MAKALAH HIDROLOGI
Faktor-Faktor Yang Turut Berperan Berlangsungnya Hujan
Oleh :
SAHRUN
M1A1 16 174
KEHUTANAN C
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi kita taufiq dan hidayah-Nya sehingga penyusn dapat menyusun makalah yang berjudul ” Faktor-faktor yang Turut Berperan Berlangsungnya Hujan.” Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi siapapun, dan segenap pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk menuju kesempurnaan makalah ini. Tak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT. Amin.
Kendari, Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………….………………………ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………………………………..1
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Curah Hujan…………………..…………………………………………3
Faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan………………………………………….4
Kelembaban Udara……………………………..…………………………………….5
Angin dan Arah Angin…………………………..……………………………………7
Energi Matahari……………………………………………………………………...9
Tipe-tipe Presipitasi………………………………………..……………………......11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan….…………………………………...…………………………………..12
Saran…….……………………………………..…………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air (Haile et al., 2008). Hujan termasuk unsur iklim yang paling dominan memengaruhi kegiatan pertanian (pola tanam dan pemilihan jenis tanaman) yang menjadi sumber utama kehidupan masyarakat Indonesia. Aktivitas pertanian umumnya dikontrol oleh variasi curah hujan terutama wilayah tadah hujan. Selain itu, hujan dapat sebagai penyebab atau pemicu timbulnya bencana alam. Curah hujan yang berlebihan akan menyebabkan potensi longsor dan banjir lebih besar. Sebaliknya curah hujan rendah, ketersediaan air berkurang, potensi kekeringan akan meningkat dan terjadi kebakaran hutan yang akhirnya juga berdampak pada masyarakat. Berdasarkan hal tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik hujan secara spasial dan temporal sehingga dapat dilakukan estimasi bencana yang akan terjadi di suatu wilayah dan aktivitas dapat disesuaikan mengikuti variasi curah hujan. Dengan demikian dampak yang ditimbulkan oleh anomali curah hujan tidak berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat.
Curah hujan sangat bervariasi menurut tempat dan waktu (Handoko, 1994), volume dan intensitasnya dapat berubah dengan cepat (Galvan et al., 2013). Penerimaan curah hujan dan waktu terjadinya antara satu wilayah dapat 2 berbeda dengan wilayah lain. Distribusi curah hujan di suatu wilayah dalam rentang waktu tertentu bisa mengalami peningkatan dan penurunan. Penyebaran dan keragamannya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti letak geografi, topografi dan aliran udara atas (Hilario et al., 2009). Selanjutnya, Variasi curah hujan suatu wilayah khususnya Indonesia sebagai benua elative (Hendon, 2003; Qian, 2008) berkaitan erat dengan interaksi dan fluktuasi fenomena yang disebabkan oleh dinamika Atmosfer-lautan (Ropelewski dan Halpert, 1987; Giannini et al., 2007).
Antara satu faktor dengan faktor lain terdapat interaksi dan menimbulkan variasi iklim berbeda-beda setiap wilayah termasuk Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa (D. I) Yogyakarta. Wilayah ini merupakan bagian pulau Jawa yang bertipe hujan elativ yang mengalamiperbedaan periode hujan yang tegas antara musim hujan dengan musim kemarau
dan terbagi menjadi beberapa zona musim (ZOM) Kondisi ini akan dapat memengaruhi variasi curah hujan, bahkan dapat meningkatkan frekuensi curah ekstrim di suatu wilayah tertentu yang mana peristiwa ENSO lebih berpengaruh pada wilayah tipe hujan monsunal (Tjasyono et al., 2008; Aldrian et al., 2011). Dengan demikian, di wilayah penelitian ini dilakukan analisis variasi curah hujan secara temporal dengan elative fenomena iklim global. Pada skala elat, karakteristik topografi sangat menentukan variasi curah hujan suatu wilayah.
Umumnya curah hujan lebih besar dan sering terjadi di wilayah yang menghadap arah angin dibandingkan wilayah yang menjadi bayangan hujan. Berdasarkan variasi ketinggian, semakin tinggi tempat, curah hujannya elative tinggi (Handoko, 1994; Galvan et al., 2013 ). Hal ini disebabkan oleh pembentukan awan orografik yang lebih intensif (Um et al., 2010) sehingga potensi kejadian hujan semakin besar. Untuk mengetahui curah hujan di suatu tempat, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) umumnya digunakan alat konvensional yakni 4 Observatorium dan Automatic Hellman. Peralatan ini ditempatkan di unit-unit pelaksana teknis terutama Stasiun Meteorologi dan Stasiun Klimatologi serta beberapa titik di daerah-daerah Kabupaten seluruh Indonesia, bekerjasama dengan dinas pertanian daerah yang disebut dengan pos kerjasama.
Selain itu di beberapa lokasi hujan diukur secara telemetri dengan AWS (automatic weather system) dan ARG (automatic rain gauge). Pengukuran curah hujan ini hanya berupa titik atau mewakili wilayah yang sempit. Aturan WMO, luasan maksimum yang dapat diwakili satu stasiun hujan di wilayah tropis adalah 900-3.000 km2 untuk dataran rendah dan 250-1.000 km2 untuk daerah pegunungan. Keperluan yang lebih luas seperti bidang iklim dan hidrologi (Goovaert, 2000), pertanian dibutuhkan hujan secara spasial (curah hujan wilayah), curah hujan titik tidak bisa mewakilinya sehingga diperlukan titik-titik pengukuran yang cukup banyak khususnya pada wilayah dengan topografi yang kompleks. Kenyataan di lapangan, pengukuran curah hujan tidak merata di seluruh daerah. Untuk mengatasinya diperlukan pendekatan atau teknik interpolasi yang lebih akurat dalam menentukan curah hujan lokasi yang tidak ada stasiun hujan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Curah Hujan
Hujan adalah sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya terjadi karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal tersebut tidak lepas dari kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan biasanya tidak lepas dari pengaruh kelembaban udara yang memacu jumlah titik-titik air yang terdapat pada udara. Indonesia memiliki daerah yang dilalui garis khatulistiwa dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah tropis, walaupun demikian beberapa daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan yang cukup besar ( Wibowo, 2008 ).
Gambar 1 : siklus air hujan
`
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal. Dalam penjelasan lain curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir. Indonesia merupakan negara yang memiliki angka curah hujan yang bervariasi dikarenakan daerahnya yang berada pada ketinggian yang berbeda-beda. Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada termpat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. air sebanyak satu liter. http://www.novalynx.com/260-2501.html. Diakses.
pada tanggal 19 Maret 2013.
Faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan
Ada 7 faktor yang mempengaruhi curah hujan. Di antaranya yaitu garis lintang, ketinggian tempat, jarak dari sumber air, arah angin, suhu tanah, dan luas daratan.
1). Faktor Garis Lintang
Faktor utama yang mempengaruhi curah hujan suatu tempat adalah letak tepat tersebut dari garis katulistiwa. Semakin dekat suatu tempat dengan dengan garis katulistiwa (derajat lintangnya semakin rendah), maka semakin besar curah hujan yang diterima tempat tersebut. Begitupun sebaliknya, semakin jauh suatu tempat dari garis matulistiwa( derajat lintangnya semakin tinggi), maka akan semakin kecil pula curah hujan yang diterimanya.
Pengaruh garis lintang terhadap curah hujan dapat terjadi karena suhu udara yang terdapat pada daerah dengan derajat lintang rendah cukup tinggi sehingga memungkinan terjadinya penguapan yang tinggi pula. Air yang menjadi uap air karenapenguapan yang tinggi inilah yang kemudian mengalami kondensasi dan menjadi hujan melalui siklus hidrologi. Pengaruh garis lintang terhadap curah hujan dan dapat kita lihat dari vetapa seringnya hujan terjadi di indinesia dibandingkan hujan yang terjadi dikutub.
2). Faktor Tinggi Tempat
Selain pada posisi terhadap garis lintang, tinggi suatu tempat dari permukaan air laut juga menjadi faktor yang mempengaruhi curah hujan. Semakin tinggi suatu tempat maka semakin rendah curah hujan yang diterima tempat tersebut., begitu sebaliknya. Pengaruh tinggi tempat terhadap curah hujan dapat terjadi karena umumnya semakin tinggi suatu tempat maka semakin rendah pula suhu udara ditempat tersebut.
3). Jarak Tempat dari Laut
Laut sebagai sumber penguapan air terbesar di muka bumi juga berpengaruh terhadap curah hujan. Semakin dekat suatu tempat dengan laut maka akan semakin besar ula curah hujan tempat tersebut., begitupun sebalikya. Jarak suatu tempat yang terlalu jauh dengan laut akan menjadikan uap air yang terkondensasi (awan) akan mencair menjadi hujan sebelum mencapai tempat tersebut.
4). Arah Angin
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa arah angin juga mennjadi salah satu yang menjadi faktor yang mempengaruhi curah hujan. Angin adalah media yang membawa awan untuk mencapai tempat tertentu. Jika suatu daerah jarang dilalui angin, maka akan semakin jarang pula daerah tersebut menerima guyuran air hujan. Pengaruh angin terhadap air hujan dapat kita lihat pada ekosistem gurun di Nusa Tenggra Timur.
5). Deretan Pegunungan
Pegunungan yang berderet menjulang disuatu wilayah sangat mempengaruhi curah hujan disekitar wilayah tersebut. Deretan gunung adalah pembatas bagi awan untuk mencapai daerah dibalik gunung (daerah bayangan hujan). Jika menemui deretan gunung, awan akan naik terus keatas dan terakumulasi sebelum berhasil melewati gunung. Akumulasi ini kemudian menghasilkan hujan.
6). Perbedaan Suhu Daratan Dan Lautan
Perbedaan suhu antara darat dan laut juga menjadi faktor yang mempengaruhi curah hujan. Jika suhu daratan lebih tingg dari suhu laut, maka hujan akan sering terjadi di laut, sementara juka suhu laut lebih tinggi dari suhu darat, maka hujan akan sering terjadi di daratan.
7). Luas Daratan
Keringnya tanah di daerah gurun Sahara, gurun Gobi, dan gurun-gurun lain di dunia tidak lepas dari pengaruh luas daratan. Jika daratan semakin luas, maka curah hujan yang diterima wilayah tersebut akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Pengaruh ini terjadi karena semakin luas daratan maka titik tengah daratan tersebut juga letaknya pasti akan semakin jauh dari laut.
Kelembaban Udara
Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara. Angka kosentrasi ini dapat diekspresikan dalam kelembaban relative. Alat untuk mengukur disebut hygrometer. Sebuah humidistat digunakan untuk mengatur tingkat kelembaban udara dalam sebuah bangunan dengan sebuah pengawal lembab (dehumidifier). Kandungan uap air dalam udara hangat lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara dingin. Jika udara banyak mengandung uap air didinginkan maka suhunya turun dan udara tidak dapat menahan lagi uap air sebanyak itu. Udara yang mengandung uap air sebanyak yang dapat dikandungnya disebut udara jenuh. Kelembaban udara pada ketinggian lebih dari dua meter dari permukaan menunjukan perbedaan yang nyata antara malam dan siang hari. Pada lapisan udara yang tinggi tersebut, pengaruh angin menjadi lebih menjadi lebih besar. Udara lembab dan udara kering dapat tercampur lebih cepat (Benjamin 1994).
Macam-macam kelembaban udara ada 3 yaitu :
Kelembaban spesifik, yaitu perbandingan antara masa udara sebenarnya di atmosfer dengan satu masa udara, biasanya dinyatakan dalam system matrik, gram/kilogram.
Kelembaban udara, yaitu masa uap air yang terdapat dalam satu satuan udara, dinyatakan dalam gram/m3. Contah : kelembaban mutlak wilyah troika umumnya lebih tinggi dari wilayah temperature.
Kelembaban nisbi (relative humidity), yaitu perbandingan antara masa uap air yang ada didalam satu satuan volume udara, dengan massa uap air yang maksimum dapat dikandung pada suhu dan tekanan yang sama.
Kelembaban udara adalah kadar air dalam udara, sehingga, logikanya semakin tinggi kelembaban udara otomatis curah hujan hujan akan semakin tinggi. Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh suhu/ temperature. Kalau temperaturnya tinggi tidak akan terjadi kondensasi air/pengembunan air. Kalau suhunya rendah (misalnya kurang dari 10 derajat Celsius) akan mudah terjadi kondensasi dan terjadi hujan.
Angin dan Arah Angin
Angin adalah aliran udara dalam jumlah yang besar diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara disekitarnya. Angin adalah udara yang bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah yang mempunyai besaran dan arah. Besaran yang dimaksud adalah kecepatan yang sedang arahnya adalah dariman datangnya angin. Kecepatan angin adalah kecepatan udara yang bergerak secara horizontal pada ketinggian dua meter di atas tanah. Perbedaan tekanan udara antara asal dan tujuan angin merupakan faktor yang menentukan kecepatan angin. Kecepatan angin akan berbeda pada permukaan yang tertutup oleh vegetasi dengan ketinggian tertentu, misalnya tanaman padi, jagung, dan kedelai. Oleh karena itu, kecepatan angin dipengaruhi oleh karajteristik permukaan yang dilaluinya.
Pada permukaan bumi terdapat atmosfer yang diakibatkan perbedaan dalam menerima energy matahari, maka dalam skala luas/global angin membentuk sirkulasi tertentu. Oleh karena itu, maka angin memiliki laju dan arah. Di samping angin yang bergerak dalam skala luas terdapat angin yang terjadi di lokasi tertentu atau disebut angin local. Contoh dari angin local adalah angin laut dan angin darat.
a). Faktor-faktor yang menyebabkan angin yaitu :
Gradient barometris, yaitu bilangan yang menunjukan perbedaan tekanan udara dari dua isobar yang jaraknya 111 km. makin besar gradient barometrisnya, makin epat tiupan angin.
Lokasi, kecepatan angin didekat katulistiwa lebih cepat daripada angin yang jauh dari garis katulistiwa.
Tinggi lokasi, semakin tinggi lokasinya semakin kencang pula angin yang tertiup.
Waktu, angin bergerak lebih cepat pada siang hari, dan sebaliknya terjadi pada malam hari.
b). Sifat-sifat angin yaitu :
Angin menyebabkan tekanan terhadap permukaan yang menentang arah angin tersebut.
Angin mempercepat pendinginan dari benda yang panas
Kecepatan angin sangat beragam
c). Kecepatan Angin
Kecepatan angin ditentukan oleh perbedaan tekanan udara antara tempat asal dan tujuan angin dan resistensi medan yang dilaluinya.
d). Arah Angin Terhadap Curah Hujan
Arah angin ditentukan mengikuti arah tiupan angin. Arah angin merupakan unsure cuaca yang penting. Misalnya angin barat angin timur yang menyebabkan musim hujan dan musim kemarau. Menurut Hukum Boys Ballot, angin bertiup dari tempat bertekanan maksimum bertekanan minimu, serta berbelok ke kanan di belahan bumi utara dank e kiri di belahan bumi selatan.
Curah hujan sebagai titik air yang tercurah dari langit dan diukur oleh penakar hujan dengan luasan diameter tertentu merupakan kondisi air yang tercurah dalam suatu uasan tertentu. Dan untuk perhitungan kasar volume air yang jatuh dari langit dapat dihitung dengan mempertimbangan luasan suatu daerah tertentu dikalikan dengan tinggi curah hujan yang terukur yang akan menghasilkan satuan volume air. Angin yang berhembus kearah puncak pegunungan akan berkurang suhunya, sebaliknya angin akan seperti ini mengakibatkan suhu berubah, sehingga curah hujan cukup.
Energi Matahari
Energi adalah kemampuan untuk menghasilkan usaha. Matahari adalah sumber energy yang memancarkan energy sangat besarnya dipermukaan bumi. Energy surya adalah energy yang berupa panas dan cahaya yang dipancarkan matahari. Energy matahari merupakan salah satu sumber energy terbarukan yang paling penting. Berbagai sumber energy terbarukan lainya adalah semisal energy angin, biofuel, air, dan biomasa. Bahkan sumber energy fosil pun terbentuk lewat bantuan energy matahari. Hanya energy panas bumi dan pasang surut saja relative tidak memperoleh energy dari matahari.
Gambar 2 : kelembapan dan energy matahari
Bumi menerima 174 pesawat radiasi surya yang datang (insolasi) di bagian atas dari atmosfer. Sekitar 30% dipantulkan kembali keluar angkasa, sedangkan sisanya diserap oleh awan, lautan, dan daratan. Sebagian besar sprektrum cahaya matahari yang sampai dipermukaan bumi berada pada jangkauan sprektrum sinar tampak dan inframerah dekat. Sebagian kecil berada pada ultraviolet dekat.
Permukaan darat, samudra dan atmosfer menyerap radiasi surya, dan hal ini mengakibatkan temperature naik. Udara hangat yang mengandung uap air hasil penguapan air laut meningkat dan menyebabkan sirkulasi atmosferik atau konveksi. Ketika udara tersebut mencapai posisi tinggi, dimana temperaur lebih rendah, uap air mengalami kondensasi membentuk awan, yang kemudian turun ke bumi sebagai hujan dan melengkapi siklus air. Panas laten kondensasi air menguatkan konveksi, dan menghasilkan fenomena atmosferik seperti angin, siklon, dan anti siklon. Cahaya matahari diserap oleh lautan dan daratan menjaga temperature rata-rata permukaan pada suhu 14 derajat Celsius. Melalui proses fotsintesis, tanaman hijau mengubah energy surya menjadi energy kimia, yang menghasilkan makanan, kayu, dan biomassa yang merupakan komponem awal bahan bakar fosil.
Tipe-tipe Presipitasi
Proses gerakan air dari suatu fase (bentuk) ke fase lain dinyatakan dalam suatu siklus tertentu yaitu siklus hidrologi. Air laut sebagai fase cair dari air apabila terkena radiasi surya akan menguapdan terangkat ke atas menjauhi permukaan air laut. Apabila proses ini berlanjut dan disekitar uap air tersebut terdapat anti kondensasi maka uap air tersebut akan mengumpul dan membentuk tetes air hujan sebagai salah satu bentuk presipitasi. Presipitasi ttersebut ada yang jatuh kembali kepermukaan air, atau diatas permuaan tanah, vegetasi atau badan air yang lain.
Gambar 3 : Bentuk presipitasi
Tipe presipitasi dapat di identifikasi melalui dua cara yaitu genetic dan bentuk.
Berdasarkan genetis dan asal mulanya, suatu presipitasi dapat terjadi apabila didukung oleh tiga faktor utama yaitu udara yang lembab, inti kondensasi dan suatu sarana untuk menaikan udara yang lembab. Proses naiknya udara yang lembab dapat berlangsung dengan tiga cara yaitu konvektif, orografik, dan siklonik (Viesman, dkkk., 1977).
Macam-macam hujan adalah sebagai berikut :
a). Hujan Konvektif (hujan tropis)
Proses naiknya udara secara konvektif diawali dengan terjadinya pemanasan udara yang terdapat diperukaan tanah. Akibat pemanasan tersebut maka udara yang terpanaskan akan ringan dan naik dengan penurunan suhu secara adiabatic. Hujan ini biasanya terjadi pada cakupan wilayah yang sempit dengan waktu yang relative singkat. Hujan ini terdiri dari arus-arus local yang hangat dan lembab yang biasanya membentuk awan cumuli atau berkembang menjadi awan comulinumbis. Sehingga menghasilkan hujan yang lebat disertai kilat dan guntur dan sering disertai hail. Hujan konvektif disertai dengan :
Terpencar-pencar (sengah dari total hujan jatuh pada awal 10% dari interval waktu), pada luasan yang relative sempit (20-50 km) atau sering berupa hujan local
Banyak hujan konveksi mempunyai siklus musiman dan harian yang berhubungan dengan pemanasan radiasi surya.
b). Hujan Orografik
Hujan yang dihasilkan oleh naiknya udara lembab secara paksa oleh daratan tinggi atau pegunungan. Curah hujan tahun didaratan tinggi pada umumnya lebih tinggi dari pada dataran rendah sekitanya terutama pada arah hadap angin. Pengaruh dataran tinggi pada peningkata n curah hujan terutama adalah member dorongan/paksaan udara untuk naik. Pengaruh lain yang tidak langsung adalah :
Menghasilkan turbelensi alamiah yang kuat baik mekanik maupun konvektiv karena melewati permukaan yang kasap
Merupakan penghalang dan penghambat gerakan depresi (badai siklon)
Menimbulkan konvergensi pada arus udara horizontal karena melewati lembah yang melewati cerobong
Memacu udara naik sebagai awal ketikstabilan.
Dorongan naik oleh dataran tinggi membawa udara sampai kearah kondensasi. Penambahan udara hasil kondensasi membuat udara menjadi tidak stabil dan terus naik. Pengaruh dataran tinggi pada hujan tidak semata-mata tergantung ketinggiannya tetapi juga pada suhu dan kelembaban udara yang naik serta arah dan kecepatan angin. Bila udara yang dipaksa naik adalah udara stabil maka akan menghasilkan awan tipe strati yang berhubungan dengan curah hujan yang ringan dan jatuh dalam waktu yang lama. Tapi jika udara yang naik adalah udara yang tidak stabil maka akan menghasilkan tipe cumuli dengan hujan yag deras.
c). Hujan Siklonik
Hujan yang disebabkan oleh gerakan udara naik dalam skala besar yang berasosiasi dengan system pusat tekanan rendah (siklon). Gerakan udara yang naik biasanya perlahan-lahan sehingga bisa tersebar luas. Hujan agak lebat dalam waktu yang agak panjang dan meliputi daerah yang luas.
d). hujan frontal
Biasanya terjadi pada lintang menengah akibat dari naiknya massa udara yang mengalami konvergensi. Jika dua massa udara bertemu (udara hangat yang lembab dengan udara dingin yang kering) maka ketidakstabilan atmosfer akan meningakat udara akan naik dan menghasilkan awan. Bagian dari terdepan massa udara yang lebih hangat dan lebih dingin dari udara sekitarnya disebut front. Oleh karena itu, hujan yang dihasilkan akibat front panas dan front dingin disebut hujan frontal.
e). Hujan Buatan
Perkembangan technology di bidang meteorology, telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk membuat hujan buatan. Hujan buatan dilakukan dengan cara menaburkan bahan kimia berupa argentium lodida atau bahan pendingin seperti es kering kedalam awan untuk mempercepat proses pembentukan awan. Hujan buatan sering dilakukan pada musim kemarau panjang atau pada kebakaran hutan yang luas, seperti kebakaran hutan yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1997 yang asapnya menyebar sampai ke Negara tetangga.
Jenis-jenis Hujan
Jenis-jenis hujan berdasarkan ukuran butirnya yaitu :
Hujan gerimis / drizzle, diameter butirannya kurang dari 0,5 mm
Hujan salju, terdiri dari Kristal-kristal es yang suhunya berda dibawah 0 derajat Celsius
Hujan deras / rain, curahan air yang turun dari awan dengan suhu diatas 0 derajat elsius dengan diameter lebi kurang 7 mm.
Hujan batu es, curahan batu es yang turun dalam cuaca panas dari awan yang suhunya dibawah 0 derajat Celsius.
Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisi BMKG) yaitu :
Hujan sedang, 20-50 mm per hari
Hujan lebat, 50-100 mm per hari
Hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :
Hujan merupakan salah satu fenomena alam yang terdapat dalam siklus hidrologi dan sangat dipengaruhi iklim. Keberadaan hujan sangat penting dalam kehidupan, karena hujan dapat mencukupi kebutuhan air yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup
Faktor yang mempengaruhi hujan ada 7 yaitu faktor garis lintang, tempat tinggi, jarak tempat dari laut, arah angin, deretan pegunungan, Perbedaan Suhu Daratan Dan Lautan dan luas daratan
Tinggi kelembaban udara otomatis curah hujan hujan akan semakin tinggi. Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh suhu/ temperature. Kalau temperaturnya tinggi tidak akan terjadi kondensasi air/pengembunan air
Angin yang berhembus kearah puncak pegunungan akan berkurang suhunya, sebaliknya angin akan seperti ini mengakibatkan suhu berubah, sehingga curah hujan cukup
Udara hangat yang mengandung uap air hasil penguapan air laut meningkat dan menyebabkan sirkulasi atmosferik atau konveksi dan ketika udara tersebut mencapai posisi tinggi, dimana temperaur lebih rendah, uap air mengalami kondensasi membentuk awan, yang kemudian turun ke bumi sebagai hujan dan melengkapi siklus air
Tipe presipitasi dapat di identifikasi melalui dua cara yaitu genetic dan bentuk.
Berdasarkan genetis dan asal mulanya, suatu presipitasi dapat terjadi apabila didukung oleh tiga faktor utama yaitu udara yang lembab, inti kondensasi dan suatu sarana untuk menaikan udara yang lembab. Proses naiknya udara yang lembab dapat berlangsung dengan tiga cara yaitu konvektif, orografik, dan siklonik.
Saran
Dengan terselesainya makalah ini, penyusun mempunyai harapan agar pembaca agar dapat mengambil manfaat dari isi makalah ini, dengan begitu tidak sia-sialah penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alder, R., dan A.J.Negri, 1988, A satellite infrared tecnique to estimate tropical convective and stratiform rainfall. J.appl.meteor.27.30-51.
Adler, R. F., and R. A. Mack, 1984: Thunderstorm cloud height-rainfall rate relations for use with satellite rainfall estimation techniques. J. ClimateAppl. Meteor., 23, 280-296.
Icha. 2011. Curah Hujan, Pengertian Hujan, dan Jenis-jenis Hujan. http//: blog-pengetahuan-umum. Blogspot.com/2011/11/curah-hujan-dan-jenis.html (diakses tanggal 1 juli 2014).
Galván, L., et al,. 2013. Rainfall estimation in SWAT: an alternative method to simulate orographic precipitation. Journal of Hydrology. 509, 257-265.
Goovaerts, P., 2000. Geostatistical approaches for incorporating elevation into the spatial interpolation of rainfall. Journal of Hydrology. 228, 113-129.
Haile, A. T., et al,. 2008. Rainfall variability over Mountainous and adjacent Lake areas: The Case of Lake Tana Basin at the Source of the Blue Nile River. Journal of Applied Meteorology And Climatology. 48, 1696-1717.& Geosciences. 32, 1007–1024..
Hendon, H. H., 2003. Indonesian rainfall variability: impacts of ENSO and local air–sea interaction. Journal of Climate. 16, 1775-1790.
Hilario, F., Guzman, R. D., Ortega, D., Hayman, P., Alexander, B., 2009. El Niño
Southern Oscillation in the Philippines: impacts, forecasts, and risk management. Philippine Journal of Development. Number 66, Vol.36.
Irena. Y. 2007. Estimasi Curah Hujan dengan Penginderaan Jauh untuk Memodelkan Konsep Curah Hujanrunoff di bagian Atas Basin Blue Nile. Institut Tehnologi Bandung.
Mardiyanto, 2009. Estimasi Curah Hujan dengan Penginderaan Jauh untuk Memodelkan Konsep Curah Hujan- Runoff. ITC-UGM. Fakultas Geografi.
Shoji, T. dan Kitaura, H., 2006. Statistical and geostatistical analysis of rainfall in Central Japan. Computers.
Comments
Post a Comment