Oleh: Sahrun
Siapa yang Salah
Demokrasi ataupun apalah namanya telah melegalkan manusia yg berakal untuk menyampaikan aspirasinya sesuai pasal UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyatakan pendapat di depan umum. Tetapi ketika diaktualisasikan, pihak terkait akan merasa terganggu atau terancam dalam penegakan kebijakkannya sehingga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang "Pertahanan Negara" dll. pun menjadi dalih sebagai pengamanan kondisi polemik tersebut.
Tidak menyalahkan pihak manapun sebab masing-masing oknum hanya menginterpretasikan UU yg di percaya sesuai kebutuhannya agar rasa keadilan ditegakkan di bumi Indonesia.
Lalu apa masalahnya. Ketimpangan realitas memang ada. Tutup matapun kita bisa mendengar teriakan sakitnya, tutup kupingpun kita bisa melihatnya. Tutup dua-duanya secara bersamaan tetap juga akan terasa pedihnya krn masih punya nurani kecuali telah ikut tertutup pula nuraninya. Tapi siapa yg salah. Itu mgkn trserah anda siapa yg mw disalahkan.
Pasti tidak ada yg baik hati ataupun bodoh supaya diberi gelar pahlawan untuk mengaku bahwa pihak kamilah yg salah dan akan bertanggungjawab serta membereskannya. Sangat mangkrak dan Tak logis.
Yah memng tidak akan mengaku karena masing-masing pihak telah berpegang teguh pada kecerdasan dan dalih UU nya. Itulh sebabnya tetap brsebrangan.
Loh mengapa bukankah UU telah rapi disusun lagi bijak dan disahkan berdasarkan IQ manusia.
Mengapa realitas kehidupan di negeri tetap saja tak damai. Apakah kurang nasionalis ataukah banyaknya paham. Banyak paham bagus tapi tetap satu falsafah yaitu Pancasila. Dan bukankah Sumpah Pemuda telah menjawabnya dan yg tua pun pernah menjadi pemuda. Sekalipun sekarang sudah tua, toh yg bangung juga negeri ini adalah para founding fathers kita.
Lagi-lagi bukan mw menyalahkan pihak manapun tp sedikit mengungkapkan realitasnya. Bukan mau kritik tapi cuman mau menannyakan siapa yang salah. Tp, jangan asal menuduh nanti kena delik UU.
Tapi sebagai manusia yg berpikir seperti para pembuat UU, kita juga pantas berpikir bahwa Manusia sebaik-baik bentukpun, secerdas-cerdaspun, tinggi intelegensinya, terpuji akhlahnya, manusia bijaksana. Toh juga manusia. Setiap manusia pasti punya kekurangan.
Tentu dengan kekurangannya dia tidak sanggup sepenuhnya mengatur manusia yg lain dalam urusan kehidupannya. Semiotiknya UU versi inspirator dgn UU versi penegak kebijakkan saling kontradiksi padahal sama2 sumbernya dr manusia terpilih melalui demokrasi dan tentunya jg punya IQ. Ataukah mereka salah interpretasi. Lalu siapa yg pantas menginterpretsiakan bnyaknya UU?.(jawab sendiri). Makanya ada ketimpangan (kalo percaya).
Bukankah selain manusia ada juga yg maha pengatur. Pengatur manusia itu sendiri yaitu Sang Pencipta manusia. Sang Pencipta yaitu Dialah Allah Subhana Wata'Ala (itupun kalau yakin).
Tetapi fokus pertanyaan bukan siapa yang maha pengatur sebenarnya. Akan tetapi, siapa yang salah.
Jikalau mengkontemplasikan berdasarkan yg diutarakan sebelumnya, tentunya semua harusnya sudah paham siapa yg disinggung atau bahkan yg tertuju langsung. Yang salah mungkin saja pembuat aturan itu sendiri yg digali dari IQnya yg terbatas, bukan digali dari sang penciptanya ditambah UU yg lemah lagi melemahkan. Olehnya itu, bisa jadi ia sudah melanggar hakikatnya sebagai manusia yg sama seperti manusia yg lain. Dan manusia membuat aturan yg tidak jelas arahnya. Akhirnya siapapun yg punya kepentingan pasti ia interpretasikan sendiri UUnya.
Comments
Post a Comment