
banyak jaringan parenkim, sehingga tidak sepadat kayu. Patt et al (2005),
mengemukakan bahwa selain komponen kimia dan kondisi pengolahan, morfologi
serat bahan berlignoselulosa jugamerupakan salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan pulp dan kertas, karena komposisi jaringan tanaman dalam sel yang beragam. Secara khusus serat yang panjang fleksibilitas yang tinggi, tebal dinding terhadap lumen yang rendah
diperlukan dalam pembuatan pulp dan kertas Xu et al (2005). Menurut
Khakifirooz, et al (2013), klasifikasi serat bambu termasuk kelas serat panjang, yaitu minimal 1,9 mm). Menurut Lapierre, (2006) dalam Nuriyatin dan Sofyan, 
panjang(2011), serat menegaskan bahwa berpengaruh positif terhadap kekuatan
kertas. Sedangkan Kerapatan ikatan pembuluh, berdasarkan anatomi 8 jenis
bambu berturut-turut dari yang tertinggi ke yang terendah Nuriyatin, (2011).
2.3.6. Rebung bambu
Rebung bambu bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan, sepertiuntu k pengolahan kripik, sebagai bahan untuk sayuran dan bisa juga dibuat menjadi
tepung untuk bahan pangan lainnya setelah melalui proses pengeringan dan
pengolahan tepung. Menurut Krisdianto, et al (2014) Rebung bambu sekarang sudah jadi komoditas internasional di pasar global. Terbukti bahwa permintaan rebung lewat e-mail seperti negara Jepang, Inggris, Korea Selatan, Hongkong dan Slovakia. 
Bonggol bambu 
Bonggol bambu dapat digunakan diantaranya untuk berbagai keperluan sebagai pegangan golok atau hulu pisau, alat untuk membuat sambel (olek), papan partikel, gantungan kunci dan Lainnya(Sunarko, et al 2012). 
2.3.8. Bambu Sebagai Sarana
Di daerah pegunungan pada umumnya terdapat air yang mengalir dan kalau musim penghujan tiba, sungai selain digunakan sebagai transportasi juga bisa digunakan untuk tempat wisata/ arung jeram. Kegiatan tersebut biasanya menggunakan bambu sebagai sarananya yang disebut dengan nama lanting bambu, baik untuk sarana transportasi sungai maupun untuk kepentingan lainnya. Arsad, (2013). 
2.4. Pengawetan Bambu 
Bambu adalah tumbuhan yang mudah terserang organisme perusak seperti jamur biru (Blue Stain) dan binatang serangga (penggerek). Binatang tersebut menyerang bambu karena adanya zat pati yang terdapat pada daging bambu (Noor , 2009). Sehingga perlu dilakukan teknologi pengawetan, baik pengawetan tradisional maupun modern. Pengawetan bambu dimaksudkan untuk menambah waktu pakai atau meningkatkan daya tahannya terhadap serangan jasad perusak bambu. Bambu perlu dilakukan pengawetan karena sifatnya yang mudah diserang perusak bambu terutama serangan rayap, bubuk kayu kering dan blue stain. Pengawetan bambu secara garis besar dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : 2.4.1. Pengawetan tradisional 
Pengawetan dengan cara non kimia (tradisional) sudah lama digunakan oleh masyarakat pedesaan. Kelebihan metode ini adalah tidak membutuhkan biaya dan dapat dilakukan sendiri tanpa penggunaan alat-alat khusus. Pengawetan dengan cara ini dimaksudkan adalah untuk menghilangkan amilum atau zat pati yang terdapat pada bambu. Menurut C. Any Sulistyowati dalam rubrik Teknologi Wacana berdasarkan Pusat Informasi Teknologi Serapan ELSPPAT pengawetan bambu secara tradisional dapat dilakukan dengan cara curing, pengasapan,
pelaburan, perendaman dalam air dan perebusan.
3.2.2. Pengawetan bambu dengan cara modern
Berdasarkan Pusat Informasi Teknologi Serapan ELSSPAT pengawetan
bambu juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat
racun bagi jasad perusak, agar bambu menjadi tahan lama. Bahan pengawet yang
dapat digunakan dalam pengawetan bambu antara lain koppers formula 7,
BFCA, boraks, asam borat, copper chrom, boron (CCB) NaOH, CCF dan lainnya,
tetapi harus sesuai dengan aturan pemakaian yang sudah ditentukan. Tingkat
keberhasilan pengawetan bambu dengan bahan kimia tergantung dari beberapa
faktor yaitu : kondisi fisik bambu sebelum diawetkan, berat jenis bambu, umur
bambu, musim, jenis bahan pengawet, posisi dan ukuran bambu.
Syarat bahan pengawet yang baik : 
( Bersifat racun terhadap mahluk perusak bambu
( Mudah masuk dan tetap tinggal di dalam bambu
( Bersifat permanen dan tidak mudah luntur  
( Bersifat toleran terhadap bahan – bahan lain misalnya logam, perekat dan cat/finishing 
( Tidak mempengaruhi kembang susut bambu 
( Tidak merusak sifat fisik, mekanik dan kimia bambu 
( Tidak mudah terbakar 
( Tidak berbahaya bagi manusia dan hewan peliharaan 
( Mudah dikerjakan, diangkut mudah didapat dan harganya relatif murah













BAB III
 PENUTUP
3.1. Kesimpulan 
Bambu merupakan hasil hutan non kayu yang dapat dijadikan substitusi bahan baku kayu seperti produk wood pellet untuk bahan bakar, kayu lapis, mebel dan bahan bangunan serta arang untuk bahan bakar. Selain daripada itu bambu dapat digunakan sebagai bahan pangan, minuman, alat musik, alat tangkap ikan
dan lainnya. Di Amerika Serikat dan Eropa bambu digunakan pula sebagai pereda nyeri, lotion dan sabun mandi. 
3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini ialah untuk lebih jelasnya lagi harus ada praktikumnya. Sebab, praktik akan memberikan pemahaman yang lebih dalam terutama dalam pengelolaan bambu.







DAFTAR PUSTAKA
Arsad, E 2013. Peningkatan Nilai Tambah Bambu Non Komersial
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pellet Bambu. Baristand Industri Banjarbaru. 24 halaman. 2. 
Hendra, D. 2012. Pellet Sebagai Bahan Bakar Ramah Lingkungan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 30 (2) Juni
2012 : 144 – 154. 
Inbar, 2005. dalam Arsad, E, 2014. Global Forest Resources Assessment. Update2005. Indones Cauntria Report on Bamboo Resources. Forest Resources Assessment Working y Paper (Bamboo) Food and Agreculture Organization of The United Nations, Forestry Departement and International Network for Bamboo and
Rattan. Jakarta.
Iskandsar, M.I, 2007. Proses Produksi Kayu Lapis. Diklat Pelatihan Verifikasi IPTIK. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Khakifirooz, A. R, Ravanbakhsh, I, Samariba, Akiaci, M, 2013 Investigating the possibility of (hemi - mechanical pulping of bagasse
Bioresource, 8 (1), 21 – 30.
Kanoh, M. (2009). Luas areal bambu di Kab. Hulu Sungai Selatan. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan.
Kusuma. B.W, 2006. Mengangkat gengsi bambu dalam arsitektur
modern. Harian Kompas terbitan 23
April 2006. 
Lapierre, L, Bouchard J, Berry R. 2006 dalam Jurnal 2011, on the
relation between fibre length, cellulose
chain length and pulp viscosity of a softwood sulfite pulp.JurnalM Penelitian Hasil Hutan, 29(2) : 287 – 300.
Lybeer B, Vanacker J, Goetghebeur, P. 2006. Variability in fibre and
parenchyma cell walls of temperate and tropical bamboo culms of different ages Spr-Verlag.inger. 
Mohamad S, Hidayat, 2012. Bambu sebagai produk ramah lingkungan guna meningkatkan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan. Pidato
Menteri Perindustrian. Pada pembukaan forum pengembangan
bambu nasional. Jakarta, 23 Oktober 2012. 14. Novriyanti, E. 2005. dalam Arsad, E (2014), Bambu tanaman Multi manfaat
Pelindung tepian Sungai. Info Hasil Hutan Vol 2. No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. 

SUMBER :
Arsad, E. 2015. Teknologi pengolahan dan manfaat bambu. Jurnal Riset Industri hasil hutan, vol.7(1): 45 –52.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pencemaran Laut dari Tumpahan Minyak (Oil Spill))

MAKALAH EKOLOGI DINAMIKA MASYARAKAT TUMBUHAN “ Suksesi Tumbuhan”

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM INVENTARISASI SUMBER DAYA HUTAN “Angka Bentuk Pohon Hutan Tanaman Dan Struktur Serta Komposisi Tegakan Hutan Alam”