I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemanasan global diperkirakan sebagai sumber terjadinya indikasi dari perubahan iklim. Perubahan iklim mempengaruhi bergesernya musim hujan dan kemarau, perubahan curah hujan, perubahan suhu untuk beberapa periode 30 tahunan (Samiaji, 2011). Beberapa penyebab terjadinya pemanasan global adalah meningkatmya gas-gas rumah kaca, terutama sisa pembakaran yang mengudara seperti karbon dioksida dan metana (Windarni, 2017). Disisi lain, meningkatnya kebakaran hutan dan kematian berbagi vegetasi juga dapat melipatgandakan emisi karbon di atmosfer, menjadikan sumbangan karbon di atmosfer meningkat (Dokumen Diskusi CAN mengenai REDD, 2007). Sehingga dengan meningkatnya jumlah karbon dioksida di atmosfer dapat mengakibatkan temperatur di bumi meningkat secara terus-menerus.
Dewasa ini muncul berbagai pertimbangan dalam mengatasi adanya pemanasan global, salah satunya adalah dengan menjaga kelestarian hutan. Hutan memiliki keanekaragaman struktur berupa tegakan pohon-pohon penyusun hutan, sehingga hutan berperan penting sebagai penyediaan atmosfer udara yang baik serta komponen oksigen yang stabil (Samsoedin et al., 2009 dalam Dewi, 2015). Setiap Vegetasi hutan dapat melakukan proses fotosintesis. Tumbuhan memiliki kemampuan sebagai pengonsumsi CO2 di atmosfer dan merubahnya menjadi bentuk energi (gugus gula) yang bermanfaat bagi kehidupan, serta sebagian besarnya tersimpan dalam bentuk biomassa (Junaedi, 2007).
Kemampuan hutan dalam menyerap karbon tergantung pada tipe hutan. Salah satu tipe hutan dalam kemampuan menyerap karbon yaitu ekosisiem hutan pegunungan rendah yang terdapat di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Ekosistem hutan ini memiliki fungsi ekologis yaitu berperan dalam pelestarian keanekaragaman hayati dan upaya mitigasi pemanasan global melalui kemampuan setiap vegetasi yang terdapat di dalam hutan sebagai penyimpan karbon. Ekosistem hutan pegunungan rendah dapat memanfaatkan CO2 sebagai proses fotosintesis dan menyimpannya dalam cadangan biomassa sebagai upaya mitigasi perubahan iklim.
Jasa lingkungan merupakan bentuk jasa yang di hasilkan melalui manfaat yang mempu mempengaruhi keadaan lingkungan atau keseimbangan lingkungan. Karbon yang diserap oleh setiap vegetasi yang terdapat di hutan menunujukan bahwa hutan mampu memberikan jasa lingkungan terhadap ekosistem sebagai penyerap karbon atau penyimpanan karbon di dalam tubuh tumbuhan. Jasa lingkungan yang dihasilkan dari hutan melalui penyerapan karbon-karbon yang tersebar diudara mampu membuat udara lebih bersih dan meningkatkan oksigen (O2) yang terdapat di udara serta menciptakan iklim mikro didalam hutan dan sekitar hutan.
Hutan pegunungan rendah merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang terdapat di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara. Jenis tegakan vegetasi yang terdapat didalam kawasan ini terdiri dari jenis tumbuhan yang dapat hidup di dalam genangan air atau rawa-rawa sekunder dan jenis yang hidup diwilayah terestrial. Keberadaan dari tegakan-tegakan vegetasi ini kemudian yang menjadi pemeran utama sebagai penghasil jasa lingkungan dalam penyerapan karbon yang terdapat di udara. Karbon-karbon ini kemudian diserap dan sebagai gantinya vegetasi menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlunya dilaksanakan praktikum untuk menegtahui jasa lingkungan karbon pada tegakan yang terdapat di hutan pegunungan rendah Taman Nasioana Rawa Aopa Watumohai.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dalam praktikum ini yaitu untuk mengetahui jasa lingkungan karbon pada tegakan hutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Manfaat dalam praktikum ini yaitu dapat memberikan informasi mengenai jasa lingkungan karbon pada tegakan yang terdapat dihutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kawasan Konservasi
Konservasi berasal dari kata conservation (con = togother, servare = keep atau save) yang dapat diartikan sebagai upaya untuk memelihara apa yang kita punya secara arif dan bijaksana. Pemeliharaan yang secara arif dan bijaksana dilakuakan untuk mengelolah serta mempertahankan keberadaan semua yang kita miliki tetap ada hingga di masa yang akan datang. Sehingga konservasi sangat mengutamakan pemeliharaan yang berupaya mengelolah secara lestari (Hamzah, 2014).
Kawasan konservasi dapat diistilahkan sebagai kawasan yang memiliki fungsi utama pengawetan kanegaragaman hayati. Pengawetan terhadap keanekaragaman hayati diupayakan agar tidak terjadinya ancaman kepunahan terhadap setiap keanekaragaman hayati berupa flora maupun fauna yang terdapat di dalam kawasan konservasi. Pengawetan yang dilakuakan tidak hanaya sebatas terhadap setiap makhluk hidup tetapi juga terhadap habitat asli agar ekosistem didalamnya tidak mengalami perubahan (Wiryono, 2003). Dalam UU No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Dasar hukum hutan konservasi yang termaktub dalam UUD Kehutanan No. 41 Tahun 1999 yang bebunyi hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Salah satu contoh kawasan konservasi ialah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang terdapat di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
2.2. Taman Nasional
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, Bab VII pasal 30 menyebutkan bahwa kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Suatu taman nasional dicirikan oleh keberadaannya sebagai kawasan konservasi untuk melindungi kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting secara nasional ataupun internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan dan rekreasi. Kawasan alam ini relatif cukup luas dan materinya tidak diubah oleh kegiatan manusia serta pemanfaatan sumber daya. Secara terperinci, suatu taman nasional mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) mempertahankan contoh ekosistem dalam kondisi alaminya; (2) mempertahankan keanekaragaman ekologi dan pengaturan lingkungan; (3) melestarikan sumber daya plasma nutfah; (4) menyediakan pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkunga; (5) melestarikan kondisi kawasan tangkap air; (6) mengendalikan erosi, sedimentasi dan melindungi investasi kawasan liar; (7) menyediakan pelayanan rekreasi dan pariwisata; (8) melindungi keindahan alam dan tempat terbuka; (9).mendorong pemanfaatan rasional dan berkelanjutan dari kawasan marginal dan pembangunan (Anggraeni, 2017).
Taman nasional memiliki fungsi dan manfaat sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, Bab VII pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan bahwa di dalam Taman Nasional dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam (Anggraeni, 2017).
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 56 /Menhut-Ii/2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional Menteri Kehutanan, Bab II pasal 3 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Taman Nasioanl memiliki; (1) zona inti, yaitu mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia; (2) zona rimba, yaitu kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar; (3) zona pemanfaatan, yaitu kawasan yang mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik, serta mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensl dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan; (4) zona lainnya, yaitu kawasan seperti zona tradisional, rehabilitasi.religi, budaya, dan sejarah. Penataan dan penetapan zonasi taman nasional tersebut didasarkan pada potensi dan juga fungsi yang ada di setiap taman nasional dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan juga budaya.
2.3. Jasa Lingkungan
Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem alam maupun buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung (tangible) maupun tidak langsung (intangible) oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu memelihara dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan (Suprayitno 2008). Ada empat jasa lingkungan yang paling banyak dibayarkan yaitu penyerapan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, perlindungan DAS dan keindahan lanskap (Landell-Mills dan Porras, 2002).
Menurut RUPES (2009), definisi jasa lingkungan adalah penyediaan, pengaturan, penyokong proses alami, dan pelestarian nilai budaya oleh suksesi alamiah dan manusia yang bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan. Jadi dengan demikian, pemanfaatan jasa lingkungan adalah suatu upaya pemanfaatan potensi jasa (baik berupa jasa penyediaan, jasa pengaturan, jasa budaya, maupun jasa pendukung) yang diberikan oleh fungsi ekosistem dengan cara tidak merusak dan tidak mengurangi fungsi pokok ekosistem tersebut
Salah satu bentuk jasa lingkungan yang keberadaannya menyangkut hajat hidup orang banyak adalah air. Pada pengelompokan jasa lingkungan bentuk jasa lingkungan air termasuk ke dalam jasa perlindungan DAS. Dixon dan Easter (1986) menyebutkan bahwa DAS merupakan penyatu ekosistem alami antara wilayah hulu (dari puncak gunung/bukit) dengan wilayah hilir (sampai dengan muara sungai dan wilayah pantai yang masih terpengaruh daratan) melalui siklus/daur hidrologi/air. Daerah hulu yang biasanya berupa kawasan hutan berfungsi sebagai penyedia air bagi masyarakat di sekitar kawasan maupun pengguna air di bagian hilir.
Pemanfaatan jasa lingkungan air dari maupun di kawasan hutan telah dilakukan tanpa disadari oleh masyarakat, serta telah berlangsung baik secara non komersial (digunakan oleh masyarakat setempat guna keperluan rumah tangga) maupun komersial (perusahaan air minum, perusahaan air minum dalam kemasan, pembangkit listrik/hydro-power, perhotelan, perkebunan, dan lain-lain). Pemanfaatan air di dalam kawasan hutan ataupun hulu yang berkaitan dengan kelestarian ekosistem kawasan hutan belum diatur dalam regulasi. Sedangkan untuk pemanfaatan air di luar kawasan hutan ataupun hilir telah ada beberapa undang-undang dan peraturan. Beberapa peraturan tersebut umumnya 7 belum mengakomodir kepentingan bagi pendanaan untuk kepentingan pengelolaan dan kelestarian ekosistem hutan di bagian hulu (Suprayitno 2008).
2.4. Biomassa dan Karbon
2.4.1. Biomassa
Energi biomassa telah ada sejak lama sebelum orang berbicara tentang energi terbarukan atau sumber energi alternatif. Ada suatu masa ketika kayu adalah bahan bakar utama untuk pemanasan dan memasak di seluruh dunia. Hal tersebut sampai saat ini masih berlaku dibeberapa negara seperti Indonesia, meskipun sudah mulai sedikit lagi penggunanya (Tajalli, 2015).
Biomassa merupakan sumber daya terbaharui dan energy yang diperoleh dari biomassa disebut energi terbarukan. Biomassa disebut juga sebaga “fitomassa” dan seringkali diterjemahkan sebagai bioresource atau sumber daya yang diperoleh dari hayati. Basis sumber daya meliputi ratusan dan ribuan spesies tanaman, daratan dan lautan, berbagai sumber pertanian, perhutanan, dan limbah residu dan proses industri, limbah dan kotoran hewan. Tanaman energi yang membuat perkebunan energi skala besar akan menjadi salah satu biomassa yang menjanjikan, walaupun belum dikomersialkan pada saat ini. Biomassa secara spesifik berarti kayu, rumput Napier, rapeseed, eceng gondok, rumput laut raksasa, chlorella, serbuk gergaji, serpihan kayu, jerami, sekam padi, sampah dapur, lumpur pulp, kotoran hewan, dan lain-lain (Yokoyama, 2008).
Penilaian biomassa penting untuk berbagai tujuan yaitu untuk penggunaan sumber daya dan pengelolaan lingkungan. Pada tujuan penggunaan sumberdaya, dilakukan untuk mengetahui banyaknya bahan bakar kayu yang tersedia untuk digunakan dan mengetahui banyaknya biomassa yang tersedia pada satu waktu tertentu. Sedangkan pada tujuan dalam pengelolaan lingkungan, penilaian biomassa adalah penting untuk menilai produktivitas dan keberlanjutan hutan. Biomassa juga merupakan indikator penting dalam penyerapan karbon, sehingga dapat diketahui berapa banyak biomassa yang hilang atau terakumulasi dari waktu ke waktu (Zheng et al. 2004 dalam Rakhmawati, 2012).
2.4.2. Karbon
Isu emisi karbon yang semakin gencar saat-saat ini membuat para pengelola hutan harus lebih bijaksana dalam mengelola hutan. Demikian juga halnya dengan kegiatan pemanenan kayu di hutan tanaman rawa gambut. Karbon merupakan komponen utama penyusun biomassa tanaman melalui proses fotosintesis. Adanya peningkatan karbondioksida di atmosfer secara global telah menyebabkan timbulnya masalah lingkungan. Hutan tanaman selain diharapkan mampu menggantikan peran utama hutan alam dalam menyediakan kebutuhan bahan baku kayu bagi industri perkayuan di Indonesia, dikarenakan semakin menurunnya potensi kayu dari hutan alam (Yuniawati dan Sona, 2014).
Jumlah cadangan karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon pada suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, karena biomasa pohon meningkat, atau dengan kata lain cadangan karbon di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya di dalam tanah (bahan organik tanah). Untuk itu pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap lahan perlu dilakukan (Hairiah et al., 2011).
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosinthesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian daribiomassa atas permukaan. Dibawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organic mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Carbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah carbon yang terserap dari atmosfer (Sutryo, 2009).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 2019 pukul 08.00 WITA sampai selesai. Praktikum yang dilakukan bertempat di kawasan hutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Desa Tatangge, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis terletak antara 4022’- 4039’ Lintang Selatan dan 121044’ - 122044’ Bujur Timur. Secara administratif pemerintahan, kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai memiliki luas 105.194 ha dan meliputi empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka Timur.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tegakan hutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : pita meter, tally sheet, alat tulis dan handphone.
3.3. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum valuasi jasa ekosistem hutan di hutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai adalah sebagai berikut :
Menyiapkan alat yang akan digunakan utntuk memepermudah dalam proses pengambilan data yang dilakaukan dengan cara pengukuran langsung dilapangan.
Mengukur setiap keliling tegakan yang berada di jalur tracking hutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Mengidentifikasi setiap jenis tegakan yang di ukur.
Mengambil titik kooordinat setiap tegakan yang di ukur.
3.4. Analisis Data
Perhitungan stok karbon dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik melalui pengolahan data yang meliputi penghitungan biomassa dan stok karbon pada seluruh komponen di atas permukaan tanah. Biomassa dan stok karbon pada masing-masing komponen dihitung dengan cara berbeda. Data yang diperoleh dilapangan di analisis dengan menggunakan beberapa persamaan yaitu:
Untuk menghitung nilai biomassa karbon tumbuhan berkayu digunakan persamaan alometrik (Kalterings, 2011 dalam Former, 2014) sebagai berikut:
Keterangan :
BK : Berat kering
: Berat jenis kayu (gram/cm3)
D : Diameter pohon (cm)
150,962 Ton/
Biomassa perstuan luas (Ton/Ha)
(Hairiah, et al., 2009)
= 0,00234 Ton/ha
Estimasi jumlah karbon tersimpan pada bagian atas tanah
0,00234 × 0,46 = 0,00108 Ton
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil dalam praktikum ini disajikan dalam Tabel 1 Data Valuasi Jasa Lingkungan Karbon di Hutan Pegunungan Rendah, Tabel 2. Data Jenis Pohon Berdasarkan Tingkatan dan Banir Pohon dan Tabel 3. Data Biomassa Pohon Persatuan Luas, yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Data Valuasi Lingkungan Karbon di Hutan Pegunungan Rendah
No
Jenis Pohon
Diameter (cm)
Biomassa/luas (Ton/ha)
Stok Karbon (Ton/ha)
1
Taipahada
22,6
0,00234
0,00108
2
Pulai
13,1
0,00012
0,00006
3
Pulai
20,7
0,00148
0,00068
4
Tipulu Sp
38,9
0,03532
0,01625
5
Jabon
22,3
0,00217
0,00100
6
Sp 7
14,6
0,00024
0,00011
7
Sp 8
18,5
0,00082
0,00038
8
Colona
19,1
0,00097
0,00045
9
Colona sklabra
32,2
0,01389
0,00639
10
Colona sklabra
20,4
0,00137
0,00063
11
Taipahada
33,4
0,01684
0,00775
12
Colona sklabra
54,1
0,17737
0,08159
13
Colona sklabra
21,7
0,00187
0,00086
14
Singi
16,9
0,00051
0,00023
15
Singi
30,6
0,01078
0,00496
16
Sp 9
18,5
0,00082
0,00038
17
Tipulu Sp
27,1
0,00585
0,00269
18
Colona sklabra
47,8
0,09681
0,04453
19
Sp1
23,2
0,00270
0,00124
20
Sp1
24,2
0,00331
0,00152
21
Singi
16,6
0,00046
0,00021
22
Sp1
22,6
0,00234
0,00108
23
Sp2
24,8
0,00378
0,00174
24
Colona sklabra
16,6
0,00046
0,00021
25
Colona sklabra
19,7
0,00116
0,00053
26
Vitex cofassus
31,8
0,01322
0,00608
27
Singi
31,5
0,01257
0,00578
28
Jabon
19,1
0,00097
0,00045
29
Kedondong Hutan*
88,2
1,82871
0,84121
30
Sp3
18,2
0,00074
0,00034
31
Colona sklabra
30,9
0,01135
0,00522
32
Vitex cofassus
21,0
0,00160
0,00074
33
Sp1
38,5
0,03392
0,01560
34
Sp1
38,2
0,03257
0,01498
35
Colona sklabra
23,2
0,00270
0,00124
36
Colona sklabra
22,3
0,00217
0,00100
37
Colona sklabra
24,8
0,00378
0,00174
38
Vitex cofassus
22,0
0,00202
0,00093
39
Cerbera sp.
28,3
0,00738
0,00339
40
Cerbera sp.
22,3
0,00217
0,00100
41
Lonkida
39,5
0,03826
0,01760
42
Pulai
17,2
0,00056
0,00026
43
Colona sklabra
19,1
0,00097
0,00045
44
Tirotasi
21,3
0,00173
0,00080
45
Singi
28,0
0,00697
0,00321
46
Singi
19,1
0,00097
0,00045
47
Singi
20,1
0,00126
0,00058
48
Singi
28,0
0,00697
0,00321
49
Dao
38,2
0,03257
0,01498
50
Sp3
23,6
0,00289
0,00133
51
Singi
33,4
0,01684
0,00775
52
Singi
24,5
0,00354
0,00163
53
Sp4
34,7
0,02027
0,00932
54
Sp4
22,0
0,00202
0,00093
55
Colona sklabra
26,1
0,00488
0,00224
56
Singi
32,2
0,01389
0,00639
57
Sp2
31,5
0,01257
0,00578
58
Sp4
30,9
0,01135
0,00522
59
Sp4
29,6
0,00920
0,00423
60
Singi
21,3
0,00173
0,00080
61
Vitex cofassus
27,4
0,00621
0,00285
62
Sp5
29,6
0,00920
0,00423
63
Colona sklabra
34,4
0,01937
0,00891
64
Vitex cofassus
18,2
0,00074
0,00034
65
Sp6
61,5
0,32656
0,15022
66
Tipulu Sp
76,8
0,94382
0,43416
67
Pohon 2
38,5
0,03392
0,01560
68
Sp7
22,6
0,00234
0,00108
69
Dellenia serata
26,8
0,00551
0,00253
70
Colona sklabra
14,6
0,00024
0,00011
71
Lonkida
15,3
0,00030
0,00014
72
Lonkida
22,3
0,00217
0,00100
73
Lonkida
13,7
0,00016
0,00007
74
Singi
22,3
0,00217
0,00100
75
Sp4
21,3
0,00173
0,00080
76
Sp4
22,6
0,00234
0,00108
77
Sp4
22,6
0,00234
0,00108
78
Sp7
19,1
0,00097
0,00045
79
Sp1
66,9
0,48930
0,22508
Total
4,37850
2,01411
Sumber: Data Primer, 2019
Berdasarkan hasil pada Tabel 1. Data Valuasi Lingkungan Karbon di Hutan Pegunungan Rendah diperoleh total biomassa seluas 64569 ha dari 79 biomassa setiap jenis pohon sebesar 4,37850 Ton/ha dan Total Karbon sebesar 2,01411Ton/ha.
Tabel 2. Data Jenis Pohon Berdasarkan Tingkatan dan Banir Pohon
No
Jenis Pohon
Tingkatan
Banir/Tidak Berbanir
1
Taipahada
Pohon
Tidak Berbanir
2
Pulai
Tiang
Berbanir
3
Pulai
Pohon
Berbanir
4
Tipulu
Pohon
Berbanir
5
Jabon
Pohon
Tidak Berbanir
6
Sp 7
Tiang
Tidak Berbanir
7
Sp 8
Tiang
Tidak Berbanir
8
Colona sklabra
Tiang
Tidak Berbanir
9
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
10
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
11
Taipahada
Pohon
Tidak Berbanir
12
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
13
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
14
Singi
Tiang
Tidak Berbanir
15
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
16
Sp 9
Tiang
Tidak Berbanir
17
Tipulu Sp
Pohon
Berbanir
18
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
19
Sp1
Pohon
Tidak Berbanir
20
Sp1
Pohon
Tidak Berbanir
21
Singi
Tiang
Tidak Berbanir
22
Sp1
Pohon
Tidak Berbanir
23
Sp2
Pohon
Tidak Berbanir
24
Colona sklabra
Tiang
Tidak Berbanir
25
Colona sklabra
Tiang
Tidak Berbanir
26
Vitex cofassus
Pohon
Tidak Berbanir
27
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
28
Jabon
Tiang
Tidak Berbanir
29
Kedondong Hutan
Pohon
Berbanir
30
Sp3
Tiang
Tidak Berbanir
31
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
32
Vitex cofassus
Pohon
Tidak Berbanir
33
Sp1
Pohon
Tidak Berbanir
34
Sp1
Pohon
Tidak Berbanir
35
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
36
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
37
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
38
Vitex cofassus
Pohon
Tidak Berbanir
39
Cerbera sp.
Pohon
Tidak Berbanir
40
Cerbera sp.
Pohon
Tidak Berbanir
41
Lonkida
Pohon
Tidak Berbanir
42
Pulai
Tiang
Berbanir
43
Colona sklabra
Tiang
Tidak Berbanir
44
Tirotasi
Pohon
Berbanir
45
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
46
Singi
Tiang
Tidak Berbanir
47
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
48
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
49
Dao
Pohon
Berbanir
50
Sp3
Pohon
Tidak Berbanir
51
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
52
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
53
Sp4
Pohon
Tidak Berbanir
54
Sp4
Pohon
Tidak Berbanir
55
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
56
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
57
Sp2
Pohon
Tidak Berbanir
58
Sp4
Pohon
Tidak Berbanir
59
Sp4
Pohon
Tidak Berbanir
60
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
61
Vitex cofassus
Pohon
Tidak Berbanir
62
Sp5
Pohon
Tidak Berbanir
63
Colona sklabra
Pohon
Tidak Berbanir
64
Vitex cofassus
Tiang
Tidak Berbanir
65
Sp6
Pohon
Tidak Berbanir
66
Tipulu
Pohon
Berbanir
67
Sp2
Pohon
Tidak Berbanir
68
Sp7
Pohon
Tidak Berbanir
69
Dellenia serata
Pohon
Tidak Berbanir
70
Colona sklabra
Tiang
Tidak Berbanir
71
Lonkida
Tiang
Tidak Berbanir
72
Lonkida
Pohon
Tidak Berbanir
73
Lonkida
Tiang
Tidak Berbanir
74
Singi
Pohon
Tidak Berbanir
75
Sp4
Pohon
Tidak Berbanir
76
Sp4
Pohon
Tidak Berbanir
77
Sp4
Pohon
Tidak Berbanir
78
Sp7
Tiang
Tidak Berbanir
79
Sp1
Pohon
Tidak Berbanir
Sumber: Data Primer, 2019
Berdasarkan Tabel 2. Data Jenis Pohon Berdasarkan Tingkatan dan Banir Pohon terdapat 18 jenis dalam tingkatan tiang dan hanya terdapat 2 jenis yang memiliki banir 16 jenis lainnya tidak memiliki banir, terdapat pula 61 jenis dalam tingkatan pohon yang 7 jenisnya memiliki banir dan 54 jenis lainnya tidak memiliki banir.
Tabel 3. Data Biomassa Pohon Persatuan Luas
No
Jenis Pohon
Biomassa/Satuan Luas (Ton/ha)
Stok Karbon (Ton/ha)
1
Pohon Bercabang
4,37850
2,01411
Sumber: Data Primer, 2019
Berdasarkan Data Tabel 3. Data Biomassa Pohon Persatuan Luas, nilai biomassa dalam luasan seluas 64569 ha sebesar 4,37850 Ton/ha dan nilai stok karbon dalam luasan 64569 ha yaitu sebesar 2,01411 Ton/ha.
Pembahasan
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional merupakan salah satu jenis kawasan konservasi karena dilindungi, dan dikelolah oleh Balai Taman Nasional yang berada langsung di bawah tanggung jawab Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Salah satu taman Nasional di Indonesia adalah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Keberadaan Taman Nasional di Indonesia sebagai kawasan pelestarian alam yang di dalamnya terdapat zonasi yang terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lain sesuai dengan tujuan kawasan. Zonasi yang terdapat pada Taman Nasional semua dimanfaatkan berdasarkan ketentuan-ketentuan sesuai dengan aturan yang di peruntukan pada setiap zonasi. Zonasi seperti zona pemanfaatan memberikan manfaat sebagai penyedia jasa.
Salah satu bentuk jasa yang diperoleh yaitu jasa ekosistem hutan berupa jasa lingkungan karbon. Jasa lingkungan karbon yang dihasilkan oleh hutan yaitu keberdaan vegetasi dan tegakan-tegakan pohon yang terdapat di hutan yang mampu menyerap karbon dalam jumlah yang sangat banyak. Karbon yang diserap melalui stomata-stomata daun pada tegakan-tegakan pohon hutan akan langsung menyebar keseluruh bagian tumbuhan setelah melalui proses fotosintesis di daun. Karbon yang terserap sangat banyak tertampung pada bagian batang dari pohon. Sehingga untuk menghitung besarnya jumlah karbon yang terdapat pada pohon dapat ketahui melalui besarnya nilai keliling atau diameter setiap pohon yang terdapat di hutan.
Hutan pegunungan rendah yang terdapat di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai memiliki luas 64569 ha. Berdasarkan hasil pengukuran keliling terhadap diameter 79 sampel pohon memiliki nilai total biomassa dalam satuan luas sebesar 4,37850 Ton/ha dan mampu menyimpan sebanyak 2,01411 Ton/ha karbon. Besarnya nilai biomassa yang diperoleh dari 79 sampel yang di ukur dilapangan terdiri dari 18 jenis tingkatan tiang yang 2 jenisnya memiliki banir dan 61 jenis tingkatan pohon yang 7 jenisnya memiliki banir. Nilai biomassa terendah dalam satu luasan seluas 64569 ha yaitu sebesar 0,00012 Ton/ha dengan kemampuan menyimpan karbon sebesar 0,00006 Ton/ha.
Valuasi jasa ekositem hutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai sebagai penyedia jasa lingkungan dalam penyerapan karbon dapat dilihat dengan besarnya nilai biomassa suatu pohon, berat jenis, serta karbon yang terdapat pada setiap jenis pohon. Nilai dari biomassa akan berbanding lurus dengan besarnya nilai karbon yang diserap oleh pohon. Semakin besar biomassa suatu pohon maka menunjukan semakin besarnya kemampuan pohon dalam menyimpan karbon. Dari hasil pengukuran dilapangan kedondong hutan merupakan jenis pohon yang memiliki biomassa persatuan luas terbesar yaitu sebesar 1,82871 Ton/ha dengan sehingga mampu menyimpna karbon sebanyak 0,84121 Ton/ha.
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai sebagai kawasan pelesatarian alam yang masih memiliki kawasan hutan yang pemanfaatannya sebagai penyedia jasa lingkungan karbon dapat membantu dalam menurunkan jumlah gas karbon di udara. Sebanyak 2,01411 Ton/ha karbon yang tersimpan di dalam 79 jenis tegakan hutan pegunungan rendah di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Karbon yang diserap oleh tegakan hutan tersimpan seluruh bagian pohon mulai dari akar, batang hingga daun.
V. KESIPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa tegakan hutan yang terdapat di hutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai mampu menyediakan jasa lingkungan karbon. Dari 79 jenis tegakan yang dilakukan pengukuran mampu menyimpan karbon sebanyak 2,01411 Ton/ha. Keberadaan hutan pegunungan rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai sebagai penyedia jasa lingkungan karbon mampu memberikan dukungan terhadap upaya dalam mitigasi perubahan iklim akibat pemanasan global yang disebabkan oleh banyaknya karbon yang berada di udara.
5.2. Saran
Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya penyedian lebih teratur agar pelaksanaan praktikum berjalan dengan baik dan untuk praktikan mempersiapkan semua kebutuhan untuk praktikum agar mempermudah dalam pengambilan data.
Comments
Post a Comment