PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN
“prinsip/azas 7 pengelolaan lingkungan hidup”
(Pencemaran Laut dari Tumpahan Minyak (Oil Spill))
OLEH :
SAHRUN
MIA1 16 174
KEHUTANAN D
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT, Karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Pengantar Ilmu Lingkunganyang berjudul “ prinsip/azas 7 pengelolaan lingkugan hidup(Pencemaran Laut dari Tumpahan Minyak (Oil Spill))”.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW,yang membawa kita dari alam kegelapan menuju alam terang benderang. teriring keluarga para sahabat dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat, dan semoga termasuk kita sekalian.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan siapa saja yang membacanya. Dan juga penulis mohon saran dan masukkan yang membangun karena keterbatasan yang dimiliki oleh penyusun.
Kendari, 22 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan dan Manfaat 3
PEMBAHASAN
A. pencemaran laut 4
B. sumber pencemaran laut 5
C. dampak pencemaran laut 8
D. penanggulangan pencemaran laut 13
E. Undang-undang yang menangani pencemaran laut 15
PENUTUP
A. KESIMPULAN 18
B. SARAN 18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekitar tahun 60-an di negara-negara maju telah terjadi beberapa kasus terkait dengan lingkungan hidup seperti pencemaran laut akibat kandasnya kapal tanker Torrey Canyon, meningkatnya penggunaan bahan kimia yang kemudian memunculkan publikasi Rachel Carson dalam bukunya The Silent Spring, penyakit Minamata di Jepang yang semuanya ini mendorong semakin perlunya perhatian dan kepedulian terhadap kondisi lingkungan hidup manusia. Sedangkan negara-negara berkembang mengalami masalah lingkungan hidup yang berbeda. Kelaparan, kemiskinan, stagnasi ekonomi, banyaknya penyakit akibat sanitasi yang buruk, pemukiman yang kumuh, pengangguran, kerusakan habitat dan sumberdaya alam dan beberapa masalah lainnya, yang samapai kini menjadi persoalan yang laten negara-negara berkembang
Lingkungan hidup mulai terangkat menjadi persoalan politik internasional diawal tahun 1970-an. Keinginan untuk mengkaitkan persoalan lingkungan hidup dan pembangunan dilakukan dalam Konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference on Human Environment) yang diadakan di kota Stockhlom, Swedia antara tanggal 5 -16 Juni 1972. Dalam konferensi ini negara-negara mencapai kesepakatan untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup dan menyelamatkan bumi dari kehancuran. Tema “Hanya Satu Dunia” (Only One World) dimana planet bumi yang merupakan tempat hidup manusia dan merupakan suatu ekosistem yang saling kait mengkait menjadi satu sehingga harus dilindungi dan diselamatkan baik untuk generasi sekarang maupun mendatang. Deklarasi Stockhlom 1972 (Stockhlom Declaration) yang merupakan salah satu hasil dari konferensi ini, menegaskan dalam salah satu prinsipnya yaitu pada prinsip/azas 7 yang menyatakan:
Negara sebaiknya mengambil semua langkah yang memungkinkan untuk mencegah pencemaran laut oleh zat-zat yang bertanggung jawab membahayakan kesehatan manusia,hidup dan kehidupan laut, fasilitas merusak atau yang bertentangan dengan pemanfaatan laut yang sah lainnya.
Dampak-dampak yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya berkait pada satu atau dua segi saja, tetapi kait mengait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek dari lingkungan bermasalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak atau akibat pula (Thombang, 2012)
Permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan sebuah benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.Sedangkan lingkungan hidup menurut Otto Soemarwato adalah ruang yang ditempati oleh mahkluk hidup dengan benda tak hidup lainnya, mahkluk hidup tidak berdiri sendiri, melainkan berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang didalamnya terdapat hubungan timbal balik antara mahkluk hidup dengan lingkungan. Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang sehat dan teratur, namun faktanya sekarang ini banyak sekali terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan (aktivitas) yang dilakukan oleh manusia maupun karena pengaruh alam. Salah satu akibat dari kegiatan manusia diberbagai sektor adalah dihasilkannya limbah yang semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya. Limbah tersebut telah menimbulkan pencemaran yang mempengaruhi fungsi lingkungan hidup (Hyronimus, 2006).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini antara lain:
1. apa itu pencemaran laut?
2. sumber-sumber bahan pencemaran?
3. Dampak pencemaran laut?
4. penanggulangan mengenai pencemaran laut?
5. undang-undang yang menangani mengenai pencemaran laut?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari makalah ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai prinsip/azas 7 pengelolaan lingkungan hidup tentang pencemaran laut.
Manfaat dari makalah ini yaitu dapat mengetahui mengenai prinsip/azas 7 pengelolaan lingkungan hidup tentang pencemaran laut.
II. PEMBAHASAN
A. Pencemaran Laut
Bahan pencemar yang masuk ke wilayah pesisir dan laut secara elemental bisa berasal dari berbagai sumber. Keadaan fisik bahan pencemar dari suatu sumber bisa berbeda dengan dari sumber lain, dengan komposisi yang berbeda-beda pula. Dengan demikian dampaknya terhadap lingkungan juga bervariasi. Untuk itu, dalam memahami pencemaran yang terjadi di lingkungan pesisir dan laut, beberapa hal berikut perlu dibahas, meliputi bahan pencemar apa saja yang masuk ke lingkungan, bagaimana sifat polutan dan keadaan lingkungan pesisir dan laut tersebut, dan apa pengaruh atau dampak dari masuknya polutan tersebut kelingkungan (Mukhtator, 2010).
Pencemaran laut diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan aktivitas makhluk hidup yang masuk ke daerah laut. Sumber dari pencemaran laut ini antara lain adalah tumpahan minyak, sisa damparan amunisi perang, buangan proses di kapal, buangan industri ke laut, proses pengeboran minyak di laut, buangan sampah dari transportasi darat melalui sungai, emisi transportasi laut dan buangan pestisida dari perairan. Namun sumber utama pencemaran laut adalah berasal dari tumpahan minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai maupun akibat kecelakaan kapal. Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjdi fokus perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut.
Pencemaran laut adalah hasil buangan aktivitas makhluk hidup yang masuk ke laut. Ada berbagai sumber bahan pencemar yangdapat merusak laut dan dapat membunuh kehidupan yang di laut. Seperti banyaknya ikan-ikan mati karena laut tempat mereka hiduptidak sesuai kebutuhannya. Pencemaran laut yang terjadi di muara sungai porong bersumber pada aktivitas kapal yang hampir setiaphari dan terdapat aliran sunga yang menuju laut.Pembuangan lumpur ke laut tentu akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem air terlebih di Sungai Porong dan SungaiAloo,membahayakan kesehatan masyarakat sekitar dan industri-industri kelautan seperti budidaya tambak udang, ikan, dan produksigaram yang ada, namun sampai seberapa besar risiko tersebut diperkirakan perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebutsebagai dasar pertimbangan manajemen resikonya, melalui pemantauan kualitas air badan air secara rutin dan analisis hasilpemantauan tersebut (PSDKP, 2016).
B. Sumber Pencemaran dari Tumpahan Minyak di Laut
Indonesia sebagai negara kepulau-an yang diapit oleh dua benua menjadikan perairan Indonesia sebagai jalur perdagangan dantransportasi antar Negara. Banyakkapal - kapal pengangkut minyakmaupun cargo barang yangmelintasi perairan Indo-nesiayang menyebabkan negara kita sangatrentan terhadap polusi laut. Ditambahdengan posisi Indo-nesia sebagaipenghasil minyak bu-mi, dimanadibeberapa perairan dan pelabuhanIndonesia dijadikan sebagai terminalbongkar muat rninyak bumi termasuk
juga bermunculannya ba-ngunan pengeboran lepas pantai yang dapat menambah resiko tercemarnya perairan Indonesia. Karena itu di beberapa daerah yang terdapat terminal bongkar muat minyak di kategorikan oleh pemerintah sebagai kawasan ting-kat pencemaran tinggi, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Ka li-mantan Timur, Lampung dan Sulawesi Selatan (JICA-Dephub, 2002).
Sumber dari tumpahan minyak di lautberagam sumbernya, tidak hanyaberasal dari kecelakaan kapal tankersaja namun juga akibat beberapaoperasi kapal dan bangunan lepaspantai.
1. Operasi Kapal Tanker
Produksi minyak dunia diper-kirakan sebanyak 3 milyar ton/tahun dansetengahnya dikirim melalui transportasilaut. Setelah kapal tanker memuat minyakkargo, kapal pun membawa air ballast(sistem kestabilan kapal meng-gunakanmekanisme bongkar-muat air) biasanya ditempatkan dalam tangki slop. Sampai dipelabuhan bongkar, setelah proses bongkar selesai sisa muatan minyak dalam tangki danjuga air ballast yang kotor disalurkan kedalam tangki slop. Tangki muatan yangtelah kosong tadi dibersihkan dengan waterjet, proses pembersihan tangki ini ditujukan
untuk menjaga agar tangki diganti dengan air ballast baru untuk kebutuhan pada pelayaran selanjutnya. Hasil buangan dimana bercampur antara air dan minyak ini pun dialirkan ke dalam tangki slop, sehingga di dalam tangki slop terdapat campuran minyak dan air. Sebe-lum kapal berlayar, bagian air dalam tangki slop harus dikosongkan dengan memompakannya ke tangki penam-pungan limbah di terminal atau dipompakan ke laut dan diganti dengan air ballast yang baru. Tidak dapat disangkal buangan air yang dipompakan ke laut masih mengandung minyak dan ini akan berakibat pada pencemaran laut tempat terjadi bongkar muat kapal tanker (Hartanto B, 2008).
2. Perbaikan dan Perawatan Kapal (Docking)
Semua kapal secara periodik ha-rus dilakukan perbaikan dan pera-watantermasuk pembersihan tangki dan lambung. Dalam pro-ses dockingsemua sisa bahan bakar yang ada dalamtangki harus diko-songkan untukmencegah terjadinva ledakan dankebakaran. Dalam aturannya semua galangan kapal harus dilengkapidengan tangki penampung Iimbah, namun pada kenyataannya banyakgalangan ka-pal tidak memiliki fasilitasini, sehingga buangan minyak langsungdipompakan ke laut. Tercatat padatahun 1981 kurang lebih 30.000 tonminyak terbuang ke laut akibat prosesdocking ini (Clark R.B, 2003).
3. Terminal Bongkar Muat Tengah Laut
Proses bongkar muat tanker bukan hanya dilakukan di pelabuhan saja, namun
banyak juga dilakukan di tengah laut. Proses bongkar muat di terminal laut ini banyak menimbulkan resiko kecelakaan seperti pipa yang pecah, bocor maupun kecelakaan Karena kesalahan manusia (human error).
4. Bilga dan Tangki Bahan Bakar
Umumnya semua kapal memerlu-kan proses ballast saat berlayarnormal maupun saat cuaca buruk. Karena umumnya tangki ballast kapaldigunakan untuk memuat kargo makabiasanya pihak kapal menggunakanjuga tangki bahan bakar yang kosonguntuk membawa air ballast tambahan.Saat cuaca buruk maka air ballasttersebut dipompakan ke laut sementaraair tersebut sudah bercampur denganminyak. Selain air ballast, jugadipompakan keluar adalah air bilga yangjuga bercampur dengan minyak. Bilgaadalah saluran buangan air, minyak,dan pelumas hasil proses mesinyang merupakan limbah. Aturaninternasional mengatur bahwabuangan air bilga sebelumdipompakan ke laut harus masukterlebih dahulu ke dalam separator,pemisah minyak dan air namun padakenyataannya banyak buangan bilgaillegal yang tidak memenuhi aturanInternasional dibuang ke laut.
5. Scrapping Kapal
Proses scrapping kapal (pemotonganbadan kapal untuk menjadi besi tua)ini banyak dilakukan di industrykapal di India dan Asia Tenggaratermasuk Indonesia. Akibat prosesini banyak kandungan metal danlainnya termasuk kandungan minyakyang terbuang ke laut. Diperkirakansekitar1.500 ton/tahun minyak yang terbuang ke lautakibat proses ini yangmenyebabkan kerusakan lingkungan setempat.
6. Kecelakaan Tanker
Beberapa penyebab kecela-kaan tanker
adalah kebocoran pada lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan. Beberapa kasus di perairan Selat Malaka adalah Karena dangkalnya perairan, dima-na kapal berada pada muatan penuh. Tercatat beberapa kasus kecelakaan besar di dunia antara lain pada 19 Juli 1979 bocornya kapal tanker Atlantic Empress di perairan Tobacco yang menumpah-kan minyak sebesar 287.000 ton ke laut. Tidak kalah besarnya adalah kasus terbakarnya kapal Haven pada tahun 1991 di perairan Genoa Italia, yang menumpahkan minyak sebesar 144.000 ton.
C. Dampak Oil Spill Terhadap Lingkungan Perairan Laut
Ketika oil spill terjadi di lingkungan laut,minyak akan mengalami serangkaian
perubahan / pelapukan / peluruhan (weathering) atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak di permukaan laut. Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya akan terurai/terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk itu
tergantung pada karakteristik awal fisik dan kimiawi minyak dan proses weatheringminyak secara alamiah. Menurut Baker JM et al (1990) beberapa faktor utama yang mempengaruhi perubahan sifat minyak adalah:
1.Karakterisik fisika minyak, khususnya specific gravity, viskositas dan trayek
didih;
2.Komposisi dan karakteristik kimiawi minyak;
3.Kondisi meteorologi (sinar matahari (fotooksidasi), kondisi oseanograpi dan temperatur udara); dan
4.Karakteristik air laut (pH, specific gravity, arus, temperatur, keberadaanbakteri, nutrien, dan oksigen terlarutserta padatan tersuspensi). Adapun proses fisika-kimia yangbertanggungjawab didalam transformasihidrokarbon minyak bumi antara lainadalah: penyebaran (spreading), peng-uapan (evaporation), disperse (disper-sion),emulsifikasi (emulsification), disolusi, sedimentasi, dan oksidasi. Ilustrasi dari proses yang saling berinteraksi dalam mengubah sifat minyak. Polutan dari jenis minyak mentah (crude oil)yang di perairan sering manjadi isue-isuelingkungan sehingga dapat menjadiancaman daerah terkait dengan ikliminvestasi. Adapun dampak dari limbahdalam bentuk tumpahan minyak ini secaraspesifik menunjukan pengaruh negatif yangpenting terhadap lingkungan pesisir danperairan laut terutama melalui kontaklangsung dengan organisma perairan,dampak langsung terhadap kegiatanperikanan termasuk pariwisata laut dandampak tidak langsung melalui gangguanterhadap lingkungan.
a. Dampak Langsung Terhadap Organisme
1. Dampak lethal (kematian)
Di perairan lepas pantai dampak tumpahanminyak sebagai B3 (Bahan Berbahaya danBeracun) sering disebabkan oleh kecelakaankapal tanker, kegiatan off-shore atau oleh rembesan alami minyak bumi dari dasar laut(oil seep), sampai saat ini belum ada laporantentang kegiatan industri di darat yangmelakukan pembuangan limbah jauh kearahperairan oseanik. Untuk kasus oil spill diperairan terbuka, konsentrasi minyakdibawah slick biasanya sangat rendah, danmaksimum akan berada dalam kisaran 0.1ppm sehingga tidak menyebabkan kematianmasal organisma terutama ikan-ikan akibattumpahan minyak di perairan lepas pantai.Permasalahannya, kebanyakan kasustumpahan minyak terjadi di perairan pantaiataupun perairan dalam (inshore). Pernahdilaporkan pada kecelakaan kapal tankerAmono Cadiz tahun 1978 di PerairanInggris dan Perancis, populasi ikan-ikan darijenis Pleurenectes platessa dan Solea vulgaris dilaporkan mengalami kematianmassal. Resiko kematian masal akan lebihbesar lagi bagi ikan-ikan di tambak ataupundi keramba serta jenis kerang-kerangan yangkemampuan migrasi untuk menghindari spillsangat rendah (Davis et al., 1984).
2. Dampak sublethal
Berbeda dengan dampak lethal yang dapatdikuantifikasi dengan mudah dilapangan,dampak sublethal akan lebih akurat jikadibuktikan di laboratorium. Uji laboratoriummenunjukan bahwa reproduksi dan tingkahlaku ikan dan kerang-kerangan dipengaruhioleh konsentrasi minyak di air. Dengankonsentrasi yang relatif rendah (< 0.1 ppm),kemampuan tetas telur, tingkat kelulusanhidup, jumlah larva cacat, penutupancangkang (pada kerang) dipengaruhi secarasignifikan. Banyak jenis udang dan kepitingmembangun sistem penciuman yang tajamuntuk mengarahkan banyak aktifitasnya,akibatnya eksposure terhadap bahan B3menyebabkan udang dan kepitingmengalami gangguan didalam tingkahlakunya seperti kemampuan mencari,memakan, dan kawin (GESAMP, 1993).
3. Dampak terhadap plankton
Stadium planktonik dari telur dan larva ikan,moluska dan crustaceae memiliki kerentananyang tinggi dari kontak secara langsung dengan B3. Pada kasus yang ekstrem sepertioil spill yang terjadi saat perang Teluk(1991-1992), 75% stock udang menurun.Kondisi ini akan menjadi lebih buruk jikaspillage bertepatan dengan periode memijah(spawning) dan lokasi yang terkena dampakadalah daerah asuhan (nursery ground).Dampak terhadap stadia planktonik dariorganisma juga akan semakin tinggi ketikabersamaan waktunya dengan peridepemijahan serta masuknya spesies yangperuraya ke daerah tertutup/semi tertutupseperti teluk yang tercemar.
4. Dampak terhadap ikan migrasi
Secara umum, ikan akan dapat menhindaribahan pencemar dan dampak jangka
panjang terhadap populasi lokal dapat dihindari. Uniknya beberapa jenis ikan yang bersifat teritorial, ikan akan harus kembali kedaerah asal untuk mencari makan dan berkembang biak kendatipun daerah yang dituju adalah daerah yang terkontaminasi B3. Hal ini akan meningkatkan resiko terhadap ikan migrasi.
b. Dampak Langsung Terhadap Kegiatan Perikanan
1. Tainting (bau lantung)
Tainting dapat terjadi pada jenis-jenis ikankeramba dan tambak serta jerang-keranganyang tidak memiliki kemampuan bergerakmenjauhi bahan pencemar sehingga menjadi unfit untuk dijual karena organisma yangtercemar oleh B3 jenis minyak akanmenghasilkan bau dan rasa yang tidak enakataupun perubahan warna pada jaringannya.Biasanya, spesies dengan kandungan lemaktinggi akan lebih mudah menjadi tainteddibanding ikan dengan lean-muscle species.Bau dan rasa lantung pada organisma akanhilang melalui proses metabolism (depuration) dengan kecepatan yangberbeda untuk setiap jenis limbah, spesiesdan kondisi optimal hidup bagi spesiestersebut (Baker JM et al, 1990).
2. Budidaya
Untuk ukuran kecil dari suatu spillage ( ex.50 ton), dampak terhadap kegiatan budidaya akan sangat besar, selain dari organismayang dibudidayakan akan terkena dampaklangsung, beberapa peralatan terkait dengankegiatan budidaya seperti jaring dan temalimenjadi tidak dapat digunakan lagi. Selainitu stock juga dapat dipengaruhi jika adaintake air laut yang digunakan mensuplaikebutuhan stock.
3. Ekosistem
Ekosistem pesisir dan laut (mangrove, deltasungai, estuari, padang lamun, dan terumbukarang) memiliki fungsi dan peran yangpenting secara ekologis, ekonomi dan jugasosial budaya. Secara ekologi, ekosistemtersebut merupakan daerahperkembangbiakan, penyedia habitat danmakanan untuk organisma dewasa sertamendukung jejaring makanan (contoh inputnutrient dari daun-daun mati) bagi ekosistemataupun habitat lain disekitarnya. Tekanandari masuknya limbah B3 akan
mempengaruhi peruntukan sistem-sistem tersebut, ditambah lagi vulnerabilitas dari
ekosistem ekosistem tersebut sangat tinggiterhadap bahan beracun berbahayadisamping natural attenuation (dispertionand dilution) pada beberapa ekosistem seperti mangrove, estuari, padang lamun dan daerah dangkal di pantai relatif lebih lambat (IUNC, 1993).
D. Langkah Penanganan Oil Spill
Pernah dicatat dalam sejarah di perairanselat Malaka, sekitar 4 juta liter minyak
tertumpah dan mengakibatkan pencemaran laut pada kasus kecelakaan kapal tanker Showa Maru. Bencana yang skalanya ''catastrophique'', tabrakan tanker Maersk Navigator dan Sanko Honour (1,8 juta barel), adalah contoh lain kejadian tumpahan minyak di Indonesia yang masuk di dalam daftar hitam pencemaran laut olehpetroleum hidrokarbon di dunia.Sampai saat ini belum ada suatu modelpengorganisasian ataupun alat yang mampu diaplikasikan di setiap kasus pencemaran laut oleh minyak bumi. Secara umum penanganan tumpahan minyak dilakukan dengan salah satu atau ketiga metode sebagai berikut:
1. Penanganan Secara Fisika
Penanganan secara fisika adalahpenanggulangan oil spill dengan menggunakan peralatan mekanik,merupakan perlakuan pertama dengan caramelokalisasi tumpahan minyakmenggunakan pelampung pembatas (oilbooms), yang kemudian akan ditransferdengan perangkat pemompa (oil skimmers)ke sebuah fasilitas penerima "reservoar"baik dalam bentuk tangki ataupun balon.Salah satu kelemahan dari metoda ini adalah hanya dapat dipakai secara efektif diperairan yang memiliki hidrodinamika airyang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll)dan cuaca yang tidak ekstrem. Aplikasimetode ini juga sulit dilakukan di pelabuhankarena dapat mengganggu aktivitas keluardan masuk kapal-kapal dari dan menuju pelabuhan. Kendala lain juga dijumpaikarena belum seluruh pelabuhan di Indonesia memiliki Local Cotingency Planfor Oil Pollution, semacam manajemenpena-nggulangan bahaya tumpahan minyak.Teknik lain yang lazim digunakan adalahpembakaran minyak (in situ burning).Tetapi metode pembakaran minyak pada permukaan air ini dari sudut pandangekologis hanya memindahkan masalahpencemaran ke udara.
2. Penanganan Secara Kimia
Pada awalnya penggunaan metode inikurang dikehendaki, aplikasinya untukmenangani tumpahan minyak TorreyCanyon di perairan Inggris tahun 1967dianggap menimbulkan kerusakanlingkungan terutama dikarenakanmenggunakan bahan kimia dispersan yangbersifat racun. Untungnya dalam kurunwaktu lebih dari 30 tahun, pengembanganriset agen dispersan menunjukkan hasil yangsangat menggembirakan, salah satu contohdari dispersan ini adalah corexit 9500 yangdiproduksi oleh Exxon Energy Chemicalyang sukses diaplikasikan untukmembersihkan tumpahan minyak daritabrakan kapal tanker Evoikos dan OrapinGlobal di Selat Malaka.
3. Penanganan Secara Biologi
Merupakan penanganan dengan melakukanbioremediasi yaitu sebagai prosespenguraian limbah organik/ anorganikpolutan secara biologi dalam kondisiterkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahanpencemar dari lingkungan. Kelebihan 56teknologi ini ditinjau dari aspek komersialadalah relatif lebih ramah lingkungan, biayapenanganan yang relatif lebih murah danbersifat fleksibel. Teknik pengolahan limbahjenis B3 dengan bioremediasi ini umumnyamenggunakan mikroorganisme (khamir,fungi, dan bakteri) sebagai agenbioremediator.
E. Undang-undang yang menangani pencemaran laut
Pengelolaan lingkungan hidup pada prinsip/azas 7 mengenai pencemaran laut oleh minyak pada makalah ini didukung beberapa undang-undang yaitu:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN pasal 1 no 10 (Pelindungan Lingkungan Laut adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan Sumber Daya Kelautan dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan di Lautyang meliputi konservasi Laut, pengendalian pencemaran Laut, penanggulangan bencana Kelautan,pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta kerusakan dan bencana) dan no 11 (Pencemaran Laut adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lainke dalam lingkungan Laut oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan Laut yangtelah ditetapkan).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (selanjutnya disebut PP) No.19/1999 tentang “Pencemaran Laut” diartikan sebagai masuknya/dimasukkannya makhluk hidup, zat energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.Masalah perlindungan lingkungan laut ini terutama hal pencemaran karena tumpahan minyak sudah diatur sejak “Konvensi Jenewa 1958” mengenai rezim laut lepas yaitu pada pasal 24, yang berbunyi :
“Every state shall draw up regulations to prevent pollution of the seas by the discharge oil from ships of pipelines or resulting from the exploitation and exploration of the seabed and its subsoil taking account to the existing treaty provisions on the subject”.
(setiap negara wajib mengadakan peraturan-peraturan untuk mencegah pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak yang berasal dari kapal atau pipa laut atau yang disebabkan oleh eksplorasi dan ekploitasi dasar laut dan tanah dibawahnya dengan memperhatiakn ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang ada mengenai masalah ini)
Secara umum, masalah perlindungan lingkungan laut juga diatur dalam “Deklarasi Stockholm 1972” dalam asas nomor 7 disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan guna mencegah pencemaran laut yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan manusia, sumber kekayaan hayati laut terhadap penggunaan lingkungan laut.
Pengaturan mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup di laut Indonesia terdapat pada UU No. 23/1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 5/1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), UU No. 9/1985 Tentang Perikanan, UU No.5/1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, UU No. 6/1996 Tentang Perairan Indonesia, serta UU No.21/1992 Tentang Pelayaran. Yang kesemua ini telah diratifikasi Indonesia. Sementara mengenai tanggung jawab dan ganti rugi pencemaran lingkungan laut belum secara khusus diatur dalam UU tersebut.
Secara khusus pengaturan mengenai penerapan ganti rugi atas pencemaran
lingkungan laut sangat perlu ditangani segera, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan mengingat banyaknya kecelakaan dan kandasnya kapal berakibat tumpahnya minyak ke laut agar lebih dipahami.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah pencemaran laut dapat membahayakan kesehatan manusia,hidup dan kehidupan laut, fasilitas merusak atau yang bertentangan dengan pemanfaatan laut yang sah lainnya sehingga Negara sebaiknya mengambil semua langkah yang memungkinkan untuk mencegah pencemaran laut oleh zat-zat yang membahayakan.
B. Saran
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun karena penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, J. M., Clark, R. B., Kingston, P. F. and Jenkins, R. H., 1990, Natural Recovery of
Cold Water Marine Environments after an Oil Spill. 13th AMOP, New York.
Clark R.B, 2003, Marine Pollution, Oxpord University Press, New York.
Davis, W. P., Hoss, D. E., Scott, G. I. and Sheridan, P.F., 1984, Fisheries resource impactsfrom spills of oil or hazardous substances, In: Cairns, J. and Buikema, A. L. (eds.)Restoration of Habitats Impacted by Oil Spills.
Hartanto B, 2008, Tumpahan Minyak di Lautan dan Beberapa Kasus di Indonesia, Majalah Bahari Jogja, Vol 8 No.12, Yogyakarta.
Hyronimus Rhiti, 2006, Kompleksitas Permasalahan Lingkungan Hidup, Andy Offset, Yogyakarta, hlm.7.
IUCN, 1993, Oil and Gas Exploration and Production in Mangrove Areas, E & P Forum, London, United Kingdom
JICA-Dephub, 2002, The Study for The Maritime Safety Development Plan in Republic of Indonesia, Jakarta
PSDKP. 2016. Pencemaran Laut. Artikel http://hukumonline.com
Comments
Post a Comment