Tugas makalah
PENGANTAR ILMU LINGKUGAN
“Pemukiman Kumuh Diperkotaan“
Oleh :
Kelompok IV
Risna (M1A116108)
Sahrun (M1A116174)
Ridwan (M1A116101)
Rinaldi Syam (M1A116104)
Saputra (M1A116107)
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul ‘‘Pemukiman Kumuh Diperkotaan’’ pada mata kuliah Pengantar Ilmu lingkungan. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami permasalahan sosial terutama dalam pemukiman kumuh.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Karakteristik Pemukiman Kumuh.........................3
2.2 Sebab dan Proses Terbentuknya Pemukiman Kumuh......................5
2.3 Masalah-masalah Akibat Pemukiman Kumuh................................7
2.4 Upaya Mengatasi Pemukiman Kumuh..........................................10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan..............................................................................12
3.2 Pesan........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi kota-kota besar di Indonesia, persoalan kemiskinan merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan yang kronis dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai pemukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterahkan.
Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai pemukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang harus disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh sering disebut sebagai slum area dan dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang seperti kejahatan dan sumber penyakit sosial lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dan karakteristik pemukiman kumuh?
2. Apa penyebab kesemrawutan permukiman terpinggirkan di kota kendari?
3. Apa dampak negatif kesemrawutan permukiman terpinggirkan?
4. Bagaimana Solusi Penataan Arsitektur Permukiman Terpinggirkan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik pemukiman kumuh.
2. Untuk mengetahui penyebab kesemrawutan permukiman terpinggirkan di kota kendari
3.Untuk mengetahui dampak negatif kesemrawutan permukiman terpinggirkan
4.Untuk mengetahui Solusi Penataan Arsitektur Permukiman Terpinggirkan.
BAB II
KAJIAN TEORI
Arsitektur dan permukiman adalah dua hal yang selalu berkaitan atau tak terpisahkan. Setiap berbicara permukiman sesederhana apapun selalu melibatkan masalah arsitektur. Arsitektur dapat menjadi cermin dari keberadaan suatu permukiman dari kelompok social tertentu.Dengan demikian, arsitektur suatu wilayah permukiman dapat menunjukkan baik buruknyakeadaan sosial, ekonomi dan budaya dari warga/masyarakat yang bermukim di situ(Arsyat,2010).
Menurut Undang-undang RI No.4 Tahun 1992 tentang “ Perumahan dan Permukiman “ disebutkan bahwa yang dimaksud dengan prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Di dalam upaya pembangunan untuk meningkatkan derajat kehidupan yang lebih baik bagi kelompok sosial masyarakat di permukiman terpinggirkan ini, pihak perencana dan pelaksana pembangunan tidak hanya dituntut untuk mengetahui masalah-masalah atau kendalakendala yang bersifat fisik saja, tetapi juga yang terkait dengan situasi sosial dan budaya masyarakat sasaran program. Terlebih-lebih terkait dengan lingkungan buatan yang disebut arsitektur, yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan/keadaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mangunwijaya (1981; Budihardjo, 1983: 9)
Tepat seperti dikatakan Kuntowijoyo (1987: 105) bahwa, tumbuhnya kota telah mengubah lingkungan komunal desa menjadi lingkungan individualis. Di sini kelangsungan hidup perorangan merupakan tanda tanya besar, sehingga pekerjaan menjadi motif utama orang untuk tinggal. Di kota, lingkungan tidak lagi dipandang sebagai tempat untuk bermasyarakat, tetapi sebagai tempat bekerja semata-mata. Manusia kota telah kehilangan keinginan untuk hidup bermasyarakat, keinginan untuk bertanggung jawab, dan keinginan untuk saling bergantung (berhubungan sosial). Individualisme di kota-kota besar telah juga menghilangkan kohesi sosial, sekalipun solidaritas baru dalam asosiasi-asosiasi dapat menggantikan kohesi itu.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Karakteristik Pemukiman Kumuh
Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung dan dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan masyarakat. Sedangkan kata “kumuh” menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kotor atau cemar.
Menurut Johan Silas Pemukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan pemukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio pemukiman kumuh. Pengertian pemukiman kumuh yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh yang disebabkan oleh adanya mobilitas sosial ekonomi yang stagnan.
Karakteristik Pemukiman Kumuh : (Menurut Johan Silas)
1. Keadaan rumah pada pemukiman kumuh terpaksa dibawah standar rata-rata 6 m2/orang. Sedangkan fasilitas perkotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan pemukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.
2. Pemukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat pemukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir setiap orang tanpa syarat yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar apapun, selalu dapat diterima dan berdiam di sana.
Kriteria Umum Pemukiman Kumuh:
1. Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu dibenahi.
2. Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas, namun masih dapat ditingkatkan.
3. Para penghuni lingkungan pemukiman kumuh pada umumnya bermata pencaharian tidak tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan rendah
4. Pada umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling bawah, meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.
5. Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program pembangunan kota pada umumnya.
6. Kehadirannya perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu, tetapi tidak semua begitu saja dapat dianggap permanen.
Kriteria Khusus Pemukiman Kumuh:
1. Berada di lokasi tidak legal
2. Dengan keadaan fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah (miskin)
3. Tidak dapat dilayani berbagai fasilitas kota
4. Tidak diinginkan kehadirannya oleh umum (kecuali yang berkepentingan)
5. Pemukiman kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada sistem angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau tidak selalu murah.
B. Penyebab Kesemrawutan Permukiman Terpinggirkan di Kota Kendari
Kaum urban luar kota yang menempati permukiman kumuh di Kota Kendari banyak dating tetapi paling didominasi oleh kaum urban dari Sulawesi Selatan Terutama suku Bajoe. Ada pola kecenderungan dalam menetap sebagai berikut. Bila dia datang menetap sendiri cenderung memilih menyewa kamar atau rumah milik dari warga setempat, ditempati beberapa orang berarti bentuk dan ukuran ruang huniannya terbatas atau sempit. Sedangkan bila mereka datang membawa keluarga cenderung menetap dengan menyewa tanah atau lahan kosong terbatas, sehingga walau kelihatan bentuk dan ukuran ruang peruntukan rumahnya lebih luas namun bila dibagi per jumlah keluarga tetap saja tergolong sempit. Sempitnya lahan yang harus menampung berbagai bentuk kegiatan yang ditekuni juga berpengaruh terhadap kesemrawutan arsitektur permukiman terpinggirkan ini.
Gambar 1. Pemukiman Masyarakat Pinggiran Kendari Caddi
Dari hasil penelitian Kecamatan Kendari juga diketahui bahwa, ada beberapa faktor sosial-budaya penyebab tetap terjadinya kesemrawutan arsitektur dan buruknya kualitas bangunan rumah serta lingkungan pada permukiman terpinggirkan yaitu: Tidak adanya kepedulian masyarakat sekitar terhadap kondisi rumah atau lahan yang mereka tempati sebagai akibat dari tidak adanya rasa memiliki, karena kebanyakan rumah yang ditempati adalah rumah kontrakan milik penduduk asli setempat. Demikian pula bagi mereka yang hanya menyewa tanah kosong, selalu ada anggapan bahwa mereka akan tinggal untuk sementara saja, sehingga rumah yang dibangun hanya berwujud sekedar saja, apalagi kebanyakan profesi atau mata pencaharian mereka sebagai pedagang kecil dengan penghasilan yang tidak terlalu besar. Biasanya sisa pendapatan dari hasil penyisihan untuk kebutuhan hidup sehari-hari tidak dialokasikan bagi perbaikan fisik rumah yang ditempati, melainkan untuk memperbesar modal usaha dan untuk dikirim ke daerah asalnya.
C. Dampak Negatif Kesemrawutan Permukiman Terpinggirkan
Dampak negatip kesemrawutan arsitektur permukiman terpinggirkan dalam lingkup luas atau kota adalah dapat menjadi penyakit dari keindahan pemandangan kota dan pemborosan sumber daya Negara/kota. Dari segi kesehatan, kesemrawutan arsitektur dan kekumuhan permukiman terpinggirkan di kota dapat menjadi sumber berbagai jenis penyakit epidemi seperti muntaber, kolera, malaria, deman berdarah dan lain-lain. Kesemrawutan arsitektur juga berpengaruh pada psikis atau kejiwaan seperti perasaan tidak senang tinggal di rumah atau di lingkungan permukimannya, yang dapat mendorong sebagian warga untuk selalu ingin keluar rumah. Yang berarti arsitektur telah gagal memberi rasa nyaman dan aman baik secara fisik dan kejiwaan, tidak mampu mendidik/menata perilaku penghuninya untuk hidup teratur atau berkepribadian.
Dalam kasus Kota Kendari, berdasarkan paparan hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa, kondisi fisik arsitektur pada permukiman kumuh di Kota Kendari berada dalam kondisi tidak layak dan tidak memenuhi orientasi kesehatan dan keamanan lingkungan, dapat dilihat dari rendahnya kualitas bahan bangunan yang dipakai dan tidak terpenuhinya syarat sanitasi lingkungan akibat ketersesakan bangunan dan terbatasnya lahan kosong untuk pembuangan yang menimbulkan kesan kumuh dan semrawut.
Gambar 2. Dampak Negatif Kesemrawutan Permukiman Terpinggirkan Di Kecamatan Kendari
D. Solusi Penataan Arsitektur Permukiman Terpinggirkan
Masalah kepribadian atau personality.
Masyarakat berpenghasilan rendah sebagai orang yang biasa tinggal di dalam rumah-rumah yang sempit di kota mempunyai outdoor personality, yaitu tidak suka diam di dalam rumah, melainkan lebih sukaberaktivitas di luar rumah. Misalnya mengobrol dengan tetangga di jalanan, mandi dan mencuci ke sungai, mengobrol dengan orang lain di pasar dan sebagainya.
2. Masalah “Sense of belongingness”.
Merupakan permasalahan dalam rasa kepemilikan di mana masyarakat berpenghasilan rendah ini biasanya mau memelihara fasilitas-fasilitas pribadi dengan sebaik-baiknya.
3. Masalah merubah kebiasaan sehari-hari.
Berkaitan dengan kehidupan keseharian yang sering kali/berulang-ulang dilakukan sehingga menjadi kebiasaan, maka perlu dipilah mana yang bisa dipertahankan dan yang tidak, untuk memudahkan cara hidup mereka di lingkungan yang baru ataupun meningkatkan kualitas kehidupan mereka.
Dalam penataan arsitektur permukiman kumuh bagi masyarakat yang modal sosial rendah, tidak mungkin mengharapkan datangnya inisiatif dari pihak mereka sendiri. Karena itu, dibutuhkan peran pihak ketiga dalam hal ini dinas pemerintah terkait, dengan melibatkan lembagalembaga swadaya masyarakat yang memahami kompleksitas masalah permukiman kumuh, bukan saja dari segi teknis-teknologis tetapi terutama dari segi sosial-budayanya. Sebaliknya, perencanaan penataan arsitektur di permukiman kumuh kota, tidak bisa hanya dari satu arah oleh pihak/penguasa saja, tatapi harus bersifat timbale balik, dengan melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat di permukiman kumuh sebagai subjek utama. Minimal penguasa memperhatikan aspirasi dan masukan dari mereka, karena mereka yang akan hidup di sana dan mereka lebih tahu kebutuhan mereka sendiri tentang fungsi guna ruang, serta lebih faham kondisi lingkungannya. Penentu kebijaksanaan hanya wajib memberi pengarahan teknik penataan ke arah yang lebih baik dan manusiawi, membantu
Gambar 3. Solusi Dampak Negatif Kesemrawutan Permukiman Terpinggirkan Di Kecamatan Kendari
4. Kendala Pelaksanaan Program Penataan dan Alternatif Pemecahan
Misi penataan arsitekur permukiman terpinggirkan ke arah lebih manusiawi, yang mampu menjamin berbagai bentuk kontak sosial, saling hubungan yang intim dan personal, penciptaan kedamaian dan kesejahteraan sering menghadapi berbagai kendala. Kendala kadang datangnya dari pihak penentu kebijaksanaan atau instansi berwenang karena dibabat habis oleh dorongan ego pejabat yang narkistis (menganggap diri paling benar), demi ambisi kekuasaan dan kepentingan pribadi. Hati dan perasaan dikalahkan oleh pikiran dan penalaran. Pertimbangan sosio-budaya ditindas oleh pemikiran ekonomis yang profit-motivated.
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Arsitektur suatu wilayah permukiman dapat menunjukkan baik buruknya keadaan sosial, ekonomi dan budaya dari masyarakat yang bermukim di situ. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang misalnya banyak memiliki permukiman kelompok sosial kota terpinggirkan. Kurangnya kesadaran bahwa, yang diinginkan oleh masyarakat miskin di perkampungan kumuh kota adalah: hunian dengan ruangan luar ataupun dalam yang tidak sumpek, mendapat penerangan alami yang cukup, dan terkait dengan kegiatan usaha yang mereka lakukan. Alternatif pemecahannya dengan perbaikan mental dan peningkatan pemahaman terhadap kebutuhan dari masyarakat miskin kota ini. Sumber kendala lain, bisa juga datang dari warga masyarakat yang menjadi subjek pada sasaran program (pemilik rumah atau lahan dan calon penghuni/penyewa).
B. Saran
Pemerintah selain memberikan rumah susun juga harus memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka yang belum punya pekerjaan dan masyarakat harus selalu menjaga lingkungannya agar tetap indah, bersih, dan teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous 1992, Undang – Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 tentang“Perumahan dan Permukiman”.
Arsyad Muhammad,2010. Arsitektur Dan Permukiman Kelompok Sosial Terpinggirkan Di Kota Kendari (Perspektif Kebudayaan Kemiskinan). Jurnal Arsitektur Volume 1 No. 1. Universitas Muhammadiyah Kendari.
Budihardjo, Eko. 1983 & 1997. Arsitektur danKota di Indonesia (1997 dengan Tambahan Materi). Bandung, Penerbit Alumni.
Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya.
Comments
Post a Comment