REKREASI ALAM DAN EKOWISATA
“Potensi dan Pengelolaan Ekowisata Taman Nasional Wakatobi”
OLEH :
SAHRUN (M1A1 16 174)
RIDWAN (M1A1 16 115)
JUSMAN (M1A1 16 193)
KEMAL MUHSANDI (M1A1 16 094)
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2019
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatu
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas nikmat dan karunia-Nya Saya masih diberi kesahatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dan tak lupa pula dipanjatkan salam kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW sebagaiman Beliau telah membawa perubahan kepada kita dari masa kegelapan ke masa yang terang benderang seperti saat ini.
Pembuatan makalah ini berjudul “Potensi dan Pengelolaan Ekowisata Taman Nasional Wakatobi”, program studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, dalam lingkup Universitas Haluoleo, Kendari.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Saya harapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun. Sekian dan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan infomasi kepada pembaca.
Wassalamuallaikum warahtullahi wabarakatu.
Kendari, 9 September 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang................................................................................................. 1
1.2. Rumusan masalah........................................................................................... 2
1.3. Tujuan............................................................................................................ 2
1.4. Manfaat........................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Potensi Kawasan Taman Nasional Wakatobi................................................ 7
2.2. Pengelolaan Ekowisata................................................................................ 12
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan................................................................................................... 30
3.2.Saran.............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan pariwisata dunia telah melahirkan bentuk pariwisata baru yang berorientasi pada sumber daya alam / keindahan alam dan potensi masyarakat lokal serta perjalanan yang dilakukan bersifat individual. Bentuk pariwisata ini lebih dikenal dengan ekowisata, lahir akibat dari perubahan dan perkembangan ekonomi dunia khususnya di negara-negara maju yang memicu perubahan gaya hidup dan cara pandang masyarakat di negara maju serta kemajuan di bidang teknologi informasi dan transportasi yang menyebabkan motif melakukan perjalanan ke dunia baru (negara-negara berkembang) untuk mencari tantangan dan ilmu pengetahuan (Asit, 2004).
Taman nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang dimaksud taman nasional yakni kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Rafika, 2011).
Kawasan Taman Nasional dikelola oleh pemerintah dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Kawasan Taman Nasional dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, ekonomis, social dan budaya. Rencana pengelolaan taman nasional sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan (Anonymous, 2009).
Taman Nasional Laut Wakatobi merupakan taman nasional dengan luas 1.390.000 ha, ditetapkan sebagai taman nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 393/Kpts-VI/1996. Dengan demikian maka Taman Nasional Kepulauan Wakatobi merupakan Taman Nasional Laut terbesar kedua yang di miliki Indonesia setelah Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Berdasarkan studi oleh WWF dengan nama Rapid Ecological Assesment (REA) pada tahun 2003 menunujukan bahwa Taman Nasional Kepulauan Wakatobi memiliki kondisi ekosistem terbaik didunia. Hal ini diindikasikan dengan keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman ikan karang dan biota lainnya dan mengindikasikan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi berada pada pusat keanekaragaman hayati sehingga menempatkan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi sebagai kawasan dengan keanekaragaman ikan karang tertinggi di dunia bersama-sama dengan Teluk Milne, Papua Nugini dan Taman Nasional Komodo, Indonesia (Asit, 2004).
Potensi dan daya tarik atraksi wisata alam yang dimiliki Taman Nasional Kepulauan Wakatobi telah mengundang investor untuk mengembangkan kegiatan pariwisata dan menarik para wisatawan untuk mengunjungi kawasan Wakatobi. Kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi mulai berjalan sejak tahun 1996. Oleh karena itu pengembangan kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi harus tetap memperhatikan kelestarian dan keutuhan kawasan sebagai kawasan konservasi (Asit, 2004).
Rumusan Masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah Pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut Taman Nasional Wakatobi sebagai Ekowisata ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana Potensi Kawasan Taman Nasional Wakatobi ?
Bagaimana mengembangan kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi dengan tetap memperhatikan kelestarian dan keutuhan kawasan sebagai kawasan konservasi.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah Pengelolaan Kawasan Perlindungan Laut Taman Nasional Wakatobi sebagai Ekowisata ini adalah sebagai berikut :
Dapat memberikan informasi tentang pengelolaan kawasan taman nasional sebagai perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut dan karang khususnya sebagai kawasan ekowisata.
Dapat mengembangan kegiatan pariwisata di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Wakatobi dengan tetap memperhatikan kelestarian dan keutuhan kawasan sebagai kawasan konservasi.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang ditemukan dalam pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu, literature, maupun dasar ilmu pengetahuan terutama dalam kajian tentang pengembangan rekreasi alam dan ekowisata.
BAB II
PEMBAHASAN
Potensi Kawasan Taman Nasional Wakatobi
Secara umum perairan laut Taman Nasional Wakatobi mempunyai konfigurasi dari mulai datar sampai melandai ke arah laut dan beberapa daerah terdapat yang bertubir curam. Kedalaman airnya bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter dengan dasar perairan sebagian besar berpasir dan berkarang. Sementara itu kekayaan sumberdaya laut di Taman Nasional Wakatobi di kelompokkan menjadi 8 sumberdaya penting, yaitu : terumbu karang, mangrove, padang lamun, tempat pemijahan ikan, tempat bertelur burung pantai, dan peneluran penyu, cetacean serta potensi ikan yang bernilai ekonomis. Kedelapan sumberdaya penting tersebut merupakan bagian dari ekosistem Taman Nasional (Dephut, 2008).
Berikut ini beberapa tipe ekosistem penyusun Taman Nasional Wakatobi, yaitu sebagai berikut :
2.1.1. Terumbu karang
Terumbu karang perairan Wakatobi berada di pusat segitiga karang dunia (the heart of coral triangle centre), yaitu wilayah yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut lainnya tertinggi di dunia, yang meliputi Phillipina, Indonesia sampai Kepulauan Solomon. Penafsiran citra Landsat 2003, diketahui luas terumbu di P. Wangi-Wangi lebar terumbu 120 m dan 2,8 km. Untuk P. Kaledupa dan P. Hoga, lebar 60 m dan 5,2 km. P. Tomia rataan terumbunya mencapai 1,2 km untuk jarak terjauh dan 130 m terdekat. Kompleks atol Kaledupa mempunyai lebar terumbu 4,5 km dan 14,6 km. Panjang atol Kaledupa ± 48 km. Karang Kaledupa merupakan atol memanjang ke Tenggara dan Barat Laut 49,26 km dan lebar 9.75 km (atol tunggal terpanjang di Asia Pasifik). Ada 396 spesies karang Scleractinia hermatipic terbagi 68 genus, 15 famili, serta rataan setiap stasiun pengamatan berkeragaman 124 spesies (Santoso, 2009).
Jenis terumbu karang di kepulauan ini terdiri dari terumbu karang cincin (atol reef), terumbukarang tepi (fringing reef), terumbukarang penghalang (barrier reef) dan karang gosong (patch reef). Berdasarkan hasil citra satelit, diketahui bahwa luas terumbu karang di Kepulauan Wakatobi adalah 88.161,69 hektar. Adapun komponen utama yang menyusun terumbu karang di Kepulauan Wakatobi yaitu karang hidup (hard coral dan soft coral) dan karang mati (dead coral), serta organisme lain yang bersimbiosis dengan karang. Pada kedalaman 1 meter dan 3 meter banyak ditemukan jenis karang bercabang dari marga Acropora selain itu juga ditemukan jenis karang masif (Haryono (2002) dalam Dephut (2008)).
Gambar 2. Pusat Segitiga Karang Dunia
Mangrove
Tercatat 22 jenis dari 13 famili mangrove sejati, antara lain : Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, Osbornia octodonta, Ceriops tagal, Xylocarpus moluccensis, Scyphiphora hydrophyllacea, Bruguiera gymnorrhiza, Avicennia marina, Pemphis acidula, dan Avicennia officinalis. Kondisi mangrove ini sedang sampai baik. Luasan areal mangrove tertinggi di P. Kaledupa. Mangrove di P. Wangi-Wangi, Kaledupa dan Tomia kondisinya sudah mengalami tekanan masyarakat lokal. Sedang di P. Binongko kondisi mangrove relatif terjaga, karena umumnya berstatus hutan adat atau masih mengandung SARA (Santoso, 2009).
Mangrove atau bakau adalah jenis tanaman yang hidup pada ekosistem peralihan antara pantai dan daratan. Hutan bakau menjadi pelindung pantai dari ancaman gelobang pasang atau tsunami. Fungsi Mangrove atau bakau menurut Faruli (2008), yaitu :
Sebagai habitat atau tempat yang nyaman untuk memijah.
Tempat membesarkan anak, mencari makan dan tempat berlindung bagi ikan, udang dan kepiting.
Padang lamun
Tercatat 9 jenis lamun di perairan Wakatobi dengan sebaran yang umumnya merata, tersebar pada daerah intertidal setelah terumbu karang dan juga ditemukan di antara terumbu karang. Jenis lamun yang telah diidentifikasi di perairan Kepulauan Wakatobi yaitu Enhalus acororides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Thalassodenron ciliatum, Halodule uninervis, Cymodocea serullata. Jenis E. acoroides dan C. Rotundata banyak ditemukan pada substrat pasir dan pecahan karang, sedangkan jenis T. hemprichii, S. isoetiofolium dan H. ovalis banyak ditemukan substrat pasir halus dan pasir kasar (Dephut, 2008).
Cetacean
Berdasarkan hasil monitoring Balai TNW-WWF-TNC sampai tahun 2006 tercatat 12 jenis cetacean di kawasan TNW yang terdiri dari 8 jenis paus dan 5 jenis lumba-lumba (RPTNW (2008) dalam Santoso (2009)).
Peneluran penyu
Monitoring BTNW-WWF-TNC tahun 2006 ( RPTNW (2008) dalam Santoso (2009)) tercatat 2 jenis penyu dijumpai di Kepulauan Wakatobi, yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Ada 5 lokasi peneluran penyu hijau yaitu Pulau Runduma, Pulau Anano, Pulau Kentiole, Pulau Tuwu-tuwu (Cowo-Cowo) dan Pulau Moromaho.
Ikan
Berdasar Indeks Keragaman Ikan Karang (RPTNW (2008) dalam Santoso (2009)), menunjukkan ± 942 spesies terdapat di wilayah Wakatobi. Menempatkan Wakatobi pada kategori keanekaragaman hayati sama dengan Teluk Milne di Papua Nugini dan di Komodo. Famili paling beragam spesiesnya yaitu wrasse (Labridae), damsel (Pomacentridae), kerapu (Serranidae), kepe-kepe (Chaetodontidae), surgeon (Acanthuridae), kakatua (Scaridae), cardinal (Apogonidae), kakap (Lutjanidae), squirrel (Holocentridae), dan angel (Pomacanthidae). Sepuluh famili ini meliputi hampir 70% total hewan tercatat. Hasil survei Rapid Ecological Assessment menyatakan lebih 80% ada di peringkat 2 - 3 dari range 6 keanekaragaman hayati.
Gambar 3. Jenis ikan hias biota Wakatobi
Daerah pemijahan ikan
Meskipun pada survey pertama sejak tahun 2003 telah teridentifikasi sekitar 29 lokasi, akan tetapi hanya 4 lokasi yang positif menjadi daerah pemijahan ikan (pemijahan kerapu dan kakap) (BTNW, 2009).
Gambar 4. Pemijahan ikan pada ekosistem laut Wakatobi
Habitat burung pantai
Dari hasil beberapa pengamatan visual di kawasan TNW di Pulau Moromaho yang terletak di bagian paling tenggara kepulauan Wakatobi diduga merupakan habitat burung pantai dan daerah persinggahan/transit bagi beberapa jenis burung migran yang bermigrasi dari benua Australia menuju Pasifik. Namun sampai saat ini belum dilakukan identifikasi dan inventarisasi untuk mengetahui informasi yang lebih lengkap tentang habitat dan keragaman burung pantai di P. Moromaho. Burung (aves) mempunyai peran sebagai indikator kondisi suatu ekosistem atau habitat, selain itu juga diduga berperan dalam penyebaran bibit beberapa jenis tumbuhan dalam wilayah jelajahnya (BTNW, 2009).
Gambar 5. Pendaratan burung di sekitar Wakatobi
Pengelolaan Ekowisata
Adapun manajemen pengelolaan ekowisata ini yaitu :
Sistem kelembagaan
Balai Taman Nasional Wakatobi mengelola kawasan seluas 1.390.000 Ha dan secara struktural BTNW memiliki tiga (3) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW) yaitu SPTNW I berkedudukan di Kota Wanci Pulau Wangi-Wangi, SPTNW II berkedudukan di Ambeua Pulau Kaledupa dan SPTNW III di Waha Pulau Tomia. Sementara itu kantor Balai Taman Nasional berkedudukan di Kota Bau-Bau. (Dephut, 2008).
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Nasional adalah organisasi pelaksana teknis pengelolaan taman nasional yang berada di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. UPT Taman Nasional dipmpin oleh seorang Kepala yang bertugas melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan Taman Nasional berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (Anonymous, 2009).
Balai Taman Nasional Wakatobi, dalam pengeloaannya bekerjasama dengan LSM Asing (TNC - WWF Wakatobi Program) dengan tujuan kolaboratif manajemen, dan mitra lainnya adalah PT. Wakatobi Resort (PMA), dan Yayasan Alam Mitra Wakatobi. Fungsi Taman Nasional Wakatobi berdasarkan Permenhut No. P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Taman Nasional dalam BTNW (2009) adalah :
Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan taman nasional;
Pengelolaan taman nasional;
Penyidikan, Perlindungan dan pengamanan kawasan;
Promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;
Pengembangan Bina Cinta Alam dan penyuluhan KSDAH&E;
Kerjasama pengembangan KSDAH&E serta pengembangan kemitraan;
Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan taman nasional;
Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam.
1). Mode Zonasi
Saat ini pengelolaan Taman Nasional tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan parapihak oleh sebab itu pengelolaannya Taman Nasional Wakatobi dikelola secara kolaboratif yang sudah dimulai sejak tahun 2003. Salah satu kegiatannya adalah revisi zonasi Taman Nasional Wakatobi. Revisi zonasi dilakukan secara partisipatif dengan melakukan kunjungan dan dialog kepada nelayan, kelompok masyarakat dan pertemuan di tingkat kampung. Dan kemudian pada tahun 2004 dilakukan rangkaian lokakarya di tingkat kecamatan dan kabupaten sampai muncul satu kesepahaman bersama tentang tata ruang pengelolaan Taman Nasional Wakatobi. Untuk lebih menyempurnakan rumusan revisi zonasi maka dilakukan pengkajian efektifitas pengelolaan TN Wakatobi oleh tim independen (Dephut, 2008).
Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (Permenhut, 2006).
Taman Nasional Wakatobi (TNW) dikelola dengan sistem zonasi, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 198/Kpts/DJ-VI/1997 tanggal 31 Desember 1997, terdiri atas: zona inti, zona pelindung, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan, dan zona pemanfaatan tradisional. Namun karena proses penetapannya dianggap belum melalui tahapan proses konsultasi diberbagai tingkatan serta pembagian ruangnya belum sesuai dengan fungsi peruntukan serta kebutuhan yang berkembang maka penetapan zonasi lama banyak menimbulkan konflik dilapangan (Buku Zonasi Taman Nasional Wakatobi, 2008).
Akhirnya Revisi zonasi Taman Nasional disyahkan berdasarkan keputusan Dirjend PHKA NO. SK.149/IV-KK/2007 dan ditandatangani bersama oleh Dirjend PHKA, Bupati Wakatobi dan Kepala Balai TN Wakatobi pada tanggal 23 Juli 2007. Sistem zonasi yang dihasilkan ini merupakan bagian dari tata ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi (tata ruang wilayah perairan). Berikut ini hasil revisi zonasi Taman Nasional Wakatobi dalam Dephut (2008):
Zona Inti : 1.300 Ha
Zona Perlindungan Bahari : 36.450 Ha
Zona Pariwisata : 6.180 Ha
Zona Pemanfaatan Lokal : 804.000 Ha
Zona Pemanfaatan Umum : 495.700 Ha
Zona Khusus/Daratan : 46.370 Ha
Rumusan zonasi Taman Nasional Wakatobi dalam buku Zonasi Taman Nasional Wakatobi (2008), diuraikan seperti dibawah ini :
a. Zona Inti (Core Zone), bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas.
1. Deskripsi
a. Memiliki tipe ekosistem khas sebagai keterwakilan tipe ekosistem taman nasional, serta memiliki keanekaragaman jenis flora, fauna yang tinggi, endemik, langka, terancam punah dan dilindungi.
b. Memiliki kenekaragaman hayati yang tinggi, gejala alam, fenomena alam, peninggalan situs budaya/sejarah.
c. Zona ini merupakan bagian kawasan yang berada relatif jauh dengan akses yang minimum.
2. Tujuan Penetapan
Untuk memberikan perlindungan mutlak terhadap :
a. Flora dan fauna penting, endemik, langka, terncam punah, peka dan dilindungi terhadap berbagai bentuk gangguan/kerusakan;
b. Ekosistem khas yang merupakan contoh keterwakilan ekosistem dari suatu wilayah;
c. Keanekaragaman hayati yang tinggi;
d. Gejala alam, fenomena alam, peninggalan situs budaya/sejarah.
3. Fungsi dan Peruntukan
Zona inti berfungsi dan diperuntukan bagi:
a. Perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan;
b. Sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya.
4. Kriteria
Zona inti adalah:
a. Bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia;
c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
d. Mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;
e. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi;
f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah;
g. Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan
khas/endemik;
Merupakan tempat aktivitas satwa migran.
5. Ketentuan aturan
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;
c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau penunjang budidaya;
d. Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan.
6. Potensi Sumber Daya Penting
Zona inti yang hanya terdapat di sebagian Pulau Moromaho memiliki potensi dan keterwakilan sumberdaya penting yaitu ekosistem mangrove, habitat burung, dan pantai peneluran penyu yang mutlak dilindungi dan tertutup dari berbagai macam aktifitas manusia untuk menjaga keutuhan dan kelestarian ekosistem asli dan fungsi ekologisnya.
7. Letak Geografis/lokasi
Zona inti TNW meliputi wilayah perairan dan sebagian daratan Pulau Moromaho seluas ± 1.300 Ha (0,09 %).
b. Zona Perlindungan Bahari (No Take Zone), adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan.
1. Diskripsi
Zona perlindungan bahari merupakan zona yang memerlukan perlindungan dan pelestarian. Proses alami tetap menjadi prioritas, namun kegiatan manusia dalam batas-batas tertentu masih diperkenankan seperti rekreasi dan pariwisata alam. Dalam zona ini juga diperkenankan adanya kegiatan pembinaan habitat, pembinaan populasi, dan rehabilitasi.
2. Tujuan Penetapan
a. Memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap ekosistem, flora, faunadan habitatnya serta daerah jelajah berbagai jenis satwa liar/biota laut, gejala alam, fenomena alam, peninggalan situs budaya/sejarah.
b. Pemanfaatan atas potensi sumber daya alam dan lingkungan alam untuk kegiatan penelitian, pengembangan ilmu pengatahuan, pemantauan, pendidikan lingkungan dan konservasi alam, menunjang budidiaya, budaya serta pariwisata alam secara terbatas.
3. Fungsi dan Peruntukan
a. Kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migrant dan menunjang budidaya serta
b. Mendukung zona inti.
4. Kriteria
a. Kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar;
b. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan;
c. Merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran.
5. Ketentuan aturan
Kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona perlindungan bahari meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan oleh Balai TNW dan pihak terkait lainnya;
b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;
c. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;
d. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan populasi hidupan liar;
e. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas;
f. Alur lalu-lintas pelayaran umum.
6. Potensi Sumber Daya Penting
Zona perlindungan bahari di TNW memiliki potensi dan keterwakilan sumberdaya penting yaitu ekosistem mangrove, daerah pemijahan ikan (SPAGS), pantai peneluran penyu, keterwakilan ekosistem karang penghalang (barrier reef), keterwakilan ekosistem karang cincin (atoll) yang harus dilindungi untuk menjaga keutuhan dan kelestarian keterwakilan ekosistem asli dan fungsi ekologisnya serta mendukung zona inti.
7. Letak Geografis/Lokasi
Zona perlindungan bahari TNW meliputi sebagian wilayah karang penghalang bagian timur P. Wangi-Wangi, karang Pasiroka, bagian utara dan timur P. Kaledupa, perairan bagian selatan P. Lentea Utara, perairan bagian utara P. Darawa, bagian selatan Karang Kaledupa, pantai dan perairan P. Anano, perairan bagian tenggara P. Runduma, Karang Runduma, perairan P. Kentiole, perairan P. Cowo-cowo/Tuwu-tuwu, Karang Koko dan perairan P. Moromaho (diluar zona inti) seluas ± 36.450 Ha (2,62 %).
c. Zona Pariwisata (Tourism Zone), adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.
1. Diskripsi
Merupakan zona yang memiliki potensi sumber daya alam yang menarik yang secara fisik dan biologi kurang sensitif untuk pembangunan sarana dan prasarana fisik bagi akomodasi pariwisata alam dan pengelolaan taman nasional. Zona ini merupakan pusat rekreasi dan kunjungan pariwisata alam. Lokasinya berdekatan dengan daerah pemukiman dan mudah dijangkau/aksesibilitas mudah, sehingga pengembangannya dapat memberikan dampak keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat.
2. Tujuan Penetapan
Pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistem taman nasional dalam bentuk jasa lingkungan berupa fenomena alam dan keindahan alam bagi pengembangan pariwisata dan rekreasi, pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam dan pengelolaan lapangan serta menunjang peran serta masyarakat secara aktif dalam pelayanan jasa pariwisata alam serta mendorong pengembangan ekonomi masyarakat dan daerah dari jasa pariwisata alam.
3. Fungsi dan Peruntukan
Zona pariwisata berfungsi dan diperuntukan bagi:
a. Pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan
b. Pengembangan yang menunjang pemanfaatan,
c. Kegiatan penunjang budidaya.
4. Kriteria
Kriteria zona pariwisata meliputi:
a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik;
b. Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
c. Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan;
d. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan;
e. Tidak berbatasan langsung dengan zona inti.
5. Ketentuan Aturan
Kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan dalam zona pariwisata meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan oleh Balai TNW dan pihak terkait lainnya;
b. Inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam hayati dengan ekosistemnya;
c. Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya;
d. Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam;
e. Pembinaan habitat dan populasi;
f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan;
g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan.
h. Alur lalu-lintas pelayaran umum.
6. Potensi Sumber Daya Penting
Zona pariwisata di TNW memiliki potensi dan keterwakilan sumberdaya penting yang merupakan daya tarik wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan lainnya berupa ekosistem mangrove, daerah pemijahan ikan (SPAGS), pantai pasir putih P. Hoga, keterwakilan ekosistem karang penghalang (barrier reef), keterwakilan ekosistem karang cincin (atoll) dan keterwakilan ekosistem karang tepi (fringing reef) yang harus dilindungi untuk menjaga keutuhan dan kelestarian keterwakilan ekosistem asli dan fungsi ekologisnya serta mendukung zona inti.
7. Letak Georafis/lokasi
Zona pariwisata TNW meliputi wilayah perairan bagian timur P. Wangi-Wangi (barrier reef), perairan dan pantai bagian barat Pulau Hoga, perairan tanjung Sombano, mangrove di pesisir Sombano-Mantigola P. Kaledupa, mangrove di pesisir P. Derawa, perairan bagian barat Waha P. Tomia, perairan sekitar Pulau Tolandono Tomia (Onemobaa), dan sebagian wilayah bagian tengah ke arah selatan Karang Koromaha, karang bagian barat, utara dan selatan Karang Tomia, bagian tenggara Karang Kapota, perairan bagian utara dan selatan P. Binongko serta Karang Otiolo yang merupakan lokasi di wilayah perairan Kep. Wakatobi yang selama ini telah menjadi daerah tujuan wisata serta menjadi sasaran pengembangan pariwisata Kabupaten Wakatobi seluas 6.180 Ha (0,44 %).
d. Zona Pemanfaatan Lokal (Local Using Zone) adalah zona yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya yang biasanya menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam laut.
1. Diskripsi
Merupakan zona taman nasinal yang terdapat kegiatan secara tradisional penduduk setempat dalam memanfaatkan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
2. Tujuan Penetapan
Untuk mengakomodasi pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara tradisional oleh penduduk setempat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, serta mencegah kemungkinan terjadinya pemanfaatan yang dapat merusak. Mempertahankan hubungan interaksi (saling ketergantungan) masyarakat terhadap potensi alam Taman Nasional, sehingga timbul rasa memilki taman nasional.
3 Fungsi dan Peruntukan
Zona pemanfaatan lokal berfungsi dan diperuntukan bagi: pemanfaatan potensi sumber daya alam tertentu di kawasan taman nasional oleh masyarakat setempat (Wakatobi) secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan peningkatan kesejahteraan.
4. Kriteria
Kriteria zona pemanfaatan lokal meliputi:
a. Adanya potensi dan kondisi sumber daya alam hayati tertentu yang telah
dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat/lokal Wakatobi guna memenuhi kebutuhan hidupnya;
b. Di wilayah perairan tersebut terdapat potensi dan kondisi sumber daya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengambilan, pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan peningkatan kesejahteraan.
5. Ketentuan Aturan
Kegiatan yang diperbolehkan dilakukan di dalan zona pemanfaatan lokal adalah :
a. Perlindungan dan pengamanan oleh Balai TNW dan pihak terkait lainnya;
b. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat;
c. Pembinaan habitat dan populasi;
d. Penelitian dan pengembangan;
e. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.
f. Alur lalu-lintas pelayaran umum.
6. Potensi Sumber Daya Penting
Zona pemanfaatan lokal memiliki kekayaan sumberdaya alam laut berupa ikan karang, ikan pelagis dan biota laut ekonomis lainnya yang dapat dikembangkan untuk usaha perikanan karang dan perikanan tangkap laut dalam bagi masyarakat Wakatobi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
7. Letak Geografis / Lokasi
Zona pemanfaatan lokal TNW meliputi sebagian besar wilayah perairan pesisir pulau-pulau di Kep. Wakatobi selain peruntukan zona lainnya dalam radius ± 4 mil dari Pulau Wangi-Wangi, P. Kaledupa, P. Tomia, P. Binongko, P. Runduma, P. Kapota, P. Komponaone, P. Nuabalaa, P. Nuaponda, P. Matahora, P. Sumanga, P. Oroho, P. Ndaa dan serta sebagian besar wilayah Karang Kapota, Karang Kaledupa/Tomia, dan bagian tengah ke arah utara Karang Koromaha seluas 804.000 Ha (57,84 %).
e. Zona Pemanfaatan Umum (Common Using Zone) adalah zona yang diperuntukan bagi pengembangan dan pemanfaatan perikanan laut dalam.
1. Deskripsi
Merupakan zona taman nasional yang terdapat kegiatan secara tradisional penduduk setempat dalam memanfaatkan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
2. Tujuan Penetapan
Untuk mengakomodasi pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara tradisional dan modern baik oleh penduduk setempat/lokal Wakatobi maupun oleh nelayan/pengusaha perikanan dari luar Wakatobi dalam rangka pengembangan usaha perikanan pelagis/laut dalam yang akan mendukung pembangunan Kabupaten Wakatobi sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Fungsi dan Peruntukan
Zona pemanfaatan umum berfungsi dan diperuntukan bagi pemanfaatan potensi sumber daya perairan laut dalam di kawasan TNW baik oleh masyarakat setempat/local Wakatobi maupun oleh nelayan/pengusaha perikanan dari luar Wakatobi dalam rangka pengembangan usaha perikanan pelagis/laut dalam yang akan mendukung pembangunan Kabupaten Wakatobi sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Kriteria
Kriteria zona pemanfaatan umum meliputi:
a. Adanya potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati perairan laut dalam yang telah dan akan dikembangkan untuk pemanfaatan bagi usaha perikanan pelagis/laut dalam baik secara tradisional maupun modern sebagai sumber penghasilan masyarakat daerah Kabupaten Wakatobi;
b. Di wilayah perairan laut dalam tersebut terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dan akan dimanfaatkan melalui kegiatan pengusahaan perikanan pelagis bersadarkan ketentuan yang berlaku.
5. Ketentuan Aturan
Kegiatan yang diperbolehkan dilakukan di dalan zona pemanfaatan umum adalah :
a. Perlindungan dan pengamanan oleh Balai TNW dan pihak terkait lainnya;
b. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dapat dimanfaatkan;
c. Pembinaan habitat dan populasi;
d. Penelitian dan pengembangan;
e. Pengembangan dan pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku;
f. Alur lalu-lintas pelayaran umum.
6. Potensi Sumber Daya Penting
Zona pemanfaatan umum memiliki kekayaan sumberdaya alam laut berupa ikan-ikan pelagis yang dapat dikembangkan untuk usaha perikanan tangkap laut dalam bagi masyarakat Wakatobi maupun bagi nelayan atau pengusaha perikanan dari luar Wakatobi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
7. Letak Geografis / Lokasi
Zona pemanfaatan umum TNW meliputi sebagian besar wilayah perairan diluar radius ± 4 mil dari pulau-pulau dan gugusan terumbu karang di Wakatobi seluas 495.700 Ha (35,66 %).
f. Zona Daratan/Khusus (Land Zone) adalah wilayah daratan berupa pulau-pulau yang berpenduduk dan telah memiliki hak kepemilikan atas tanah oleh masyarakat yang pengaturannya akan dilakukan dan menjadi dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Cakupan zona daratan/khusus meliputi Pulau Wangi-Wangi dan pulau-pulau kecil disekitarnya, P. Kaledupa, P. Tomia, P. Binongko, P. Runduma, P. Anano, P. Kapota, P. Komponaone, P. Hoga, P. Lentea, P. Derawa, P. Lentea Selatan, P. Sawa, P. Kentiole, P. Tuwu-Tuwu, dan sebagian P. Moromaho seluas ± 46.370 Ha (3,34 %).
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No: P. 56 /Menhut-II/2006 tentang pedoman zonasi taman nasional, kriteria zona khusus adalah meliputi:
a. Telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional;
b. Telah terdapat sarana prasarana antara lain telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik, sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional;
c. Lokasi tidak berbatasan dengan zona inti.
Peruntukkan zona khusus yaitu untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal diwilayah tersebut sebelum ditunjuk dan ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan Iistrik. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona khusus meliputi:
a. Perlindungan dan pengamanan;
b. Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat dan;
c. Rehabilitasi;
d. Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung wilayah.
Stakeholder yang Terlibat
Menurut Permenhut (2006), para pihak (stakeholder) bagi taman nasional dapat terdiri dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah daerah setempat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lain yang berinteraksi, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kawasan konservasi, serta mendapatkan manfaat dari keberadaan taman nasional tersebut.
Penduduk di Kabupaten Wakatobi tercatat +100.000 jiwa, yang tersebar di 64 desa, 7 kecamatan. Sebagian besar penduduk wakatobi memanfaatkan sumberdaya laut yang ada di perairan kawasan Taman Nasional Wakatobi sebagai sumber pendapatan/mata pencahariannya yaitu sebagai nelayan tradisional, dan petani budidaya rumput laut. Sisanya sebagai pedagang atau berlayar dengan jarak berlayar bisa sampai ke Singapura atau Malaysia, selanjutnya adalah sebagai petani sederhana yang hanya berkebun singkong dan jagung mengingat kondisi tanah di pulau-pulau Wakatobi adalah berupa karang/berbatu (Dephut, 2008).
Secara keseluruhan kehidupan masyarakat Wakatobi tidak dapat dipisahkan dari laut. Kedekatan dengan laut inilah yang membentuk tradisi kehidupan sebagai masyarakat kepulauan dan pesisir sehingga budaya masyarakat yang dimiliki lebih bersifat budaya pesisir (marine antropologis). Ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap sumberdaya laut mendorong mereka untuk melakukan pengelolaan secara tradisional agar terjaga keberlanjutannya salah satunya di sekitar Pulau Hoga yang menyepakati sebuah daerah dilarang untuk areal penangkapan yaitu di sebelah barat Pulau Hoga (luas 500 x 300 m) yang sering disebut dengan tubba dikatutuang (Tubba = habitat, tempat hidup, karang ; dikatutuang = disayangi, dipelihara, dirawat; Bahasa Bajo) karena daerah tersebut menjadi wilayah pemijahan ikan (Dephut, 2008).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diberikan dalam makalah ini yaitu Taman Nasional Wakatobi telah menjadi rekreasi alam dan ekowisata yang memiliki banyak potensi alam dan dapat dinikmati secara langsung seperti Terumbu karang , mangrove, ikan, padang lamun, Cetacean, Daerah pemijahan ikan dan Peneluran penyu. Sedangkan manajemen pengelolaan ekowisata ini yaitu : demgan membentuk Sistem kelembagaan dan pembagian zonasi.
3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini yaitu perlu adanya praktik langsung agar materi ini dapat dipahami lagi lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Asit, A. R., 2004. Strategi Pengembangan Kegiatan Pariwisata di Taman Nasional Kepulauan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Diakses dari http://www.undip.ac.id pada Tanggal 26 Oktober 2012.
BTNW. 2009. Balai Taman Nasional Wakatobi. Diakses dari http://www.wakatobinationalpark.com pada Tanggal 26 Oktober 2012.
Dephut. 2008. Informasi Taman Nasional Wakatobi. Diakses dari http://www.dephut.go.id pada Tanggal 26 Oktober 2012.
Faruli, L. 2008. Taman Nasional Wakatobi Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah-II Kaledupa. Diakses dari http://www.rareplanet.org pada Tanggal 26 Oktober 2012.
LIPI. 2007. Monitoring Ekologi Wakatobi. Diakses dari http://www.coremap.or.id pada Tanggal 26 Oktober 2012.
Permenhut. 2006. Pedoman Zonasi Taman Nasional Menteri Kehutanan. Diakses dari http://www.wgtenure.org pada Tanggal 26 Oktober 2012.
Rafika. 2011. Perencanaan Jalur Interpretasi Alam di Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi. Diakses dari http://www.ipb.ac.id pada Tanggal 26 Oktober 2012.
Santoso, B. 2009. Memilih Alternatif Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi yang Efektif. Diakses dari http://www.dosctoc.com pada Tanggal 26 Oktober 2012.
Stanley, C. L. 2005. Sikap-sikap dan Kesadaran Orang Bajo terhadap Lingkungan Hidup dan Konservasi Studi Kasus Kampung Sampela, Taman Nasional Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Diakses dari http://www.umm.ac.id pada Tanggal 26 Oktober 2012.
Comments
Post a Comment