SOSOK KEHADIRAN PEMIMPIN MILINEAL DAN BERKUALITAS BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KONAWE SELATAN PADA KONSTALASI PILKADA 2020

Image
Pemilihan kepala daerah di Indonesia pada tahun 2020 digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2021. Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2020 merupakan yang ketiga kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pelaksanaan pemungutan suara direncanakan digelar secara serentak pada bulan Desember 2020. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sejumlah nama dari kader-kader potensial partai politik (Parpol) mulai bermunculan. Ada 270 daerah yang akan mengikuti pilkada serentak salah satunya di Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Ada tiga kandidat yang kini ramai diperbincangkan dikalangan masyarakat saat ini, selain itu ada muncul bakal calon bupati dari kalangan milienal. Hal ini menarik dibicarakan. Hal ini disampaikan Ode Undu yang menjabat sebagai Sektaris Umum Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswah K...

Makalah SILVIKULTUR “Sistem Silvikultur Jati (Tectona grandis)”

SILVIKULTUR
“Sistem Silvikultur Jati (Tectona grandis)”





OLEH :
NAMA : SAHRUN
STAMBUK : M1A1 16 174
KELAS : KEHUTANAN C





JURUSAN  KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2018

KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatu
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas nikmat dan karunia-Nya Saya masih diberi kesahatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dan tak lupa pula dipanjatkan salam  kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW sebagaiman Beliau telah membawa perubahan kepada kita dari masa kegelapan ke masa yang terang benderang seperti saat ini. 
Pembuatan makalah ini berjudul “Sistem Silvikultur Jati (Tectona grandis)”, program studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, dalam lingkup Universitas Haluoleo, Kendari.
Saya menyadari  bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Saya harapkan kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun. Sekian dan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat  dan memberikan infomasi kepada pembaca.
Wassalamuallaikum warahtullahi wabarakatu.

Kendari,    November 2018
Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................   i
DAFTAR ISI..............................................................................................................   ii
BAB 1 
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang.....................................................................................................   1
1.2. Rumusan masalah................................................................................................   2
1.3. Tujuan..................................................................................................................   2
1.4. Manfaat................................................................................................................   2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Silvikultur Jati (Tectona grandis)......................................................   4
3.2. Penyiapan Benih Dan Pembuatan Bibit...............................................................   6
3.3. Persiapan Lahan dan Pengaturan Jarak Tanam...................................................   8
3.4. Pembersihan Gulma...........................................................................................   10
3.5. Pemupukan........................................................................................................   12
3.6. Penyulaman dan Pemangkasan..........................................................................   14
3.7. Penjarangan........................................................................................................   15
3.8. Pengendalian Hama dan Penyakit.....................................................................   17
3.9. Pemanenan Kayu Jati.........................................................................................   19
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan.........................................................................................................   20
4.2.Saran...................................................................................................................   20
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN

 Latar Belakang
Jati (Tectona grandis L.f.) terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi, termasuk dalam famili Verbenaceae. Penyebaran alami meliputi negara-negara India, Birma, Kamboja, Thailand, M alaysia dan Indonesia. Di Indonesia jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara.  Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan pertahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26° C. 
Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam. Menurut T.A ltona, penanaman jati yang pertama dilakukan oleh orang hindu yang datang ke Jawa. Sehingga terkesan, jati didatangkan oleh orang hindu atau negeri hindulah tempat asli dari jati. Pendapat ini diperkuat oleh s eorang ahli botani, Charceus yang mengatakan bahwa jati di Pulau Jawa beras al dari India yang dibawa sejak tahun 1500 SM  sampai abad ke- 7 Masehi. 
Kayu jati termasuk kelas kuat I  dan kelas awet II. Penyebab keawetan dalam kayu teras Kayu Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis.    
Mengingat bahwa banyak kontruksi jati menjadi berbagai macam produk kebutuhan manusia agar tetap menjaga kelestarian jati, maka perlu adanya sistem silvikultur terhadap tumbuhan jati (Tectona grandis). Tujuan silvikultur jati untuk mempertahankan eksistensinya dan tidak pernah punah walaupun dikelolah secara terus-menerus. 
 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
Apa yang dimaksud dengan silvikultur jati ?
Bagaimana kegiatan penyiapan benih dan pembuatan bibit jati dilakukan?
Bagaimana tindakan proses penanaman dan pemeliharaan tegakan ?
Bagaimana pemanenan yang cocok untuk jati (Tectona grandis) ?
 Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu :
Dapat mengetahui silvikultur jati
Dapat melakukan penyiapan benih dan membuat bibit jati
Dapat menerapkan tindakan proses penanaman dan pemeliharaan tegakan
Dapat memanen jati secara bijak
 Manfaat
Adapun manfaat yang ditemukan dalam pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber ilmu, literature, maupun dasar ilmu pengetahuan terutama dalam kajian tentang sistem silvikutur khusus tumbuhan jati (Tectona grandis).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jati (Tectona grandis Linn.) Meruapakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalammaupun luar negeri. Hingga saat ini, jati masih menjadi komoditas mewah dikarenkan kualitasnya yang tinggi, walaupun harga belinya mahal. Harga jual yang mahal di poasar internasional USS 640/M untuk kayu papan jati Jawa tahun 1989, menyebabkan kayu jati lebih diutamakan sebagai kayu mewah (Palupi, 2006 dalam Al-Khairi, 2008).
Jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter.  Tinggi batang bebasnya mencapai 18--20 meter.  Kulit batang berwarna cokelat gradasi dan kuning keabu-abuan.  Pohon jati yang baik adalah pohon yang memiliki garis diameter batang yang besar, berbatang lurus dan jumlah cabangnya sedikit (Mulyana dan  Asmarahman, 2010).
Perbedaan pertumbuhan tanaman jati pada masingmasing desa juga dapat dipengaruhi oleh adanya interaksi antar komponen tanaman. Interaksi antar tanaman positif dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut karena terjadi saling interaksi yang menguntungkan, namun bila terjadi interaksi negatif maka pertumbuhan salah satu tanaman akan terhambat (tidak tumbuh dengan baik) seiring berkembangnya jenis tanaman yang lainnya (Hairiah et al. 2002).


BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Silvikultur Jati (Tectona grandis)
Kayu Jati Lokal adalah kayu bulat/ log atau kayu olahan yang berasal dari pohon jati yang tumbuh dari hasil budidaya pada lahan masyarakat atau tumbuh secara alami diatas hutan hak yang terletak diluar kawasan hutan negara. Dewasa ini orang lebih mengenal istilah kayu jati lokal dengan nama kayu jati rakyat. Secara kualitas, Kayu Jati Lokal memang masih dibawah produk Kayu Jati Perhutani yang pengelolaannya dibawah riset dan teknologi namun tetap saja diperhitungkan dalam berbagai industri dan usaha pengelolaan kayu baik untuk bahan bangunan maupun dalam bentuk hasil kerajinan seperti mebel dal lainnya. 
Silvikultur mempunyai beberapa arti yaitu: 
• Ilmu dan seni dalam budidaya tanaman hutan yang didasarkan pada pengetahuan tentang pohon hutan.
• Kegiatan yang berkenaan dengan pembangunan, pengaturan pertumbuhan, susunan jenis tanaman, dan kualitas tegakan hutan.
Kayu Jati Lokal ataupun Kayu Jati Perhutani sama-sama termasuk Kayu Jati dengan kategori kayu kelas satu yang bakal meramaikan industri pengolahan kayu didalam negeri seiring dengan pertambahan jumlah penduduk khususnya di Indonesia maka tidak diragukan lagi untuk permintaan kayu jati akan semakin meningkat.
Kayu jati dengan nama ilmiah Tectona grandis Linn.F merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang tidak lekang dimakan jaman, dan orang banyak memilih kayu jati karena kwalitas dan keawetannya melebihi jenis kayu lain. Sehingga wajar jika diminati banyak orang baik dalam negeri maupun luar negeri. Dimata dunia, Indonesia termasuk negara keempat terbesar dalam penyediaan  kayu jati setelah Burma, India dan Thailand.
Perlakuan silvikultur yang tepat akan mampu meningkatkan mutu pohon jati sehingga meningkatkan nilai jualnya, misalnya:
Penggunaan bibit unggul akan menghasilkan pohon yang tumbuh cepat dan berbatang lurus.
Pemangkasan cabang (pruning) pada saat jati berumur muda akan menghasilkan batang tanpa cacat mata kayu, dan batang bebas cabang tinggi,
Penjarangan (thinning) akan mengurangi persaingan antara pohon dalam memperoleh makanan (hara) dari tanah dan cahaya, sehingga mempercepat pertumbuhan diameter batang.
Pemupukan pada tanaman jati akan mempercepat pertumbuhan sehingga menghasilkan kayu yang berukuran besar.
Pengendalian hama dan penyakit akan menjamin pohon tumbuh sehat dan normal sehingga menghasilkan kayu yang berukuran besar dan bebas dari cacat. 
3.2. Penyiapan Benih Dan Pembuatan Bibit
Penyiapan benih dilakukan dengan cara pengunduhan atau pengumpulan  benih yang berada di atas permukaan tanah dekat dengan induk pohonnya sampai pada proses persemaian hingga menghasilkan bibit yang siap ditanam. Pertumbuhan dan penampilan fisik suatu pohon dipengaruhi oleh faktor keturunan dari induknya (faktor genetik) dan pengaruh lingkungan.  Tegakan Jati yang sehat, tumbuh cepat dan menghasilkan kayu yang berkualitas dapat diperoleh dari bibit yang induknya berkualitas (benih unggul).  Bibit yang unggul akan menunjukkan pertumbuhan yang maksimal jika ditanam pada lahan yang sesuai bagi pertumbuhannya. Sebaliknya bibit unggul dapat menghasilkan pertumbuhan yang kurang  baik jika ditanam pada lahan yang tidak sesuai.  Jika membeli benih, sebaiknya membeli benih unggul bersertifikat, atau berasal dari sumber benih yang dapat dipercaya.  Usahakan benih berasal dari sumber benih yang memiliki kondisi ekologis (ketinggian tempat, iklim dan tanah) yang mirip dengan lokasi yang akan ditanami. Dalam hal bibit stek pucuk maka harus berasal dari sumber benih Kebun  Pangkas atau kebun benih klonal.

Gambar 1.  Benih dan bibit jati (Pramono et al, 2017)
Pertumbuhan dan penampilan fisik suatu pohon dipengaruhi oleh faktor keturunan dari induknya (faktor genetik) dan  pengaruh lingkungan. Tegakan  jati yang sehat, tumbuh cepat, dan menghasilkan kayu  yang berkualitas dapat diperoleh dari benih yang  induknya berkualitas (benih unggul). Benih yang unggul akan menunjukkan pertumbuhan yang maksimal jika ditanam  pada lahan yang sesuai bagi
pertumbuhannya. Sebaliknya benih unggul dapat menghasilkan pertumbuhan yang kurang baik jika ditanam pada lahan yang tidak sesuai. Untuk mendapatkan bibit berkualitas yang sesuai dengan lahan petani, dan sesuai dengan waktu penanaman, maka pengadaan benih perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan baik.
3.3. Persiapan Lahan dan Pengaturan Jarak Tanam
Kegiatan persiapan lahan antara lain meliputi : pemilihan lokasi, pembersihan lahan   dari semak dan akar-akar gulma, pembongkaran tunggak, pembalikan tanah, penghancuran bongkahan tanah dan penyingkiran batu.  Persiapan lahan diperlukan agar lahan menjadi tempat tumbuh yang baik untuk Jati.  Pembersihan lahan dan pengolahan tanah antara lain  berfungsi untuk mengurangi tumbuhan pengganggu (gulma), memperbaiki kualitas tanah. 
Pembersihan lahan juga ditujukan untuk mengurangi naungan karena Jati termasuk tumbuhan yang tidak tahan naungan. Pengolahan tanah yang miring dan berbatu dilakukan dengan teknik terasering, karena tanah miring memiliki resiko terjadi longsor dan erosi sehingga lapisan tanah yang subur cepat terkikis dan hanyut.  Batu dapat dimanfaatkan untuk pematang/penguat teras.  Pada tanah yang banyak mengandung batu dapat dikembangkan pola hutan Jati monokultur atau campuran. 
Kegiatan persiapan penanaman adalah pengaturan jarak tanam, pembuatan dan pemasangan ajir, serta pembuatan lubang tanam. Pada pola monokultur jarak tanam yang sering digunakan adalah 2,5 x 2,5 m, 3 x 1 m; 2 x 3 m, dan 3 x 3 m.  Jarak yang rapat akan menghasilkan batang yang lebih lurus dan pertumbuhan meninggi yang lebih cepat, sedangkan jarak tanam yang lebih lebar akan menghasilkan diameter  batang tumbuh membesar. Jarak tanam yang teratur akan memudahkan pemeliharaan dan pengawasan serta memberikan kesan rapi dan bersih.  Jarak tanam yang teratur memberikan ruang yang cukup  kepada pohon agar dapat
memaksimalkan pertumbuhan tajuk, batang dan akar.  

Gambar 2. Jati yang ditanam dengan jarak teratur
Teknik Penanaman  teratur mengurangi persaingan antar pohon dalam mendapatkan air dan makanan (hara) dari dalam tanah sehingga pohon dapat tumbuh dengan maksimal.  Juga mengurangi persaingan antar pohon dalam mendapatkan cahaya dan memperbaiki sirkulasi (pertukaran) udara sehingga batang dan tajuk tumbuh sehat.  Selain itu mengurangi kemungkinan kerusakan pohon akibat terpaan angin yang keras. Untuk daerah-daerah tertentu yang lahannya berbatu-batu atau lapisan tanahnya tipis, seringkali bibit tidak dapat ditanam dengan jarak teratur. 
Pada lahan seperti ini kemampuan bibit untuk hidup juga kecil, sehingga
penanamannya adalah :
1. Jarak tanam boleh tidak teratur
2. Bibit ditanam dengan jarak tanam yang rapat (minimal 3 m) pada tempat-tempat yang lapisan tanahnya memungkinkan bibit untuk  tumbuh (kedalaman tanah minimal 20 cm).
3. Pada lahan seperti ini pemeliharaan bibit harus intensif supaya bibit kuat dan dapat bertahan hidup.
4. Setelah berumur sekitar 5 tahun, pohon-pohon yang tumbuh dan tajuknya telah tumpang tindih dilakukan penjarangan. Ukuran lubang tanam sebaiknya 30 x 30 x 30 cm.  Untuk daerah yang berbatu, lubang tanam dapat dibuat dengan lebar 10-20 cm, dengan menggunakan linggis.  Disetiap lubang tanam ditancapkan ajir terbuat dari bilahan bambu atau kayu yang berfungsi untuk menandai lokasi lubang tanam.
Penanaman dengan menggunakan bibit dilakukan dengan cara :
1. Jika dibawa dari persemaian yang letaknya jauh dari lokasi penanaman, biasanya bibit akan layu akibat kekurangan air selama perjalanan
2. Bibit tersebut sebaiknya jangan langsung ditanam
3. Bibit dipelihara dekat lokasi penanaman selama 1 minggu, agar beradaptasi dengan lingkungan
4. Bibit siap ditanam pada musim hujan atau ketika curah hujan sudahmencukupi
5. Sebelum penanaman, setiap lubang tanam diberi pupuk dasar  terlebih dahulu dengan menggunakan 10 kg kompos atau pupuk kandang + 10 gr TSP.
6. Pastikan bahwa pupuk kandang sudah benar-benar matang menjadi pupuk agar tidak berbahaya bagi bibit 7. Penanaman dilakukan  2-4 minggu setelah pemberian pupuk dasar
8. Bibit dikeluarkan dari kantung semai secara hati-hati agar media tanam tetap utuh
9. Kemudian bibit dimasukkan pada lubang tanam, dan ditimbun dengan tanah yang sebelumnya adalah tanah lapisan atas/humus. Selanjutnya masukkan tanah yang berasal dari lapisan bawah 
10. Tanah dipadatkan dengan cara bibit dipegang pada bagian batangnya dan tanah disekitar bibit diinjak perlahan
11. Letakkan kantung semai pada ujung ajir, sebagai tanda bahwa bibit telah ditanam dan kantung semai tidak ikut tertanam. 
3.4. Pembersihan Gulma
` Tanaman bawah, semak, rumput perlu dibersihkan dari sekitar tanaman  Jati.  Pada tanaman Jati muda, gulma (tanaman pengganggu) perlu dibersihkan secara rutin, karena gulma  merupakan saingan tanaman dalam memperoleh cahaya, air dan unsur hara dalam tanah, dan ntumbuhan merambat juga mengganggu pertumbuhan Jati, bahkan bisa mematikan.  Pembersihan gulma akan lebih berhasil/ efektif jika tanaman Jati ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian.  Pengolahan lahan pada tanaman pertanian sekaligus menjadi kegiatan pembersihan  gulma. Pada tanaman Jati dewasa atau setelah tajuk bersinggungan,  pembersihan gulma tidak sesering pada tanaman muda gulma akan mati dengan sendirinya
3.5. Pemupukan 
Pemupukan dilakukan pada umur 1, 2 dan 3 tahun dengan pupuk NPK.  Dosis pupuk pada tahun pertama 50 gr, tahun kedua 100 gr dan tahun ketiga 150  gr per pohon.  Dapat pula digunakan pupuk kandang/kompos dengan takaran 10 kg per lubang tanam.  Pada lahan yang asam (pH rendah)  dan kurang kapur (Ca), areal di sekitar tanaman perlu diberi kapur tanaman (kapur dolomit) agar pHnya naik. Sebaiknya pemupukan pada tanaman hutan merupakan satu kesatuan kegiatan dengan pemupukan tanaman pertanian dalam pola tumpangsari. 
Teknik pemberian pupuk dapat dengan cara membuat lubang dengan gejik (pasak kayu) di sebelah kanan kiri tanaman.  Dapat pula dengan membuat lubang sedalam 10-15 cm, melingkari tanaman pokok dengan jarak 50 cm- 1,5 m dari batang Jati (melingkar selebar tajuk).
3.6. Penyulaman dan Pemangkasan
Penyulaman adalah kegiatan mengganti tanaman yang mati dengan  bibit baru.  Penyulaman diperlukan untuk mempertahankan jumlah  tanaman atau kerapatan pohon Jati dalam luasan tertentu.  Penyulaman juga berguna untuk mengganti tanaman yang patah, tidak sehat, atau pertumbuhannya buruk. Penyulaman dilakukan pada musim hujan
Pemangkasan (prunning) merupakan kegiatan pemangkasan cabang pohon.  Kegiatan pemangkasan bertujuan untuk meningkatkan tinggi  bebas cabang dan mengurangi mata kayu dari batang utama.  Dengan  menghilangkan cabang atau ranting  yang tidak diperlukan maka nutrisi (sari makanan) pohon akan terpusat untuk pertumbuhan pohon (batang dan tajuk utama).  Kayu hasil prunning dapat dimanfaatkan sebagai  kayu bakar dan tambahan pendapatan petani.  Pemangkasan dapat mengurangi resiko kebakaran hutan.  Tajuk yang bersinggungan dari lantai hutan hingga tajuk pohon teratas akan memudahkan api menjalar menjadi besar.
Pemangkasan dilakukan mulai tahun ke-3.  Setengah bagian bawah (50%) dari tinggi total pohon dibersihkan dari cabang dan ranting.  Pemangkasan cabang yang berlebihan  (lebih dari  50%) dapat menghambat pertumbuhan pohon Jati.  Pemangkasan sebaiknya dilakukan ketika cabang atau ranting masih berumur muda (berukuran kecil).  Pemangkasan biasanya dilakukan ketika memasuki awal musim hujan, yaitu sekitar bulan Agustus.  Pemotongan cabang sebaiknya sedekat mungkin dengan batang utama, namun tidak sampai memotong leher cabang. Leher cabang adalah bagian yang membesar pada pangkal cabang. Sisa cabang yang terlalu panjang pada batang akan menyebabkan cacat mata kayu lepas, atau menjadi sarang bagi hama dan Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan gergaji/ gunting wiwil.   Untuk ranting kecil/muda pewiwilan dapat menggunakan sabit atau golok yang tajam.  Agar tidak menjadi tempat masuknya hama dan penyakit, bekas pangkasan dapat ditutup dengan cat atau ter.
3.7. Penjarangan
Kegiatan penjarangan bertujuan untuk mencegah pohon yang sakit agar tidak menularkan penyakitnya ke pohon yang lain, dan penyebaran (distribusi)   tanaman menjadi lebih merata. Pada hutan Jati monokultur seumur, penjarangan dilakukan setiap 5 tahun sampai pohon berumur 15 tahun.  Penjarangan harus dilakukan lebih sering jika pohon yang ditebang di setiap kegiatan penjarangan  jumlahnya sedikit.  Setelah berumur lebih dari 15 tahun, penjarangan dilakukan setiap 10 tahun.  Pohon yang dijarangkan (ditebang) adalah pohon yang memiliki ciri terserang penyakit, bentuk batangnya cacat atau tumbuh abnormal, pertumbuhannya lambat atau tertekan,
dan pohon yang bernilai rendah.  Jumlah pohon yang ditinggalkan setelah penjarangan dapat didasarkan pada ukuran tinggi pohon yang dipengaruhi oleh umur dan kesuburan tanah (bonita). Untuk clonal forestry penjarangan biasanya dilakukan umur 5 dan 10 tahun. Dari jumlah 1100 pohon per Ha dijarangi menjadi 400 pohon per ha.
Untuk hutan Jati rakyat yang tidak seumur dan jarak tanamnya tidak teratur, pelaksanaan penjarangan lebih sulit.  Pedoman umum yang dapat dipakai adalah:
1. Pusatkan perhatian pada masing-masing pohon, jika suatu pohon ditebang, bagaimana kelak pengaruhnya terhadap pohon-pohon yang ada di sekitarnya, atau bagaimana pertumbuhannya jika pohonpohon disekitarnya yang ditebang
2. Jika tajuk saling tumpang tindih, hal ini merupakan tanda bahwa tegakan harus dijarangi
3. Tebanglah pohon-pohon yang berada dibawah tajuk pohon lain (tidak mendapatkan cukup cahaya), berpenyakit, kondisi atau kualitas batangnya buruk
4. Pohon tidak perlu ditebang/dijarangi jika hanya tajuk bagian bawah yang ternaungi
5. Anakan atau tanaman muda yang berada di tempat terbuka dibiarkan tetap tumbuh
6. Untuk menjaga keragaman ukuran/umur pohon, misal agar diperoleh variasi masa panen, sebaiknya tegakan yang tertinggal setelah penjarangan diupayakan masih mewakili berbagai kelas umur/diameter.
Penjarangan untuk memperbaiki kualitas Jati dapat juga dilakukan terhadap pohon berukuran besar (pohon yang telah laku dijual), dikenal  dengan penjarangan komersial.  Pola penjarangan ini cocok untuk hutan Jati yang difungsikan sebagai tabungan.  Ketika membutuhkan dana, petani tidak selalu menebang pohon yang terbesar.  Pohon yang ditebang dipilih agar pohon-pohon yang tertinggal tumbuh optimal dan tersebar merata.
Penjarangan komersial dilakukan pada :
1. Pohon besar untuk membuka tajuk agar pohon-pohon yang lebih kecil mendapat cahaya lebih banyak sehingga tumbuh lebih cepat dan sehat
2. Pohon yang jika ditebang akan menyebabkan tajuk pohon seumur disekitarnya (yang memiliki bentuk lebih bagus) berkembang lebih subur dan tumbuh maksimal
3. Pohon pohon yang terlalu rapat.
3.8. Pengendalian Hama dan Penyakit
Di area penanaman Jati, serangan hama yang sering dijumpai adalah penggerek batang dan penggerek daun.  Hama yang sering menggerek  batang Jati adalah Neotermes tectonae, Hyblaera purea, Cossus cadambae,  Endoclita chalybeata, Idarbela quadranotata, Asphondylia tectonae dan Anoplocnemis taistator.  Hama yang sering menyerang tanaman Jati antara lain rayap Jati/inger-inger (Neotermes tectonae), hama bubuk (Xyleborus destruens), oleng-oleng (Xyleutes ceramicus), ulat daun Jati (Pyrausta machaeralis), enthung Jati (Hyblaera puera) dan belalang kayu (Valanga nigricornis). Hama bubuk (Xyleborus destruens) menunjukkan gejala serangan yaitu  batang membengkak, batang berlubang, meninggalkan serbuk gerekan  batang, pucuk tanaman menjadi layu dan kering kemudian Jati akan mati.  Secara mekanis apabila serangan hama ini muncul segera ditebang dan dipisahkan.
Tindakan pencegahan agar serangan hama ini tidak menyerang adalah :
1. Pengaturan jarak tanam optimal dan penjarangan yang tepat
2. Tidak menanam Jati pada areal yang bercurah hujan tinggi, di atas 2000 mm/tahun
3. Pembersihan gulma secara periodik untuk menurunkan tingkat kelembaban lahan dan lingkungan tempat tumbuh.
Hama penggerek daun yang sering menyerang adalah dari jenis Euctona machaeralis dan Hyblaera puera. Tanda serangannya adalah daun Jati tidak utuh, berlubang, daun habis disisakan tulang daunnya saja.  Serangan hama ini dapat menyebabkan pertumbuhan Jati terganggu karena daun tidak dapat berfotosintesa dengan sempurna.  Cara pemberantasannya yaitu dengan pola penanaman yang diselingi dengan jenis lain, untuk mengalihkan hama penggerek daun, misalnya penanaman Jati diselingi dengan tanaman kemlandingan atau lamtoro.Serangan penggerek daun ini apabila diamati lebih sering dijumpai pada hutan Jati setiap awalawal musim penghujan.
Beberapa penyakit yang menyerang tanaman Jati adalah penyakit layu  yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas tectonae, penyakit mati  pucuk yang disebabkan jamur Phoma sp, penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor), penyakit kanker batang yang disebabkan oleh Nectria haematococca.
Pengendalian penyakit secara umum dilakukan dengan cara:
1. Imunisasi adalah usaha untuk mengurangi kerentanan tanaman/membuat tanaman menjadi imun terhadap patogen yang menyerang
2. Profilaksis adalah usaha untuk melindungi tumbuhan terhadap perkembangan penyakit.
3.9. Pemanenan Kayu Jati
Supaya dapat memberikan penghasilan yang maksimal sebaiknya pohon Jati ditebang jika telah cukup dewasa untuk menghasilkan kayu berkualitas baik, minimal pohon telah berumur sekitar 15-20 tahun, dan ketika harga kayu sedang tinggi. Sebaiknya penebangan dilakukan dengan penebangan dua sisi agar batang Jati tidak pecah dan rebahnya pohon lebih terarah. 
Ada pola penebangan yang berkaitan dengan sistem silvikultur yang dapat diterapkan di hutan Jati rakyat yaitu :
1. Pola tebang habis : Semua pohon dalam satu area tertentu ditebang semua.  Biasanya dilakukan pada hutan Jati seumur.
2. Pola tebang pilih : Pohon yang ditebang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan.  
Adapun cara penebangan dilakukan yaitu :
Tidak disarankan untuk melakukan penebangan pohon pada satu sisi. Sebaiknya penebangan dilakukan dengan penebangan dua sisi agar batang jati tidak pecah dan rebahnya pohon lebih terarah.

Gambar 3. Teknik penebangan pohon dua sisi
Pertama, tentukan arah rebah pohon untuk meminimalkan kerusakan pohon
Sebelum pohon ditebang, cabang dan  ranting dikurangi.
Satu sisi batang digergaji sejajar dengan arah rebah pohon, disebut takik rebah
Jarak antara alas dan atap takik rebah maksimal 5 cm.
Kemudian pada sisi lainnya juga digergaji setinggi atap takik rebah, sebagai takik balas. 


BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai sistem silvikultur Jati (Tectona grandis) dapat disimpulkan bahwa jati ialah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi, sistem silvikultur di hutan alam sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lokal karena mengandung aspek pelestarian keaneka ragaman hayati,
Saran
Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini ialah jika ingin pengelolaan jati terlebih dahulu harus mempelajari sistem silvikultur jati (Tectona grandis).  Sebab hal ini akan menentukan intensitas produksi tiap kali untuk mengembangkan.











DAFTAR PUSTAKA

Daniel, T. W., Helms, J.A., dan Baker, F.S. 1992. Prinsip-prinsip silvikultur. University Press, Gadjah Mada. Diterjemahkan oleh Djoko Marsono, Yogyakarta. 
Kosasih, A.S., Bogidarmanti, R. dan Rustaman, B. 2006. Silvikultur hutan tanaman campuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 
Hairiah K, van Noorwijk M, Suprayogo D. 2002. Intetraksi antara pohon-tanah-tanaman semusim: kunci keberhasilan kegagalan dalam sistem agroforestri. Bogor : International Centre for Research in Agroforestry. hlm 19-42.
Mahfudz, M. A. Fauzi,  Yuliah,  Herawan, T., Prastyono, dan Supriyanto, H. 2003 Sekilas tentang jati (Tectona grandis L.f.). Puslitbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. 

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pencemaran Laut dari Tumpahan Minyak (Oil Spill))

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM INVENTARISASI SUMBER DAYA HUTAN “Angka Bentuk Pohon Hutan Tanaman Dan Struktur Serta Komposisi Tegakan Hutan Alam”

MAKALAH TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA)