SOSOK KEHADIRAN PEMIMPIN MILINEAL DAN BERKUALITAS BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KONAWE SELATAN PADA KONSTALASI PILKADA 2020

Image
Pemilihan kepala daerah di Indonesia pada tahun 2020 digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2021. Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2020 merupakan yang ketiga kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pelaksanaan pemungutan suara direncanakan digelar secara serentak pada bulan Desember 2020. Total daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 sebanyak 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sejumlah nama dari kader-kader potensial partai politik (Parpol) mulai bermunculan. Ada 270 daerah yang akan mengikuti pilkada serentak salah satunya di Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Ada tiga kandidat yang kini ramai diperbincangkan dikalangan masyarakat saat ini, selain itu ada muncul bakal calon bupati dari kalangan milienal. Hal ini menarik dibicarakan. Hal ini disampaikan Ode Undu yang menjabat sebagai Sektaris Umum Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswah K...

Makalah Dampak Perubahan Iklim Terhadap Lingkungan hidup

MAKALAH
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP






OLEH :
SAHRUN
M1A1 16 174
KEHUTANAN C










JURUSAN KEHTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017

KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Dampak Perubahan Iklim Terhadap Lingkungan Hidup pada mata Pengantar Ilmu Pingkungan. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami permasalahan iklim terutama dalam lingkungan hidup.
Harapan  makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.




                                                            Kendari,     Juni  2017

                                                                    Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........i
DAFTAR ISI..…ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang...........1
Tujuan........3
Kegunaan3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Perubahan Iklim.4
2.2. Faktor-faktor Penyebab Iklim..6
2.3. Analisis Resiko Iklim...7
BAB III
PEMBAHASAN
 3.1. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Lingkungan.10
3.2. Sektor-Sektor Yang Berdampak  pada Perubahan Iklim…...............13
3.3. Strategi Mitigasi Terhadap Perubahan Iklim.....15
 3.4. Strategi Adaptasi Perubahan Iklim....…...17
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan...….18
4.2. Saran...18
DAFTAR PUSTAKA 19






BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang awam akan arti pentingnya sebuah lingkungan, maka di dalam pandangannya, lingkungan hanyalah objek sederhana yang sekedar terkait dengan tumbuhan dan hewan. Padahal sesungguhnya, ruang lingkup lingkungan sangatlah jauh lebih luas daripada hal tersebut, yaitu menyangkut entitas menyeluruh dimana semua makhluk hidup berada. Dalam konteks pembangunan negara dan pemberdayaan masyarakat, segala aktivitas dan kegiatannya tidak dapat mengenyampingkan eksistensi lingkungan pada titik dan batas tertentu. Oleh karenanya, pembangunan dan pemberdayaan yang tidak memberikan perhatian serius terhadap lingkungan, sebaliknya justru akan menghasilkan anti-pembangunan dan anti-pemberdayaan, bahkan lebih negatifnya lagi dapat pula berakibat pada penderitaan hebat bagi umat manusia, serta meningkatnya angka kemiskinan dan penindasan terhadap hak asasi manusia.
Menurut Mattias Finger, krisis lingkungan hidup yang mendunia seperti sekarang ini setidaknya disebabkan oleh pelbagai hal, yaitu kebijakan yang salah dan gagal; teknologi yang tidak efisien bahkan cenderung merusak; rendahnya komitmen politik, gagasan, dan ideologi yang akhirnya merugikan lingkungan, tindakan dan tingkah laku menyimpang dari aktor-aktor negara yang tersesat, mulai dari korporasi transnasional hingga CEOs; merebaknya pola kebudayaan seperti konsumerisme dan individualisme; serta individu-individu yang tidak terbimbing dengan baik. Beranjak dari hal tersebut, maka pada umumnya menurut Finger jalan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan lingkungan akan dilakukan melalui pembuatan kebijakan yang lebih baik; teknologi baru dan berbeda; penguatan komitmen politik dan publik; menciptakan gagasan dan ideologi baru yang pro-lingkungan (green thinking); penanganan lingkungan aktor-aktor sesat; serta merubah pola kebudayaan, tingkah laku, dan kesadaran tiap-tiap individu. 
Akan tetapi dalam makalah kali ini, Penulis justru mencoba untuk membahas issu permasalahan lingkungan dengan tidak berpegangan pada mekanisme penanganan konvensional sebagaimana tersebut di atas. Pembahasan akan menggunakan cara pandang yang berbeda dan berada di luar kebiasaan kajian hokum lingkungan yang telah ada, yaitu melalui pendekatan hukum konstitusi (constitutional law). Kendati demikian, kajian ini tentunya tidak menafikan bahwa langkah-langkah konvensional tersebut juga telah membuahkan hasil. Namun sepertinya akan terasa tidak lengkap apabila suatu kajian berperspektif konstitusi tidak diikutsertakan di dalamnya. Oleh karena itu, pembahasan dalam makalah ini dimaksudkan untuk menambah alternatif sekaligus penguatan langkah solutif dalam rangka penanganan masalah lingkungan issu-issu terkait dengan lingkungan hidup.
 Memang harus diakui bahwa hingga saat ini masih sangat jarang para ahli hukum dan lingkungan di Indonesia yang memberikan analisa mengenai korelasi dan pertautan antara peran konstitusi dengan mekanisme perlindungan terhadap lingkungan. Sebagai bahan kajian, Penulis akan mengambil salah satu permasalahan lingkungan yang kini telah menjadi keprihatinan dunia, yakni fenomena perubahan iklim(climate change). 

Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang dominant ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) yang diemisikan oleh permukaan bumi kembali ke permukaan bumi. Pengamatan temperatur global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata-rata temperatur yang menjadi indikator adanya perubahan iklim. 

Perubahan temperatur global ini ditunjukkan dengan naiknya rata-rata temperatur hingga 0.74oC antara tahun 1906 hingga tahun 2005. Perubahan temperatur atmosfer menyebabkan kondisi fisis atmosfer kian tak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap parameter cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang anomali-anomali parameter cuaca tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim.



Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari perubahan iklim terhadap lingkungan, membahas tentang resiko-resiko dan dampak dari perubahan iklim serta sektor-sektor yang terdampar, dan juga strategi mitigasi dan adaptasi perubahan lingkungan tersebut.

Kegunaan

Adapun kegunaan dari pembuatan makalah ini yaitu dapat dijadikan sebagai acuan, pedoman, dan sumber ilmu tentang dampak perubahan iklim terhadap lingkungan.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001). Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang. LAPAN (2002) mendefinisikan perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan. IPCC (Intergovermental Panel of Climate Change) (2001) menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau lebih). Selain itu juga diperjelas bahwa perubahan iklim mungkin karena proses alam internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan.
Perubahan iklim global merupakan tantangan masyarakat Indonesia pada saat ini dalam rangka mengelola keanekaragaman sumberdaya hayati. Pengaruh dari perubahan iklim ini dapat menyebabkan punahnya berbagai jenis hayati dan kerusakan ekosistem, yang menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat yang hidupnya mengandalkan sumberdaya hayati di sekitarnya. Perubahan iklim adalah fenomena global yang ditandai oleh peningkatan suhu dan perubahan jumlah dan distribusi hujan. Pemanasan global (global warming) memiliki implikasi terhadap aspek kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan ekologi serta berdampak langsung terhadap kelestarian ekosistem, biodiversitas, produksi pangan, suplai air, penyebaran hama dan penyakit tanaman, penyebaran vektor penyakit manusia dan sebagainya. Terjadinya pemanasan global disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (greenhouse gases) di atmosfir bumi yang ditimbulkan oleh pembakaran atau penggunaan bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batu bara) oleh sektor industri, transportasi, kegiatan alih guna lahan (land use change) dan kegiatan penggundulan hutan (deforestation) (Purwanto dkk, 2012).
Perubahan iklim (climate changes) merupakan salah satu fenomena alam dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun yang dipercepat akibat aktifitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global. Selain meningkatkan itu, perubahan iklim juga menyebabkan anomali iklim seperti fenomena Enso (El-Nino dan La-Nina), IOD (Indian Ocean Dipole), penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrem, curah hujan dan musim bergeser dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air laut meningkat dan terjadinya rob di beberapa wilayah. El-Nino adalah kejadian iklim di mana terjadi penurunan jumlah dan intensitas curah hujan akibat naiknya suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang mendorong mengalirnya massa uap air di wilayah Indonesia ke arah timur. Sebaliknya, La-Nina adalah kejadian iklim di mana terjadi peningkatan jumlah dan intensitas curah hujan hingga memasuki musim kemarau akibat penurunan suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang memperkaya massa uap air di wilayah Indonesia ( Nurdin, 2010 ).
Istilah perubahan iklim sering digunakan secara tertukar dengan istilah pemanasan global, padahal fenomena pemanasan global hanya merupakan bagian dari perubahan iklim, karena parameter iklim tidak hanya temperatur saja, melainkan ada parameter lain yang terkait seperti presipitasi, kondisi awan, angin, maupun radiasi matahari. Pemanasan global merupakan peningkatan rata-rata temperatur atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi dan di troposfer, yang dapat berkontribusi pada perubahan pola iklim global. Pemanasan global terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi menjadikan perubahan iklim global (Budianto, 2000).

2.2. Faktor-Faktor Penyebeb Iklim
 Dampak terhadap pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kondisi ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Kondisi ini menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan tingkat kerentanan masyarakat. Penelitian ini bertujuan melakukan analisis tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di Sub DAS Garang Hulu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif dengan menggunakan pendekatan metode kombinasi kualititatif dan kuantitatif (mixed method). Data sekunder dikumpulkan melalui kegiatan studi literatur dan desk study. Data primer berupa persepsi masyarakat dengan wawancara mendalam dengan metode purposive sampling. Penilaian kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim menggunakan fungsi dari tiga komponen, yaitu paparan, kepekaan, dan kemampuan adaptasi. Hasil analisis kerentanan masyarakat ditampilkan dalam bentuk peta-peta dengan bantuan Sistem Informasi Geografi (SIG). Hasil kajian menunjukkan bahwa tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim didominasi dalam kategori rendah sampai dengan sedang dengan persentase 73.83%. Daerah yang memiliki kerentanan tinggi adalah daerah Kecamatan Ungaran Timur dan kelurahan Sukorejo di Kota Semarang ( Efendi, dkk., 2012 ).
Perubahan iklim global berpengaruh terhadap temperatur suhu, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, curah hujan dan debit sungai. Tingginya intensitas curah hujan setelah terjadinya perubahan iklim berdampak terhadap fluktuasi debit sungai pada musim hujan dan kemarau. Bencana banjir dan kekeringan merupakan peristiwa alam yang semakin sering di jumpai saat ini. Areal jaringan irigasi way mital mempunyai luas baku sawah 127 Ha yang terdiri dari 4 petak tersier yaitu tersier kairatu 7 Ha, tersier gemba 10 Ha, tersier hatusua 10 Ha dan tersier way mital 100 Ha oleh karenanya untuk menghadapi dampak ekstrim tersebut diperlukan perencanaan pengelolaan irigasi yang sistematis agar mendatangkan keuntungan khususnya bagi petani. Metodologi yang digunakan dalam analisis optimalisasi ketersediaan air di irigasi Way Mital dengan menggunakan Simplex Linier Programming maka akan diperoleh luas tanam, debit air dan keuntungan maksimal hasil pertanian. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di irigasi way mital pada tahun 2009 yang ditandai dengan pergeseran musim hujan dan kemarau serta meningkatnya jumlah curah hujan tahunan. Peningkatan jumlah curah hujan ini berdampak terhadap perubahan katersedian volume air di intake bendung sebelum terjadinya perubahan iklim, volume air yang tersedia di intake pada (Musim Tanam) MT I = 699000 m3, MT II = 444000 m3 dan MT III = 502000 m3. Sedangkan hasil studi juga menunjukan bahwa sesudah terjadinya perubahan iklim volume air yang tersedia pada MT I = 715000 m3, MT II = 487000 m3 dan MT III = 537000 m3. Volume air dari hasil optimasi terhadap eksisting pola tata tanam yang terdapat di irigasi way mital baik sebelum dan sesudah perubahan iklim masih mencukupi kebutuhan air untuk setiap musim tanam dan selisih keuntungan Rp 418,875,000.00 per tahun yg diperoleh dari hasil produksi pertanian ( Hukom,  2012 ).

2.3. Analisis Resiko Iklim
The global climate change was the main global environmental problem. It was influenced by increasing the green house gas. The CO2 gas is of this one. The global climate change is accumulated factor from regional level to local level changes. The main factor is land use and cover change. These changes correlated by decreasing the capacity of the nature in the sink of CO2 gas and the increasing the emitting of the CO2 to the atmosphere. The agriculture practices in the regional development economic always do high risk of environmental problems (Najmulmunir, 2011).
Di era perubahan iklim ini Pemerintah Indonesia harus berusaha keras untuk menyusun rancangan pembangunan daerah dengan tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) yang rendah, dengan jalan mengendalikan deforestasi dan degradasi hutan. Tingkat keberhasilan dari upaya tersebut akan meningkat bila ada keterlibatan berbagai lapisan masyarakat, untuk itu tingkat pengetahuan dan ketrampilan masyarakat tentang cara menaksir emisi GRK perlu ditambah melalui pelibatan dalam pelatihan-pelatihan dan meningkatkan ketersediaan bahan ajar. Tiga macam data utama yang dibutuhkan oleh Pemerintah saat ini terutama terkait dengan: (a) Perubahan emisi GRK terkait dengan kebakaran dan alih guna lahan hutan menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya, maka perubahan emisi GRK di masa yang akan dating bisa ditaksir; (b) Kondisi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan yang ada, dan (c) kondisi hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) (Hairiah dkk, 2016).
Pengaruh perubahan iklim terhadap produksi pertanian dan strategi adaptasi yang dilakukan petani pada lahan rawan kekeringan di Kabupaten Semarang. Data yang digunakan dalam studi ini berupa data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Sampel pada studi ini adalah 90 petani di Desa Jatirunggo, 27 diantaranya adalah petani di daerah rawan kekeringan dan 63 petani di daerah normal. Berdasarkan hasil analisis regresi log linear berganda menunjukkan bahwa variabel: luas lahan, modal, tenaga kerja, dan keanggotaan kelompok tani berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap produksi pertanian. Sedangkan variabel daerah kekeringan berpengaruh secara negatif. Hasil pengujian hipotesis menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa petani yang berada di daerah kering, jenis kelamin, keanggotaan sebagai kelompok tani, dan penggunaan pupuk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peluang kegagalan panen. Sedangkan petani yang mengalami penurunan hasil, dan petani yang berada di daerah kering memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peluang keputusan petani dalam mengubah pola tanam dan menggeser waktu tanam sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim (Hidayati dan Suryanto, 2015).
 Indonesia sebagai negara kepulauan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim yang berakibat pada perubahan cuaca dan bencana alam. Namun hal ini tidak menyurutkan komitmen Indonesia untuk menurunkan tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada berbagai sektor termasuk kehutanan. Walaupun terbukti memiliki peran sebagai penyerap GRK, kehutanan berhadapan dengan isu emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan. Peran hutan dalam mitigasi perubahan iklim adalah mengurangi emisi dan meningkatkan serapan GRK terutama CO2 melalui proses fotosintesis. Penyerapan CO2 lebih banyak terjadi pada hutan yang sedang berada dalam fase pertumbuhan. Mitigasi perubahan iklim yang dapat dilaksanakan pada tingkat sub nasional adalah rehabilitasi hutan. Luas lahan yang tergolong dalam tingkat kritis dan sangat kritis di Provinsi Sulawesi Utara mencapai 16,14% dan jika ditanam kayu pertukangan dengan riap 6-10 ton biomasa/tahun maka total biomasa yang terserap sebesar 16.515,13-27.525,22 Ton CO2e/tahun. Pelaksanaan mitigasi ini memerlukan sinergi antar pihak dalam suatu kebijakan multisektoral sehingga upaya penurunan emisi ini tidak mengganggu pelaksanaan pembangunan (Wahyuni, ).









BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Lingkungan

Fenomena telah terjadinya perubahan iklim(climate change) sepertinya tidak dapat lagi dipertentangkan. Berbagai penelitian ilmiah menggambarkan bahwa karbondioksida (CO2) di lapisan atmosfir yang merupakan konsekuensi hasil sisa pembakaran dari batu bara, kayu hutan, minyak, dan gas, telah meningkat hampir mendekati angka 20% sejak dimulainya revolusi industri. Untuk mengidentifikasi dampak pemanasan global, IPCC (Intergovernmental Panel on ClimateChange), digunakan beberapa pendekatan misalnya: prediksi, pemodelan, dan skenario. Skenario digunakan untuk menggambarkan dampak yang akan terjadi jika asumsi tertentu digunakan. Secara dasar IPCC memilki 2 skenario utama (IPCC, 2001), yaitu skenario optimis dan skenario pesimis. Karena dua skenario tersebut, maka terdapat dua asumsi utama:
 Emisi CO2 akan terus meningkat, menjadi dua kali di tahun 2030, dan meningkatnya populasi dunia juga akan meningkatkan emisi dinitrooksida dan metana.
 Spesifikasi untuk setiap skenario. Skenario B2 digunakan dalam penelitian ini, skenario B2 merupakan efek perubahan iklim untuk kondisi lokal. Skenario ini dipilih karena dipertimbangkan berkenaan dengan kondisi lokal daerah-daerah di Indonesia pada saat ini, yaitu pertumbuhan ekonomi menengah, perkembangan teknologi yang rendah, dan aktivitas yang berhubungan dengan ekonomi, sosial dan kondisi stabilitas lingkungan.

Terjadinya peristiwa peruahan iklim ukan terjadi secara tiba-tia, ini dikarenakan ada faktor-faktor penyebabnya baik itu karena fenomena alam maupun karena tingkah laku manusia. Dan inilah beberapa penyebab perubahan iklim yaitu :
Aktivitas seperti penebangan pohon secara liar
Terjadinya pemanasan global 
Terjadinyaa efek rumah kaca
Menipisnya lapisan ozon di atmosfir bumi
Terjadinya El Nino dan La Nina
Untuk selanjutnya, pembahasan akan lebih difokuskan pada kajian bidang hukum yang terkait erat dengan aspek-aspek HAM dan keadilan berdasarkan kerangka hukum internasional dan hukum konstitusi. 
Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut diantaranya adalah :
Semakin banyak penyakit (Tifus, Malaria, Demam, dll.)
Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan, badai tropis, dll.)
Mengancam ketersediaan air
Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan
Menurunkan produktivitas pertanian
Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan
Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati
Kenaikan muka laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di daerah pantai

3.2. Sektor-Sektor yang Berdampak  pada Perubahan Iklim
1). Sektor Pertanian
Sektor pertanian yag dimaksud dalam konsep pendapatan nasional adalah pertanian dalam arti luas. Pertanian merupakan sektor penyedia pangan yang tidak pernah lepas dari berbagai persoalan, baik persoalan ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, bahkan persoalan kebijakan politik. Hal ini tidak berlebihan karena pangan adalah kebutuhan pokok penduduk, terutama di Indonesia. Laporan BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,641,326 jiwa atau meningkat sebesar 15,21% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup agar tidak menjadi salah satu penyebab instabilitas pangan nasional. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan terutama mempertahankan sekaligus meningkatkan produksi pangan, pada level lapangan masih banyak hambatan dan kendala yang dijumpai. Dari sekian banyak hambatan dan kendala tersebut, ada yang dapat ditangani melalui introduksi teknologi dan upaya strategis lainnya, tetapi ada pula yang sukar untuk ditangani terutama yang berkaitan dengan fenomena alam. Sektor pertanian, selain merupakan penyumbang emisi GRK, tetapi pertanian juga merupakan sektor yang paling terkena dampak akibat perubahan iklim, terutama tanaman pangan. Perubahan iklim telah menyebabkan penurunan produktivitas dan produksi tanaman pangan akibat peningkatan suhu udara, banjir, kekeringan, intensitas serangan hama dan penyakit, serta penurunan kualitas hasil pertanian.
2). Sektor Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
Mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan cara penanaman terutama pada lahan kritis yang perlu direhabilitasi. Dalam pelaksanaannya, diperlukan sinergi antar pihak dalam suatu kebijakan multisektoral sehingga upaya penurunan emisi ini tidak mengganggu pelaksanaan pembangunan dan tetap mendukung perekonomian masyarakat. Pelaksanaan pembangunan rendah karbon dalam rangka mitigasi perubahan iklim ini memerlukan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) serta kerjasama yang baik antar pemangku kepentingan terutama pada sektor berbasis lahan yang seringkali berbenturan dengan kehutanan.
Kegiatan deforestasi (pengalih fungsian lahan hutan menjadi bentuk penggunaan lahan lainnya) dan adanya tindakan perusakan hutan dalam skala luas, berpengaruh sangat besar baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan emisi GRK. 
1. Pengaruh langsung:
Aktivitas pembakaran selama membersihkan lahan untuk pertanian (Gambar 7), ada 2 gas yang dilepas ke udara yaitu CO2 dan CH4 (methana). Bila kondisinya kering, pembakaran berlangsung sempurna, maka gas yang dilepas terbanyak adalah gas CO2, tetapi bila kondisinya agak lembab akan banyak diproduksi asap, maka banyak gas CH4 yang dilepaskan;
Kegiatan menebang dan mengangkut biomasa pohon keluar lahan, berarti penyerap gas buang CO2 telah berkurang jumlahnya dari lahan.
Pengaruh tidak langsung:
Penebangan vegetasi hutan, menyebabkan permukaan tanah terbuka, sehingga proses pembusukan atau pelapukan bahan organik berlangsung lebih cepat, hal tersebut menyebabkan jumlah gas CO2 yang dilepas ke udara (emisi) meningkat.
3). Sektor Perikanan
Sector perikanan yang memiliki peran penting secara social dan ekonomi, sangat terpengaruh erat dengan berbagai perubahan kondisi alam yang kini terus menekan hasil tangkapan ikan dilaut. Berbagai ketidakpastian cuaca, kondisi cuaca ekstrem, kenaikan suhubpermukaan laut (sea surface temperature-SST), naik turunnya harga bahan bakar serta perubahan arah angin, menurunkan tingkat produktifitas nelayan. Perubahan iklim juga turut mempengaruhi distribusi dan penyebaran ikan di laut, sementara kenaikan harga bahan bakarb akan memengaruhi kesempatan nelayan untuk menangkap ikan seiring dengan pegeseran penyebaran ikan yang terus berubah akibat perubahan iklim.
Konsekuensi masa depan terhadap perubahan iklim juga diprediksi akan lebih dramatis lagi dan menggangu kehidupan umat manusia, seperti terancamanya distribusi vegetasi alami dan keanekaragaman hayati, erosi dan badai yang akan memaksa relokasi penduduk di sepanjang pantai, beban biaya yang sangat besar untuk rekonstruksi infrastruktur pembangunan, meningkatnya alokasi dana untuk pengendalian potensi kebakaran dan beragam penyakit, serta investasi yang sangat besar untuk pelayanan kesehatan. Ketika menyadari sepenuhnya akan dampak buruk perubahan iklim bagi negara-negara dunia dan khususnya Indonesia, maka sudah seyogyanya diambil langkah-langkah penting dan strategis dengan cara mitigasi dan adaptasi guna mencegah kerusakan yang lebih besar. 

3.3. Strategi Mitigasi Perubahan Iklim
Pada dasarnya ada 2 strategi mitigasi yang direncanakan daerah yaitu meningkatkan cadangan karbon dan menghindari deforestasi serta kerusakan hutan, tentu saja pelaksanaannya akan dipengaruhi oleh rencana pembangunan daerah masing-masing, topografi, iklim dan latar belakang budaya. Pada umumnya Pemerintah Daerah yang ada lebih memilih strategi meningkatkan cadangan karbon dengan melakukan penanaman berbagai jenis pohon kecuali di area konservasi dimana penghindaran deforestasi lebih banyak dipilih seperti yang ditunjukkan oleh Kabupaten Jayawijaya dan Merauke. Upaya meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman pepohonan akan dilakukan di area hutan produksi, hutan bakau dan lahan bekas pertambangan atau di area penggunaan lahan lainnya.

Terdapat empat strategi utama penerapan mitigasi. Salah satunya adalah:
Eliminasi, yaitu menghindari penggunaan alat-alat penghasil emisi gas rumah kaca. Tindakan ini memberikan penghematan biaya yang terbesar dan dapat langsung dirasakan. Contoh: Mematikan lampu saat tidak digunakan; mematikan A/C saat tidak ada orang didalam ruangan
Pengurangan, Yaitu sebuah tindakan dapat dilakukan dengan mengganti peralatan lama dan/atau mengoptimalkan struktur yang sudah ada. Tindakan mitigasi seperti ini sangat efektif dan dapat integrasikan ke dalam bisnis sehari-hari dengan usaha minimum. Contoh: Memasukkan efisiensi energi ke dalam pengambilan keputusan investasi.
Subtitusi, Sekalipun langkah ini memiliki konsekswensi atau implikasi biaya investasi yang tinggi. namun, akan melahirkan dampak positif terhadap penurunan potensi emisi melalui subtitusi sangatlah tinggi. Contoh: Penggunaan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik dan/atau pemanas. 
Mitigasi perubahan iklim dapat juga dilakukan dengan merubahn habbit dalam hidup kita sehari hari. Efisiensi energi dapat dilakukan melalui substitusi ataupun melalui penghematan. Penghematan energi seringkali turut menurunkan emisi penyebab perubahan iklim. Penggunaan energi secara efisien juga dapat menghemat biaya. 
3.4. Strategi Adaptasi Perubahan Iklim 
Mengingat masalah perubahan iklim ini sangat kompleks yang mencakup banyak sektor, maka penyelesaian masalah yang dihadapi juga harus dilakukan secara terpadu dari banyak sektor sehingga adaptasi dan pengurangan resiko bencana merupakan suatu tantangan baru untuk disinergikan dalam sistem pembangunan nasional. Perubahan iklim telah terjadi dan dampaknya sudah dirasakan oleh semua makhluk hidup di semua belahan bumi ini, maka banyak upaya yang bisa dilakukan untuk mengendalikan dampak dari perubahan iklim, baik dengan cara adaptasi atau mitigasi atau kombinasi keduanya.
1). Apa itu Adaptasi Perubahan Iklim?
Adaptasi merupakan cara/upaya dalam menghadapi efek dari perubahan iklim, dengan melakukan penyesuaian yang tepat dengan melakukan upaya untuk mengurangi pengaruh merugikan dari perubahan iklim, atau memanfaatkan pengaruh positifnya. Sebagai contoh, adanya strategi dan kebijakan umum Kementrian Pertanian (2011) dalam menanggulangi dampak perubahan iklim terhadap pertanian adalah memposisikan program aksi adaptasi pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura sebagai prioritas utama. Sementara, mitigasI adalah segala upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyebab terjadinya perubahan iklim (emisi GRK), yaitu dengan menyerap CO2 di udara dan menyimpannya dalam tanaman dan tanah baik dalam ekosistem hutan maupun pertanian dalam jangka waktu yang lama, misalnya system kebun campuran (agroforestri). Namun demikian, kebun campuran banyak macamnya tergantung dari lokasi (iklim, tanah dan posisinya dalam lanskap), managemen dan kebutuhan pasar; sehingga pengembangannya memerlukan pendekatan yang lebih seksama.

2).  Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim
 Adanya ketidak-menentuan cuaca yang terjadi akhir-akhir ini berdampak langsung dan tidak langsung terhadap kehidupan, antara lain yaitu:
 Bencana banjir dan longsor lebih sering terjadi, selain mengurangi luasan lahan pertanian juga berdampak mengurangi luasan daerah tangkapan ikan dan arena berburu hewan liar
 Kegiatan berburu binatang
Wabah malaria, diare dan influenza semakin meluas
 Ketersediaan air sumur semakin terbatas dan bila ada-- air sumur berkualitas rendah dikarenakan tingkat salinitas yang tinggi. Hal tersebut terjadi mungkin berhubungan dengan berkurangnya vegetasi di hutan.

Masyarakat desa umumnya mempunyai pengetahuan lokal yang selaras dengan alam sekitarnya sehingga mereka bisa bertahan dengan perubahan kondisi yang terjadi disekitarnya. Sebagai contoh berikut adalah usaha masyarakat Mamberamo untuk beradaptasi dengan masalah yang timbul terkait dengan perubahan iklim tersebut di atas, antara lain adalah:
Adaptasi terhadap banjir di musim penghujan
 Adaptasi terhadap kekeringan di musim kemarau
Adaptasi terhadap suhu tinggi
 Aksi Mitigasi Emisi Karbon


BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1).  Perubahan iklim merupakan fenomena alam yang terjadi di bumi ini, keadaan yang  harus diwaspadai karena dapaknya yang yang dapat merugikan bagi kehidupan di muka bumi dengan berupaya untuk menjaga dan melestarikan yang parah yang menyebabkan perubahan iklim.
2). Proses adaptasi yang dilakukan untuk megatasi perubahan iklim pada sector pertanian dengan cara melihat kondisi lahan ketika pertama kali melakukan proses tanam. 
3). Proses mitigasi yang dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim pada sector pertanian dengan cara mengimplementasikan pertanian organic dan pertanian terintegrasi.
4). Kedua proses adaptasi dan mitigasi bertujuan utuk mengatasi perubahan iklim sebagai salah satu pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang tepat pada proses adaptasi dan mitigasi dengan menggunakan pendekatan integrative yang mengutamakan keterkaitan antara manusia dan alam.

 Saran 
Adapun saran dari makalah ini yaitu :
1). Dalam menghadapi perubahan iklim seharusnya ada kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah
2). Dalam mengatasi perubahan iklim masyarakat dan pemerintah membutuhkan kesadaran mulai dari diri sendiri dengan begitu perubahan iklim tidak berdampak besar terhadap kehidupan.



DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Muchtar dkk,. 2012.  Kajian Kerentanan Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Berbasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus Sub Das Garang Hulu).  Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 10 Issue 1: 8-18.
Hairiah, Kurniatun dkk, 2016. Perubahan Iklim Sebab dan Dampaknya Terhadap Kehidupan. Bogor : World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program.
Hukom, Edison dkk,. 2012. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Optimasi Ketersediaan Air di Irigasi Way Mital Propinsi Maluku. Jurnal Teknik Pengairan, Volume 3, Nomor 1, Mei, hlm 2432. 
Hidayat, Ida Nurul dan Suryanto. 2015. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi
Pertanian dan Strategi Adaptasi pada Lahan Rawan Kekeringan. Surakarta : Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Vol. 16, Nomor 1.
Purwanto, Y dkk,. 2012. Strategi Mitigasi dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus Komunitas Napu Di cagar Biosfer Lore Lindu. Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 14 No. 3.
Najmulmunir,  Nandang. 2011. Analisis Dampak Penggunaan Ruang Terhadap Risiko Perubahan Iklim: Studi Kasus Provinsi Lampung. governance, Vol.1, No. 2,
Nurdin, 2010. Antipasi Perubahan IklimUuntuk keberlanjutan Ketahanan Pangan. Gorontalo : Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri.
Wahyuni, Nurlita Indah.   Rehabilitasi Hutan Dan Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan  Di Sulawesi Utara. Manado :  Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pencemaran Laut dari Tumpahan Minyak (Oil Spill))

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM INVENTARISASI SUMBER DAYA HUTAN “Angka Bentuk Pohon Hutan Tanaman Dan Struktur Serta Komposisi Tegakan Hutan Alam”

MAKALAH TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA)