Indonesia merupakan daerah yang kaya akan tanaman, dengan keanekaragaman tanaman tersebut banyak obat-obatan yang dapat dihasilkan. Penggunaan tanaman hasil kekayaan alam Indonesia sebagai obat sudah dikenal sejak lama, terutama penggunaannya sebagai obat herbal atau tradisional. Kegunaan tanaman tersebut sebagian besar merupakan warisan dari nenek moyang terdahulu, sehingga berbekal pengalaman empiris generasi- generasi berikutnya masih menggunakannya. Penggunaan tanaman tradisional sebagai obat-obatan meliputi berbagai komponen dari tanaman tumbuhan tersebut seperti buah, daun, biji, bunga, akar-akaran, rimpang, dan sebagainya. Salah satu bagian yang sering digunakan adalah akar, akar di beberapa tanaman memiliki khasiat yang penting.
Taman Nasional Rawa Aopa watumohai (TNRAW) merupakan salah satu tanam nasional yang memiliki perwakilan tipe ekosistem khas zona walacea yaitu mangrove, hutan pantai, savana, hutan hujan dataran rendah (hutan parmah), hutan hujan pegunungan bawah, dan ekosistem rawa air tawar. Taman nasional ini terdapat berbagai jenis tumbuhan obat yang dapat ditemukan seperti alang-alang (Imperata cylindrica), kopasanda/kirinyu/komba-komba (Chromolaena odorata) dan putri malu (Mimosa pudica).
Diperkirakan masih banyak jenis tumbuhan yang berpotensi dapat dijadikan sebagai tumbuhan obat. Oleh karena itu, masih membutuhkan praktikum yang lebih akurat agar dapat diketahui jenis dan sebanyak apa saja yang diperoleh di dalam Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan ini yaitu :
Apa saja jenis tumbuhan obat yang ada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ?
Bagaimana cara menganalisa spesies tumbuhan obat yang berada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ?
Apa saja manfaat tumbuhan obat yang berada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan pada praktikum konservasi tumbuhan obat Indonesia ini adalah sebagai berikut.
Untuk mengidentifikasi spesies tanaman obat yang ada di TNRAW
Untuk melakukan eksplorasi dan mendeskripsikan kriteria tanaman obat yang ada di TNRAW
Untuk menyimpulkan kriteria spesies tumbuhan obat serta status konservasinya menurut nasional dan internasional di TNRAW.
Tujuan pada praktikum konservasi tumbuhan obat Indonesia ini adalah sebagai berikut.
Dapat mengidentifikasi spesies tanaman obat yang ada di TNRAW
Dapat melakukan eksplorasi dan mendeskripsikan kriteria tanaman obat yang ada di TNRAW
Dapat menyimpulkan kriteria spesies tumbuhan obat serta status konservasinya menurut nasional dan internasional di TNRAW.
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Obat Secara Umum
Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang dapat dipergunakan sebagai obat, baik yang sengaja ditanam maupun tumbuhan secara liar. Tumbuhan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diramu dan disajikan sebagai obat guna penyembuhan penyakit. Bahan tersebut berasal dari tumbuhan yang masih sederhana, murni, belum tercampur atau belum diolah (Kartasapoetra, 1992 dalam Zaman, 2009).
Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang memiliki khasiat obat dan digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Pengertian berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi mengandung efek resultan / sinergi dari berbagai zat yang berfungsi mengobati (Rahmawati, 2002 dalam Puspitasari, 2016).
Tanaman obat tradisional merupakan tanaman yang dapat dipergunakan sebagai obat, baik yang sengaja ditanam maupun tanaman yang tumbuh secara liar. Tanaman tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diramu dan disajikan sebagai obat guna penyembuhan penyakit (Nursiyah, 2013).
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004), definisi tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku obat (prokursor), atau tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat (Rosmiati, 2010).
Jenis Tumbuhan Obat
Kopasanda/Kirinyu/Komba-komba (Chromolaena odorata L.)
Salah satu tumbuhan yang biasa digunakan masyarakat sebagai bahan obat adalah daun kopasanda atau disebut dengan nama Sunda Kirinyu, dan tumbuhan ini oleh masyarakat wilayah Makassar digunakan sebagai obat luka dan antioksidan. Daun kopasanda (Chromolaena odorata L.) merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili Compositae. Daunnya mengandung beberapa senyawa utama seperti tannin, fenol, flavonoid, saponin dan steroid. Minyak essensial dari daunnya memiliki kandungan α-pinene, cadinene, camphora, limonene, β-caryophyllene dan isomer candinol(3). Daun kopasanda juga dikenal dengan nama tekelan atau gulma siam yang mengganggu pertumbuhan tanaman lain dan mengurangi kesuburan tanah. Ekstrak kasar daun kopasanda memiliki efek antioksidan. Efek yang dihasilkan ini disebabkan oleh kandungannya yang tinggi akan fl avonoid yang memiliki aktivitas antioksidan, yang mampu menghambat proses oksidasi(4). Kopasanda awalnya diketahui berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, kemudian menyebar ke daerah tropis Asia, Afrika, Pasifi k, dan Indonesia (Fitrah, et al, 2017).
Klasifikasi tumbuhan kirinyuh King & H.E. Robins (ITIS, 2010 dalam Febrianasari, 2018) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Phylum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena odorata L
Studi fitokimia pada ekstrak kirinyu telah menunjukan adanya kandungan tanin, terpenoid, saponin, antraquinon, cardiac glycosides, fenol dan alkohol. Adanya kandungan fitokimia ini menyebabkan tumbuhan ini dinyatakan sebagai anthelmintik, antioksidan, antibakteri, analgesik, dan anti inflamasi, antipiretik, antipasmodik, anti malaria, dan memiliki sifat penyembuhan luka (Omokhua, 2015 dalam Febrianasari, 2018).
Alang-Alang (Impherata cylindrica)
Alang-alang adalah tanaman liar yang memiliki manfaat sebagai bahan penutup tanah agar terhindar dari erosi, daun dan batang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak ruminansia, atap rumah, bahan pabrik kertas, bahan kerajinan, sedangkan akarnya dapat digunakan sebagai ramuan obat-obatan secara tradisional (Sukman dan Yakup, 1995 dalam Agustina et al, 2018).
Alang-alang (Imperata cylindrica) memiliki ketahanan yang tinggi, sehingga tanaman ini harus bersaing dalam memperoleh air, unsur hara, dan cahaya matahari. Gulma alang-alang memperoleh air bereproduksi secara vegetatif. Gulma ini dapat menyebabkan penurunan Hh tanah. Menurut Centre for Agriculture and Biosciences (2018) dalam Martiana (2018), klasifikasi alang alang sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Filum : Spermatophyta
Kelas : Monocotiledonae
Famili : Poaceae
Genus : Impherata
Spesies : Impherata cylindrica
Karena banyaknya manfaat akar alang-alang menjadi produk yang lebih bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Salah satu pengolahan yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan sirup dari akar alang-alang karena kandungan karbohidrat yang pada alang-alang telah memenuhi nsyarat- syarat untuk menjadi bahan baku sirup (Jatmiko 2004) Ariani et al, (2018).
Alang-alang sering dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat sebagai herbal. Bagian alang-alang yang sering digunakan sebagai obat adalah akar. Akar alang-alang secara tradisional sudah sering digunakan sebagai obat tradisional, diantaranya adalah digunakan sebagai radang ginjal, pembersih darah akut, obat demam, darah tinggi, batuk, muntah, sesak napas, darah, kencing nanah, mimisan, dan gangguan fungsi hati sakit kuning atau hepatitis (Djauhariya dan Hernani, 2004).
Alang-alang merupakan rumput yang tumbuh secara liar, tersebar luas di hutan, sawah, kebun dan lingkungan terbuka lainnya. Masyarakat secara umum menganggap bahwa alang-alang adalah gulma bagi lahan pertanian, tetapi perusahaan industri banyak memanfaatkan alang-alang untuk keperluan bahan baku obat, sirup dan minuman kesehatan. Alang-alang membutuhkan kondisi lingkungan yang terbuka dengan intensitas cahaya tinggi dan tanah yang subur untuk pertumbuhannya (et al, 2015).
Putri malu (Mimosa pudica)
Tumbuhan Putri malu (Mimosa pudica Duchaas & Walp) tergolong rumput liar yang terancam keberadaannya karena sering dianggap gulma yang merugikan tanaman budidaya. Seluruh bagian tanaman ini dapat berkhasiat sebagai obat mulai dari akar, batang, dan daun, baik dalam bentuk segar ataupun yang dikeringkan. Berdasarkan manfaat dari tumbuhan putri malu serta semakin meningkatnya penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri maka perlu dilakukan penelitian uji efek antimikroba dari ekstrak daun putri malu secara in vitro. Hasil penelitian memperlihatkan efek antimikroba ekstrak daun putri malu dengtan konsentrasi 100% lebih efektif daripada konsentrasi 50% dan 33% dengan berpatokan pada panjangnya diameter zona hambat yang terbentuk oleh masing-masing bakteri uji (Mehingko et al, 2010).
Klasifikasi tanaman Putri Malu Dalimartha, (2008) dalam Syahid, 2009) sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Mimosa
Spesies : Mimosa pudica, Linn
Mimosa pudica L. atau putri malu merupakan tumbuhan dari keluarga Fabaceae-Mimosoideae yang sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Tumbuhan ini digunakan sebagai obat tradisional di India, namun tidak dimanfaatkan di Indonesia. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa mucilago dari biji putri malu berpotensi sebagai eksipien farmasi. Mucilago dari biji putri malu (Mimosa pudica L.) tersusun dari D-xilosa dan D- asam glukuronat yang dapat digunakan sebagai polimer bucoadhesif, bahan pengikat dan penghancur tablet, dan agen pembentuk matriks pada sediaan sustained release dengan mekanisme pelepasan obat seperti, degradasi, difusi dan swelling (Ulfah dan Husni, 2017).
Pengolahan Tumbuhan Obat
Cara pengolahan adalah macam- macam metode yang digunakan oleh masyarakat Kelurahan Merdeka Kecamatan Kupang Timur untuk mengolah sediaan tanaman menjadi berkhasiat obat dengan cara dipanggang, direbus, direndam, diuapkan, ditumbuk, disajikan dalam bentuk segar, dan digoreng (Sambara, 2016).
Berdasarkan tumbuhan obat dari pengolahan masyarakat dalam menggunakan tumbuhan obat yang sangat beragam diantaranya yaitu merupakan dengan cara direbus, ditumbuk, diperas dan tampa diolah. Menurut Haryono Dipta et all, (2014) dalam I’ismi et al, (2018) penggunaan yang banyak dengan cara direbus dan cara penggunaan yang sedikit yaitu dengan cara diperas. Dalam proses pengobatan penduduk kampung Mengkiang mengolah tumbuhan tersebut dengan cara direbus untuk kemudian diambil sari tumbuhannya. Pada umumnya, komposisi tumbuh andalam pengobatan ini lebih banyak menggunakan hanya satu jenis tumbuhan (tunggal).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum konservasi tumbuhan obat Indonesia dilaksanakan di hutan dataran rendah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang berada pada Kecamatan Tinggea Kbupaten Konawe Selatan. Waktu praktikum konservasi tumbuhan obat yaitu pada hari Sabtu, 04 Mei 2019 pukul 07.00 WITA – selesai.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis, papan computer, gunting stek, kamera dan alkohol 70%. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sampel tanaman obat, kertas label, kertas plastik dan Koran.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam praktikum ini yaitu :
Menuju lokasi praktikum
Menerima materi tentang tumbuhan obat yang ada di TN. Rawa Aopa Watumohai
Mencari tumbuhan obat di TN. Rawa Aopa Watumohai dan mengidentifikasi jenis tanaman obat
Membuat herbarium sampel tanaman obat yang diambil di lokasi pengamatan.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
4.1. Letak dan Batas Wilayah
Kawasan TNRAW terletak di Pulau Sulawesi bagian Tenggara, dengan posisi geografis terletak antara 4°22’- 4°39’ Lintang Selatan dan 121°44’ 122°44’ Bujur Timur. Secara fisik kawasan ini membentang dari selatan mulai dari Selat Tiworo di daerah Tinanggea-Lantari menuju arah utara pegunungan Makaleleo di daerah Lambuya-Tirawuta. Secara administratif pemerintahan, kawasan ini memiliki luas 105 194 ha dan berada pada Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Bombana.
Sampai tahun 2012, terdapat 16 kecamatan yang bersinggungan langsung dengan kawasan TNRAW. Diantara kecamatan-kecamatan tersebut, sebagian besar luasan taman nasional berada pada Kecamatan Mata Usu. Kawasan
TNRAW berbatasan dengan lahan budidaya masyarakat, kecuali pada bagian Tenggara dengan Selat Tiworo dan Hutan Produksi (HP) pada sebagian kecil di utara kawasan, serta bagian barat dan barat daya. Batas fisik kawasan TNRAW di lapangan ditandai dengan pal batas sepanjang 366 km. Tata batas kawasan ini dilaksanakan tahun 1984-1987 dan telah temu gelang.
4.2. Iklim
Di sekitar kawasan TNRAW terdapat 4 pos pengamatan cuaca. Curah hujan bulanan pada keempat pos hujan ditampilkan pada Tabel 4. Pergantian musim kemarau ke musim penghujan terjadi pada bulan Nopember. Hujan umumnya mulai terjadi pada bulan Desember dan mencapai puncaknya pada bulan Mei. Sementara musim kemarau dimulai pada bulan Juli dan mencapai puncaknya pada bulan Oktober dengan curah hujan bulanan dibawah 100 mm. Bagian selatan kawasan Taman Nasional berupa dataran rendah yang didominasi oleh savana seluas 22 000 ha. Kawasan tersebut memiliki karakteristik suhu panas, dapat mencapai kisaran 30-32 °C. Kondisi ini terjadi pula pada bagian tengah taman nasional yang berupa wilayah datar memanjang ke utara sampai kaki gunung Makaleleo.
4.3. Tanah dan Bebatuan
Tanah di kawasan TNRAW umumnya berjenis Inceptisol, tersebar di 3 lokasi dengan luasan 61 121.57 ha atau 58.10 % dari luas seluruh kawasan. Jenis ini mendominasi ekosistem rawa dan savana yang umumnya berada pada bentang wilayah datar sampai landai. Jenis tanah entisol mencakup 5 % luasan yang tersebar di 2 lokasi, salah satunya kawasan yang berdekatan dengan laut. Kawasan ini berupa ekosistem mangrove yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Jenis tanah organosol yang kaya kandungan bahan organik banyak ditemukan di daerah-daerah berlumpur, tergenang air atau berawa. Jenis ini mendominasi ekosistem mangrove dan daerah tergenang Rawa Aopa. Luasan tanah organosol (11.23 %) merupakan terendah dibanding jenis tanah yang lain. Komposisi bahan induk (pengolahan Peta RePProt) sebagaimana ditampilkan pada Tabel 6 didominasi oleh batuan sedimen yang banyak dijumpai di daerah berbukit atau bergelombang. Bahan ini tersebar di dua lokasi yaitu di daerah sekitar enclave Horodopi dan yang terluas di bagian selatan kawasan, membentang mulai Kecamatan Lalembuu Kabupaten Konawe Selatan sampai dengan Kecamatan Mata Usu Kabupaten Bombana. Luas seluruhnya sekitar 39 125 ha atau 37.19 % dari luasan TNRAW.
4.4. Topografi
Kawasan TNRAW memiliki bentang wilayah mulai dari datar, landai, curam maupun terjal. Terdapat 3 pegunungan di bagian utara dan selatan kawasan, yaitu Gunung Mokaleleo (500 mdpl), Gunung Watumohai (330 mdpl) dan Gunung Mendoke (790 mdpl). Umumnya kawasan TNRAW bertopografi datar dengan kisaran kelerengan 0 – 2 %. Kawasan ini terdiri atas savana, rawa, mangrove dan kawasan di sekitar Desa Bou memanjang sampai Desa Horodopi. Luasannya mencapai 52 147.57 ha atau 49.57 % dari luas seluruh kawasan TNRAW. Kelerengan landai dengan kisaran lereng 2 – 8 % banyak terdapat di kaki Gunung Mendoke dan Gunung Watumohai yang berbatasan dengan lahan budidaya masyarakat.
Kelas lereng curam sampai sangat curam dengan kisaran lereng 20 – 40 % ditumbuhi oleh pepohonan yang membentuk ekosistem hutan dataran rendah di Gunung Mendoke, Makaleleo dan Gunung Watumohai. Daerah puncak Gunung Mendoke dan Makaleleo termasuk wilayah sangat terjal dengan kelerengan di bawah 49 %.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
No.
Spesies
Manfaat dan khasiat
Nama local
Nama ilmiah
1.
Komba-komba
Chromolaena odorata L
Mengobati penyakit infeksi
paru-paru, Sebagai penetral Racun, mengobati luka.
2.
Alang-alang
Impherata cylindrica
Mengobati kencing nanah, kencing terus-menerus, hipertensi, obat diare, randang hati,
3.
Putri malu
Mimosa pudica
Mengatasi insomia, menyembuhkan batuk, mengatasi wasir, hepatitis
5.1. Hasil
Tabel 1. Jenis dan khasiat Tumbuha Obat di kawasan TN Rawa Aopa Watumohai
Komba-komba (Chromolaena odorata L.)
Komba-komba (Chromolaena odorata L.) adalah jenis tumbuhan yang mudah ditemukan disekitaran pemukiman. Masyarakat sebagian besar telah banyak yang memanfaatkannya sebagai tumbuhan obat. Klasifikasi tumbuhan kirinyuh King & H.E. Robins (ITIS, 2010 dalam Febrianasari, 2018) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Phylum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena odorata L
Alang-alang (Impherata cilindryca)
Alang-alang (Impherata cilindryca) adalah jenis tumbuhan yang banyak dianggap oleh masyarakat sebagai tumbuhan yang merugikan. Padahal, tumbuhan ini memiliki khasiat dalam penyembuhan pada berbagai macam penyakit. Tumbuhan ini hidup liar dan mudah di temukan disekitar kehidupan kita. Klasifikasi tumbuhan kirinyuh King & H.E. Robins (ITIS, 2010 dalam Febrianasari, 2018) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Phylum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena odorata L
Putri Malu (Mimosa pudica)
Putri Malu (Mimosa pudica) adalah jenis tumbuhan yang biasa hanya dianggap sebagai mainan yang aneh dan menarik bagi anak-anak. Sebab ketika tumbuhan ini tersentuh maka akan peka terhadap rangsang dan terlihat seperti layu. Tetapi ternyata dibalik itu tersimpan khasiat yang mampu mengobati penyakit-penyakit manusia.
Klasifikasi tumbuhan putri malu adalah sebagai berikut (Jayani, 2007) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Angiospermae
Ordo : Rosales
Suku : Mimosaceae
Familia : Mimosaceae
Genus : Mimosa
Spesies : Mimosa pudica Linn
Pembahasan
Nasional Rawa Aopa Watumohai di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara dapat diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan massa air yang terdapat pada permukaan tanah dan di atas permukaan tanaii dengan memperhatikan azas konservasi, azas kelestarian dan azas pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistemnya. Keberagaman hayati sangat membantu masyarakat di dalam pemenuhan kebutuhan termasuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan obat-obatan. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat-obatan telah lama dan secara turun temurun dilakukan sebagai bentuk adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya.
Begitu pula yang dilakukan masyarakat Suku Tolaki di Desa Tatangge yang masih menggunakan tumbuhan yang bersal dari kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai sebagai bahan obat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 23 jenis dan 18 famili tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan yang habitusnya berupa pohon, semak dan liana. Keseluruhan tumbuhan tersebut di percaya dapat mengobati 25 jenis penyakit. Pemanfaatan bagian tumbuhan meliputi daun, akar, umbi, batang, buah, dan kulit batang. Pemanfaatannya sebagi obat luar dengan cara dioles maupun dikonsumsi berupa cairan yang direbus terlebih dahulu.
Tumbuhan obat tersebut diyakini mempunyai khasiat dan telah digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Suku Tolaki di Desa Tatangge. Seperti yang dikemukakan oleh Zuhud, et al.(2004) bahwa tumbuhan obat adalah seluruh species tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat. Tumbuhan obat tradisional, yaitu species tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
Pemanfaatan tumbuhan sebagi bahan pengobatan tidak terbatas pada bagian tertentu pada pada tumbuhan tersebut. Hampir semua pada bagian tumbuhan dapat digunakan termasuk akar tumbuhan menyajikan pemanfaatan bagian dari tumbuhan sebagai bahan pengobatan. Sebagian besar penelitian etnobotani yang telah dilakukan pada masyarakat suku lain yang ada di Indonesia menyebutkan daun merupakan bagian tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk
pengobatan. Penggunaan daun sebagai bagian untuk pengobatan selain tidak merusak spesies tumbuhan obat, bagian daun juga mudah dalam hal pengambilan dan peracikan ramuan obat. Pemanfaatan tumbuhan dan cara pengolahan serta cara penggunaannya berbeda setiap jenis. Mulai dari yang digunakan untuk bagian luar dari tubuh sampai yang dikonsumsi. Cara pengolahannya juga berbeda, mulai dari yang digunakan secara langsung atau perlu pengolahan lebih lanjut misalnya direbus.
Terdapat tiga jenis tumbuhan obat yang ditemukan di Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohaoi. Adapun jenis tersebut ialah komba-koma, alang-alang dan putri malu. Tumbuhan obat ini memiliki khasiat dan cara pengolahannya.
Komba-komba (Eupatorium odoratum) merupakan jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan bagian daunnya dan rantingnya yaitu cairan yang ada didalamnya. Kumba-kumba dapat Mengobati penyakit infeksi paru-paru, Sebagai penetral Racun, mengobati luka. Cara pengolahanya sederhana mengambil 1 genggam daun diremas atau ditumbuk hingga berair dan di oleskan di luka ada yang cara langsung diperas, lalu airnya ditempelkan pada bagian-bagian kulit luar. Adapula dengan cara direbus lalu diminum 2 kali sehari pagi dan malam hari.
Alang-alang (Impherata cylindrica) adalah jenis tumbuhan obat yang banyak masyarakat kenal hanya sebagai tumbuhan pengganggu. Akan tetapi, tumbuhan ini memiki khasiat dalam mengatasi masalah penyakit seperti mengobati kencing nanah, kencing terus-menerus, hipertensi, obat diare, randang hati. Cara pengolahannya yaitu dengan mengambil bagian akarnya lalu direbus dan diminum airnya. Begitupula dengan putri malu (Mimosa pudica) memiliki khasiat dalam hal mengatasi insomia, menyembuhkan batuk, mengatasi wasir,dan hepatitis. Cara pengolahannya yaitu dengan mengambil bagian-bagiannya sesuai kebutuhan. Tumbuhan obat ini dapat diperoleh dari hasil rebusannya yang diminum.
VI. PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dalam laporan praktikum ini yaitu :
Jenis tumbuhan obat yang ada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yaitu kumba-kumba (Chromolaena odorata) L, alang-alang (Impherata cylindrica), dan putri malu (Impherata cylindrica).
Cara menganalisa spesies tumbuhan obat yang berada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ialah dengan mencari jenis tumbuhan obat yang pernah digunakan sebagai tumbuhan obat.
Manfaat tumbuhan obat yang berada di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ialah untuk mengobati berbagai macam penyakit sebelum mengonsumsi obat yang telah terkontaminasi oleh bahan organik.
Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini ialah untuk praktikum selanjutnya harusnya di adakan praktikum yang lebih detail agar memperoleh data dan informasi yang lebih akurat.
TINJAUAN PUSTAKA
Agustina, S.D . 2018. Pengaruh Pemberian Air Rebusan Akar Alang-Alang (Imperata Cylindrica (L) Beauv.) terhadap Performans Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica). Universitas Jambi.
Ariani, N., D. Afwandi dan S. Juliana. 2018. Pelatihan Pemanfaatan Akar Alang- Alang Menjadi Produk Olahan Sirup Dan Bahan Campuran Pembuatan Kertas Daur Ulang Di Desa Bandar Khalifah. Universitas Negeri Medan, Medan.
Febrianasari, F. 2018. Uji Aktifitas Bakteri Ekstrak Daun Kirinyu (Cromolaena odorata) terhadap Staphilococcus aures [skripsi]. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Fitrah, M., H.G. Winarno Dan P. S. Manjuntak. 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kimia Zat Anti Kanker dari Daun Kopasanda (Chromolaena Odorata (L.)) Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 15 (1) : 77-81.
Fujiyanto, Z., E. Prihastanti dan S. Haryanti. 2015. Karakteristik Kondisi Lingkungan, Jumlah Stomata, Morfometri, Alang-alang yang Tumbuh di Daerah Padang Terbuka di Kabupaten Blora dan Unguran. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 23 (2) : 48-53.
Ulfah, N.D dan P. Husni. 2017. Potensi Mucilago Biji Putri Malu (Mimosa pudica) Sebagai Eksipien Farmasi. Farmaka. 15 (1) : 167-174.
I’ismi, B., R. Herawatiningsih dan Muflihati. 2018. Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Di Sekitar Areal IUPHHK-HTIPT. Bhatara Alam Lestari Di Kabupaten Mempawah. Jurnal Hutan Lestari. 6 (1) : 16 - 24.
Martina, F.A. 2018. Potensi Alelokimia Ekstrak Rimpang Alang-alang (Impherata cylindrica) untuk Mengendalikan Gulma Bandotan (Ageratum conyzoides) [skripsi]. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Syahid, M.A.N. 2009. Pengaruh Ekstrak Putri Malu (Mimosa Pudica, Linn.) Terhadap Mortalitas Ascaris Suum, Goeze In Vitro [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Mehingko, L., H. Awaloei Dan M.P.Wowor. Uji Efek Antimikroba Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa Pudica Duchaas & Walp) Secara In Vitro. Jurnal Biomedik. 2 (1): 44-49
Nursyah. 2013. Studi Deskriptif Tanaman Obat Tradisional yang digunakan Orangtua untuk Kesehatan Anak Usia Dini di Gugus Melati Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo [skripsi]. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Rosmiati, S. 2010. Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga Melalui Peran Serta Masyarakat (Studi Kasus Di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor) [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sambara, J., N.N. Yuliani Dan M.Y. Emerensiana. 2016. Pemanfaatan Tanaman Obat Tradisional oleh Masyarakat Kelurahan Merdeka Kecamatan Kupang Timur. Jurnal Info Kesehatan. 14 (1): 1112-1125.
Zaman, M.Q. 2009. Etnobotani Tumbuhan Obat di Kabupaten Pamekasan-Madura Provinsi Jawa Timur. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Comments
Post a Comment